(A. G. Hadzarmawit Netti)
Hari ini, 1 Februai 2015, adalah hari ulang tahun
istri terkasih bertanda nama
Maria Magdalena Netti-Nge, yang genap berusia 73
tahun.
Hari ini, 1 Februari 2015, tercatat dan terkenang pula
sebagai hari ulang tahun pernikahan antara saya, A. G. Hadzarmawit Netti dan
Maria Magdalena Netti-Nge:
ulang tahun pernikahan yang genap berusia 46 tahun.
Sebagai pasangan nikah masehi yang ditautkan dalam
nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus, saya dan Maria punya kerinduan dan harapan:
semoga gerbang nikah emas (50 tahun usia pernikahan) yang masih tertutup pada
ruang dan waktu bertanda 1 Februari 2019, dapat terbuka bagi kami untuk dimasuki.
Itulah kerinduan dan harapan kami.
Kerinduan dan harapan yang semoga dikabulkan Tuhan .
Motivasi yang tersirat dalam kerinduan dan harapan
kami itu, bukan untuk menikmati keindahan dan kesenangan duniawi, melainkan
demi pemenuhan pengabdian iman
dan kerinduan, sebagaimana tersirat dalam syair Nyanyian Gereja Tua:
“Kuminta pakai aku sehingga ajalku/ Di dalam pekerjaan
yang akan hormat-Mu/
Di mazbah kutertaruh imam dan Penebus/ Kunanti akan
Dikau dan api yang kudus”
(Tahlil 76:3).
Itulah syair lagu tema kehidupan yang tetap menggema
di sanubari Maria yang genap berusia 73 tahun pada 1
Februari 2015.,
dan itu pula lagu tema kehidupan yang terus mendayu di
sanubari saya
yang berusia 73 tahun 115 hari, dan jika diperkenankan
Tuhan,
akan genap berusia 74 tahun pada 9 Oktober 2015.
Ya, lagu tema kehidupan yang tetap menggema dan
mendayu-dayu
di sepanjang jalan hidup kami berdua itu
sesungguhnya telah kami senandungkan
dan rekam di dalam sanubari kami sejak menikah
pada 1 Februari 1969 di Papela, Rote Timur.
Ketika itu Maria genap berusia 27 tahun
dan saya berusia 27 tahun plus 115 hari.
Ketika itu saya berkata kepada Maria:
Semoga Kasih Tuhan mengukuhkan kasihmu dan kasihku,
kesetiaanmu dan kesetiaanku
sebagai suami dan istri, kecuali maut saja yang
menceraikan,
sehingga kita berdua dapat memasuki
gerbang tahun
emas pernikahan, sebagai suatu kesaksian
untuk hormat dan kemuliaan Nama Tuhan!
Masih segar dalam ingatan saya dan Maria:
Pada waktu itu saya menjadi penatua satu-satunya di
Jemaat Ora et labora,
Papela, Rote
Timur. Jemaat yang warganya hidup berbaur dalam satu kampung
dengan warga sesamanya yang beragama Islam.
Bahkan lantaran ikatan, keluarga
banyak warga Jemaat yang tinggal serumah dengan
keluarganya yang beragama Islam.
Untuk melayani Jemaat dalam konteks seperti itu,
yaitu melakukan Ibadat Rumah Tangga bagi warga Jemaat
yang tinggal di rumah keluarganya
yang beragama Islam, bukanlah suatu kegiatan pelayanan
yang lazim.
penyerahan diri secara total dan integral
kepada Yesus sebagai Kepala Gereja, dan kuasa Roh
Kudus sebagai pembimbing,
adalah mutlak diperlukan dan dilakukan.
Dan sungguh luar biasa! Saya sebagai penatua, diberi
izin untuk melakukan Ibadat
di setiap Rumah Tangga Islam di mana ada warga jemaat yang tinggal di situ.
Ibadat pertama saya lakukan di rumah Imam Masjid
Papela, Haji Muhammad Azhari,
karena seorang warga Jemaat bernama Laazar, bekerja
sebagai pembantu
rumah tangga, dan tinggal di situ.
Puluhan warga Jemaat sangat bersemangat mengikuti
Ibadat yang saya lakukan
di setiap Rumah Tangga Islam.
Bahkan saya sebagai penatua pernah memimpin Ibadat
Penghiburan di Rumah Duka
Keluarga yang beragama Islam, atas permintaan keluarga
yang berduka,
dan atas keleluasaan yang diberikan oleh Imam Masjid
Papela
kepada keluarga yang berduka lantaran kematian ayah
mereka.
Dan karena kuasa Yesus dan bimbingan Roh Kudus,
Ibadat Penghiburan saya lakukan berturut-turut selama
tiga malam.
Itu terjadi pada tahun 1969
Dan Maria, di samping
profesinya sebagai guru sekolah dasar negeri,
ia sangat setia di samping saya dalam pelayanan
Jemaat.
Ketika kami berdua mengunjungi dan melayani warga
Jemaat
di sudut-sudut kampung sampai jauh malam,
kami berdua senantiasa menyanyikan lagu tema
kehidupan:
“Kuminta pakai aku sehingga ajalku/ di dalam pekerjaan
yang akan hormat-Mu/
Di mazbah kutertaruh imam dan Penebus/ kunanti akan
dikau dan api yang kudus”
Ya, Itulah syair lagu tema kehidupan saya dan Maria,
yang telah saya abadikan di dalam buku pertama, Kristen
Dalam Sastra Indonesia
yang diterbitkan oleh Badan Penerbit Kristen
Gunung Mulia Jakarta 1977.
Syair lagu tema kehidupan itu
telah saya kontemplasikan pula secara khusus pada 1
Februari 1997
dalam bentuk puisi, Simfoni Kehidupan,
ketika Maria berulang tahun yang ke-55
dan ketika usia pernikahan saya dan Maria genap 28
tahun.
Itulah lagu tema kehidupan saya dan Maria di usia senja
saat ini.
Ketika Maria berusia 73 tahun dan saya berusia 73
tahun 115 hari
pada 1 Februari 2015,
saya dan Maria sedang aktif melayani Jemaat, sebagai
penatua
di Jemaat Gunung Sinai Naikolan, Kupang (dalam denominasi
GMIT).
Semoga Tuhan
berkenaan
mengukuhkan saya dan Maria sebagai penatua Jemaat
Gunung Sinai Naikolan, Kupang
sampai memasuki gerbang tahun 2019,
Tahun Emas
Pernikahan yang dirindudendamkan
dan/atau sampai saatnya Tuhan panggil kami berdua,
masing-masing melalui jalan kematian,
untuk memasuki kehidupan baru yang Yesus janjikan dan
sediakan
bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar