Oleh: A. G. Hadzarmawit Netti
DALAM Forum BIBLIKA Jurnal Ilmiah Populer, No.9
– 1999, yang diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia, terdapat tulisan Yonky
Karman, M. Th (dosen Perjanjian Lama STT Bandung), berjudul “Puisi Dan Retorika
Ibrani” (Ibid. Hlm.18-26). Berkenaan
dengan “Gaya Bahasa”, Yonky Karman mengatakan begini: “Bahasa Alkitab bisa harfiah dan bisa juga simbolik. Ini dikarenakan
orang Timur suka memakai bahasa simbolik atau gaya bahasa (figure of speech).
Dalam gaya bahasa sebuah konsep dipandang dari konsep lain dan dari keduanya
ditarik analogi. Efek psikologis dari bahasa simbolik tidak diragukan.
Pendengar atau pembaca menjadi lebih terkesan.” Selanjutnya, Yonky Karman menjelaskan sekitar
13 gaya bahasa: Simile, Metafora,
Metonimia, Sinekdoke, Hiperbola, Personifikasi, Ironi, Apostrof, Aposiopese,
Eufemisme, Merismus, Pengulangan, dan Permainan Kata (antara lain: Aliterasi,
Asonansi, Onomatopi, dan Paronomasia).
Mengenai
gaya bahasa simile (selanjutnya akan
saya sebut, majas simile), Yonky Karman menjelaskan sebagai
berikut: “Simile adalah kiasan pertautan
yang membandingkan dua hal yang secara hakiki berbeda namun dianggap mengandung
segi-segi yang serupa dan keserupaan ini dinyatakan dengan kata-kata “seperti”,
“bagai” atau “laksana” (A seperti B).” Arti kata simile
yang dikemukakan oleh Yonky Karman sebagaimana dikutip di atas ini sama
dengan yang dirumuskan dalam KBBI (2008:1308).Yonky Karman memberikan beberapa
contoh sebagai berikut: (a) Dalam Yeremia 23:29, firman Allah dikatakan seperti
api dan seperti palu yang
menghancurkan bukit batu berkeping-keping. (b) Dalam Yesaya 53:6, orang berdosa
digambarkan tersesat seperti domba. (c) Pemazmur menggambarkan lidah
orang jahat yang merencanakan kejahatan seperti pedang dan perkataan
mereka seperti panah. Tindakan mereka menjahati orang benar digambarkan
sebagai penyergap dari tempat tersembunyi yang sangat mengagetkan. Inilah
pengalaman konkret ketika difitnah orang jahat. “Sembunyikanlah aku terhadap persepakatan orang jahat,/ terhadap
kerusuhan orang-orang yang melakukan kejahatan/ yang menajamkan lidahnya seperti
pedang/ yang membidikkan kata yang pahit seperti panah/ untuk menembak
orang yang tulus hati dari tempat tersembunyi/ sekonyong-konyong mereka
menembak dia dengan tidak takut-takut” (Mazmur 64:3-5). Demikianlah
penjelasan dan contoh yang dikemukakan oleh Yonky Karman mengenai majas simile.
Penjelasan
dan contoh-contoh mengenai majas simile yang
dikemukakan oleh Yonky Karman sebagaimana dikutip di atas ini belum memadai,
dan oleh karena itu belum dapat memberikan pemahaman yang baik dan komprehensif
tentang majas simile dalam Alkitab. Untuk
itu, di bawah ini, saya akan menguraikan majas simile secara lebih luas, demi pemahaman yang lebih baik dan
komprehensif.
