Oleh: A. G.
Hadzarmawit Netti
SEMENJAK
berabad-abad yang lalu para leluhur etnis Rote telah memiliki pandangan yang
jelas mengenai kesinambungan kepemimpinan serta kemapanan kerajaan (nusak).
Tugas dan tanggung jawab apa yang harus dirampungkan oleh seorang pemimpin demi
kesinambungan kepemimpinan serta kemapanan kerajaan selanjutnya yang menjamin kemaslahatan
rakyat, telah disadari sedalam-dalamnya oleh para leluhur etnis Rote.
Berikut
ini saya akan turunkan salah satu bini’ (syair)
etnis Rote yang bertema kesinambungan kepemimpinan serta kemapanan kerajaan
demi kemaslahatan rakyat.. Syair ini, hingga kini, sering dikumandangkan oleh
para manahelo (penyair) etnis Rote
pada upacara-upacara adat berkenaan dengan pergantian pemimpin lantaran
wafatnya seorang pemimpin dan/atau terpilihnya seorang pemimpin baru
menggantikan pemimpin lama. Syair etnis Rote tersebut, yang parafrasanya saya
sertakan dalam tanda kurung, berbunyi sebagai berikut: Nggongo
ingu lai lalo; ma Lima le dale sapu (Nggongo dari tanah tinggi wafat; dan
Lima dari palung sungai berlalu). De lalo
ela Latu Nggongo; ma sapu ela Engga Lima (Mereka berlalu meninggalkan latu
Nggongo; dan pergi meninggalkan Enga Lima). Boe
te ela batu na ngatun; ma ela ai na salain (Namun mereka meninggalkan batu
tempat duduk; dan meninggalkan tonggak tempat bersandar). De koluk Nggongo ingu lai; te Latu Nggongo na-ngatu (Agar
kendatipun Nggongo telah tercabut dari tanah tinggi; namun kini Latu Nggongo
bisa duduk). Ma haik Lima le dale; te
Enga Lima na-salai (Dan meskipun Lima telah tercabut dari palung sungai;
namun kini Enga Lima bisa bersandar). Fo
lae: Nggongo tutu’u batun; na tao ela Latu Nggongo (Maka kata orang: inilah
batu tempat duduk Nggongo; yang diletakkan dan diwariskan kepada Latu Nggongo).
Ma Lima lalai ain; Na peda ela Enga Lima (Dan
inilah tonggak sandaran Lima; Yang dipancangkan dan diwariskan kepada Enga
Lima).
Syair
etnis Rote yang dikutip di atas ini menyiratkan pandangan leluhur etnis Rote
tentang kesinambungan kepemimpinan maupun pergantian pimpinan dan/atau
regenerasi yang dapat dijelaskan sebagai berikut: Nggongo dan Lima adalah
tokoh pemimpin dan kepemimpinan simbolis terdahulu dan/atau generasi terdahulu
yang berlalu (lengser) dari pentas sejarah (kepemimpinan) kerajaan simbolis Tanah Tinggi dan Palung Sungai. Sedangkan Latu
Nggongo dan Enga Lima adalah
tokoh pemimpin simbolis yang menggantikan dan/atau melanjutkan kepemimpinan
pemimpin terdahulu yang telah berlalu
demi kemaslahatan rakyat.
Dituturkan melalui syair tersebut bahwa
pemimpin terdahulu (Nggongo dan Lima) tidak berlalu begitu saja; dan
pemimpin pengganti tidak tampil dalam kevakuman atau kaos. Sebab Nggongo dan Lima selaku pemimpin terdahulu telah merampungkan tugas dan
tanggung jawab mereka yakni: meletakkan batu
(alas/landasan) serta tonggak (penopang)
yang kukuh bagi Latu Nggongo dan Enga Lima selaku pemimpin pengganti. Di
atas batu (alas/landasan) dan pada tonggak (penopang) yang kukuh itulah Latu Nggongo dan Enga Lima sebagai pemimpin pengganti menyandarkan strategi
kepemimpinan dan perjuangan selanjutnya, demi kejayaan dan kemaslahatan rakyat kerajaan simbolis Tanah
Tinggi dan Palung Sungai.
Kesinambungan
kepemimpinan menurut pandangan leluhur etnis Rote demi kemapanan kemaslahatan
rakyat sebagaimana diwedarkan di atas dapat diaplikasikan dalam proses
kesinambungan kepemimpinan nasional Indonesia
periode 2014 – 2019 dan 2019 – 2024 sebagai berikut: Presiden Joko
Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla telah mengakhiri kepemimpinan nasional
mereka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI masa bakti 2014 – 2019. Memasuki
periode kedua kepemimpinan nasional 2019 – 2024, Jusuf Kalla telah lengser dan
digantikan oleh Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden mendampingi Joko Widodo yang
masih dipilih rakyat untuk melanjutkan kepemimpinan nasional sebagai Presiden
RI demi melanjutkan karya dan bakti bagi kesejahteraan rakyat dari Sabang
sampai Merauke.
Pada
periode kepemimpinan nasional 2014 – 2019 Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah
meletakkan landasan pembangunan infrasruktur sebagai skala superprioritas dalam
rangka memperlancar dan meningkatkan
gerak pembangunan di sektor-sektor lain bagi kesejahteraan rakyat. Memasuki
periode kepemimpinan nasional 2019 – 2024, Jusuf Kalla telah lengser secara
terhormat sebagai Wakil Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; sedangkan Joko Widodo—berhasil melanjutkan kepemimpinan
nasionalnya sebagai Presiden dalam periode 2019 – 2024 bersama Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan—meskipun menghadapi penghadangan yang
tidak boleh dianggap remeh!
Berdasarkan
kearifan leluhur etnis Rote sebagaimana tersirat dalam syair yang bertema
kesinambungan kepemimpinan di atas, Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden
terpanggil untuk melanjutkan dan memantapkan landasan dan tonggak kepemimpinan
yang telah diwariskan oleh Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden yang telah
lengser. Dan sebagai