Simile diserap ke dalam bahasa Indonesia
dari kata bahasa Inggris “simile” yang sebenarnya berasal dari kata Latin
“similis”, artinya “serupa”, “seperti”, atau “sama seperti”. Sebagai salah satu
majas, simile digunakan untuk
menyatakan secara eksplisit beberapa persamaan di antara dua hal yang berbeda
dalam hal-hal yang lain. Majas ini sangat efektif teristimewa apabila ide-ide
yang abstrak diilustrasikan demi pengertian atau tujuan-tujuan yang konkret
secara paralel. Pada umumnya pelukisan dengan majas simile diungkapkan
dengan menggunakan kata-kata: “seperti”, “bagaikan”, “bagai” ….. “demikianlah”,
“demikian”, yang berfungsi untuk merangsang perhatian terhadap
kesamaan-kesamaan yang dibandingkan. Perhatikanlah contoh-contoh ayat Alkitab di
bawah ini yang dibangun dengan majas simile
untuk mengungkapkan makna-makna sebagaimana dijelaskan di atas.
“Seperti salju di musim panas dan hujan
pada waktu panen, demikianlah kehormatan
pun tidak layak bagi orang bebal” (Amsal 26:1).
“Seperti burung pipit mengirap dan burung
layang-layang terbang, demikianlah kutuk
tanpa alasan tidak akan kena” (Amsal 26:2).
“Seperti anjing kembali ke muntahnya, demikianlah orang bebal yang mengulangi
kebodohannya” (Amsal 26:11).
“Seperti pintu berputar pada engselnya, demikianlah si pemalas di tempat
tidurnya” (Amsal 26:14).
“Seperti bunga bakung di antara
duri-duri, demikianlah manisku di
antara gadis-gadis” (Kidung Agung 2:2).
“Seperti pohon apel di antara pohon-pohon
di hutan, demikianlah kekasihku di
antara teruna-teruna” (Kidung Agung 2:3a,b).
Perhatikan
pula Amsal 26:18-19; 26:21; 22-23; Amsal 25:13, 25, 26; Amsal 27:19; 28:15 dan
lain-lain. Adakalanya, kata “demikianlah”
tidak digunakan, melainkan kata “seperti”
saja yang digunakan dalam gaya bahasa simile.
Perhatikan beberapa contoh berikut
ini.
“Amsal di
mulut orang bebal adalah seperti kaki
yang terkulai dari pada orang yang lumpuh” (Amsal 26:7. Ayat ini dapat dibaca
pula sebagai berikut: “Seperti kaki
yang terkulai dari pada orang yang lumpuh, demikianlah
amsal di mulut orang bebal.”
“Amsal di mulut orang bebal
adalah seperti duri yang menusuk
tangan pemabuk” (Amsal 26:9). Ayat ini dapat dibaca pula sebagai berikut: “Seperti duri yang menusuk tangan
pemabuk, demikianlah amsal di mulut
orang bebal.”
“Siapa yang
mempekerjakan orang bebal dan orang-orang yang lewat adalah seperti pemanah yang melukai tiap orang”
(Amsal 26:10). Ayat ini dapat dibaca: “Seperti
pemanah yang melukai tiap orang, demikianlah
orang yang mempekerjakan orang bebal dan orang-orang yang lewat.”
“Orang yang
ikut campur dalam pertengkaran orang lain adalah seperti orang yang menangkap telinga anjing yang berlalu” (Amsal
26:17). Ayat ini dapat dibaca: “Seperti orang
yang menangkap telinga anjing yang berlalu, demikianlah
orang yang ikut campur dalam pertengkaran orang lain.”
“Perkataan
yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti
buah apel emas di pinggan perak” (Amsal 25:11). Ayat ini dapat dibaca: “Seperti buah apel emas di pinggan perak,
demikianlah perkataan yang diucapkan
tepat pada waktunya.”
Perhatikan
pula contoh-contoh lain dalam Amsal 25:12,13,18,19,20. Dalam Amsal 25:14, kata “seperti” tidak digunakan, tetapi kata “demikianlah” yang digunakan: “Awan dan angin
tanpa hujan, demikianlah orang yang
menyombongkan diri dengan hadiah yang tidak pernah diberikannya.” Apabila kata “seperti” digunakan, maka ayat ini akan
berbunyi sebagai berikut: “Seperti awan
dan angin tanpa hujan, demikianlah orang
yang menyombongkan diri dengan hadiah yang tidak pernah diberikannya.” Dan
dalam Amsal 27:15, kata “demikianlah” tidak
digunakan, dan kata “seperti” diganti dengan kata “serupa”: “Seorang istri yang suka bertengkar serupa dengan tiris yang tidak henti-hentinya menitik pada waktu
hujan” Dengan menggunakan kata “demikianlah”,
ayat ini dapat disusun pula sebagai berikut: “Demikianlah seorang istri yang suka bertengkar, serupa dengan tiris yang tidak
henti-hentinya menitik pada waktu hujan”. Atau: “Serupa dengan tiris yang tidak henti-hentinya menitik pada waktu
hujan, demikianlah seorang istri yang
suka bertengkar”.
Perlu
kiranya diperhatikan bahwa pada contoh ayat-ayat Alkitab yang dibangun dengan majas
simile di atas ini adalah majas simile berdasarkan “hubungan
pembandingan untuk memperlihatkan kemiripan (kesamaan) antara pernyataan yang
diutarakan dalam klausa utama dan klausa sematan”. Selain penggunaan majas simile sebagaimana dijelaskan di atas, majas
simile pun dapat dibangun dengan menggunakan
“keterangan similatif” (atau laksana), yaitu keterangan yang
menyatakan kesetaraan atau kemiripan antara suatu keadaan, kejadian atau
perbuatan, dengan keadaan, kejadian, atau perbuatan yang lain. Wujud keterangan
ini selalu berbentuk frasa dengan preposisi “seperti”,
“laksana”, “sebagai”, atau “bagaikan”. Perhatikanlah
contoh berikut ini.
“Dia yang
bertakhta di atas bulatan bumi yang penduduknya
seperti belalang” (Yesaya 40:22). Dalam ayat ini, keterangan similatif “seperti” digunakan untuk menyatakan
kesetaraan atau kemiripan “penduduk bulatan bumi” dengan “belalang”.
“Memang hitam aku, tetapi cantik, hai puteri-puteri
Yerusalem, seperti kemah orang Kedar, seperti tirai-tirai orang Salma” (Kidung Agung 1:5). Dalam ayat
ini, keterangan similatif “seperti” digunakan
untuk menyatakan kesetaraan atau kemiripan “kehitaman tokoh aku” dengan “kemah
orang Kedar” (yang dibuat dari bulu domba berwarna hitam), tetapi cantik (=
elok) seperti “tirai-tirai (kain
[sutra, dsb] berumbai-rumbai yang dipakai untuk perhiasan langit-langit tempat
tidur atau tempat duduk) orang Salma”.
“Kekasihku seperti kijang (Kidung Agung
2:9); “Sebelum angin senja berhembus dan bayang-bayang menghilang, kembalilah, kekasihku, berlakulah seperti kijang,” (Kidung Agung 2:17). Pada larik ini,
“tokoh kekasih” dan “gerak-gerik (tingkahnya)” disimilekan dengan “kijang” dan
“gerak-gerik “kijang” yang lincah/luwes.
“Lihatlah,
cantik engkau, manisku, sungguh cantik engkau! Bagaikan merpati matamu dibalik
telekungmu. Rambutmu bagaikan kawanan kambing yang
bergelombang turun dari pegunungan Gilead” (Kidung Agung 4:1). Perhatikan pula
ayat 2: “Gigimu bagaikan kawanan domba”; ayat 3: “Bagaikan seutas pita kirmizi bibirmu”, yang dapat dibaca: “Bibirmu bagaikan seutas pita kirmizi”;
“Bagaikan belahan buah delima pelipismu”,
yang dapat dibaca: Pelipismu bagaikan
belahan buah delima”; ayat 4: “Lehermu
seperti menara Daud”. Dan masih
banyak lagi contoh yang dapat pembaca temukan sendiri.
Contoh-contoh
yang dikemukakan oleh Yonky Karman, yang dikutip dari Yeremia 23:29: “Bukankah firman-Ku seperti api, … dan seperti palu
yang menghancurkan bukit batu”; Yesaya 53:6: “Kita sekalian sesat seperti
domba”; Mazmur 64:4: “yang menajamkan lidahnya seperti pedang,” ….. “yang
membidikkan kata yang pahit seperti
panah,” semuanya tergolong pada contoh majas simile yang dibangun dengan menggunakan “keterangan similatif”, dan
bukan contoh majas simile yang
dibangun berdasarkan “hubungan pembandingan antara klausa utama dan klausa
sematan”.
Berkenaan
dengan majas simile sebagaimana telah
diuraikan di atas ini, saya teringat akan “Pengakuan Iman GMIT”. Ada satu
klausa yang dibangun dengan majas simile yang rancu dalam “Pengakuan Iman
GMIT”, yaitu klausa yang berbunyi: “Yang
mengasuh dan memelihara kami seperti seorang ibu”. Dalam klausa ini
terdapat “keterangan similatif” (seperti) yang menghubungkan pronomina persona “kami” menjadi satu frasa dengan “seorang ibu”, sehingga frasa itu menyarankan arti: “kami seperti seorang ibu”. Jadi, yang
dibandingkan “seperti seorang ibu” itu bukan klausa “Yang mengasuh dan
memelihara kami”, melainkan pronomina persona “kami” yang dibandingkan “seperti
seorang ibu”. Begitu pula jika klausanya berbunyi: “Allah mengasuh dan memelihara kami seperti seorang ibu”. Yang
dibandingkan “seperti seorang ibu” itu,
bukan klausa “Allah yang mengasuh dan memelihara kami”, melainkan pronomina
persona “kami” yang dibandingkan “seperti seorang ibu”.
Klausa
Pengakuan Iman GMIT yang berbunyi, “Yang
mengasuh dan memelihara kami seperti seorang ibu” yang dikutip di atas
adalah versi tahun 2008. Versi tahun 2017 yang dipakai dalam Liturgi HUT
Reformasi ke-500 dan HUT GMIT ke-70 serta Penutupan Bulan Keluarga pada Minggu,
31 Oktober 2017, klausa Pengakuan Iman GMIT yang dikutip di atas telah diubah
menjadi, “Ia mengasuh dan memelihara kami
seperti seorang ibu”. Ada perubahan:
kata ganti penghubung “yang” diganti
dengan kata ganti orang ketiga tunggal “Ia”.
Akan tetapi makna klausa Pengakuan Iman GMIT tersebut tidak berubah. Keterangan
similatif “seperti” yang
menghubungkan pronomina persona “kami”
menjadi satu frasa dengan “seorang ibu”, tetap
menyarankan arti: “kami seperti seorang
ibu”—bukan “Ia mengasuh dan
memelihara…”, seperti seorang ibu.
Sebagai
contoh perbandingan demi pemahaman yang lebih baik, perhatikan dan
pertimbangkanlah arti dan/atau makna klausa ini: “Ia memperlakukan saya seperti seekor anjing.” Apakah pada klausa
ini “Ia memperlakukan…” itulah yang
disimilekan “seperti seeokor anjing”, atau
“saya [yang mendapat perlakuan…]” yang disimilekan “seperti seekor anjing”?
Apabila tim
penyusun “Pengakuan Iman GMIT” bermaksud membandingkan pengasuhan dan pemeliharaan
Allah seperti seorang ibu, maka rumusan kalimatnya dalam majas simile yang dibangun berdasarkan
“hubungan pembandingan antara klausa utama dan klausa sematan” yang seharusnya
digunakan, sehingga rumusan klausanya berbunyi: “Yang mengasuh dan memelihara kami seperti seorang ibu mengasuh dan
memelihara anak-anaknya”. Atau: “Allah
mengasuh dan memelihara kami seperti seorang ibu mengasuh dan memelihara
anak-anaknya”. Atau: “Ia mengasuh dan
memelihara kami seperti seorang ibu mengasuh dan memelihara anak-anaknya”.
Struktur
kalimat seperti inilah yang baik dan benar berdasarkan Tata Bahasa Indonesia. Perhatikan
dua contoh yang saya kutip berikut ini: (1) Pak Hamid menyayangi semua
kemenakannya seperti dia menyayangi
anak kandungnya; (2) Penjahat itu dengan cepat menyambar perhiasan korbannya seperti seekor kucing menerkam mangsanya
(Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Perum Balai Pustaka Jakarta,
1988:325,326).
Dalam
Alkitab terdapat ayat-ayat yang dibangun dalam majas simile seperti ini untuk melukiskan pemeliharaan dan/atau perlindungan
TUHAN antara lain misalnya: “Seperti
burung yang berkepak-kepak melindungi sarangnya, demikianlah TUHAN semesta alam
akan melindungi Yerusalem, …” (Yesaya
31:5). Ayat ini dapat diinversi menjadi: “Demikianlah
TUHAN semesta alam akan melindungi Yerusalem, seperti burung yang
berkepak-kepak melindungi sarangnya”. “Berkali-kali
Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan
anak-anaknya di bawah sayapnya….” (Lukas 13:34; Matius 23:37); “Seperti seseorang yang dihibur ibunya,
demikianlah Aku ini akan menghibur kamu” (Yesaya 66:13) Ayat ini dapat diinversi menjadi: “Demikianlah Aku ini akan menghibur kamu, seperti seseorang yang
dihibur ibunya.”
Berkenaan
dengan pembahasan mengenai majas simile, saya
ingin mengutip Lukas 22:44 yang berbunyi
sebagai berikut: “Ia sangat ketakutan dan
makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah
yang bertetesan ke tanah.” Dalam
ayat ini terdapat kalimat yang dibangun dengan keterangan similatif, yaitu kalimat yang berbunyi: “Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke
tanah.” Ayat (kalimat) dalam Lukas
22:44b ini adalah ayat (kalimat) yang dibangun dengan keterangan similatif. Dalam ayat ini, “peluh atau keringat Yesus yang jatuh
bertetesan ke tanah” dibandingkan kesetaraan, kesamaan, atau kemiripannya
dengan “titik-titik darah yang jatuh bertetesan ke tanah” Jadi, tidaklah
benar apabila ayat ini ditafsirkan: “keringat
Yesus yang jatuh bertetesan ke tanah itu adalah keringat yang bercampur darah
akibat pecahnya kapiler-kapiler dalam kelenjar keringat. Gejala keringat
yang Yesus alami di taman Getsemani itu sesungguhnya dikenal sebagai hyperhidrosis, yaitu keringat berlebihan
luar biasa yang dapat mempengaruhi seluruh permukaan kulit, atau hanya beberapa
bagian seperti tangan, kaki atau dahi, lantaran
ketegangan saraf atau rasa takut yang
luar biasa. Dalam Lukas 22:44a disebutkan bahwa “Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa.” Jadi,
bukan merupakan gejala hematidrosis atau
hematohidrosis, seperti yang
ditafsirkan secara mengada-ada oleh beberapa pendeta dan/atau penginjil.
Berdasarkan
penjelasan yang terkait dengan Lukas 22:44b di atas ini, saya persilakan para pembaca
(khususnya para Pendeta Gereja Masehi Injili di Timor) untuk mencoba memahami
dan/atau menafsirkan ayat-ayat Alkitab berikut ini yang dibangun dengan keterangan similatif.
Kejadian 3:
5: “Tetapi Allah mengetahui bahwa pada
waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti
Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.”
Kejadian 3:22: “Berfirmanlah TUHAN Allah: ‘Sesungguhnya manusia
itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan
yang jahat, …”
Mazmur 128:3a: “Istrimu akan menjadi seperti pohon
anggur yang subur di dalam rumahmu;”
Yesaya 40:22: “Dia yang bertakhta di atas bulatan bumi
yang penduduknya seperti belalang;” Dia yang membentangkan langit seperti kain dan memasangnya
seperti kemah kediaman!” ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar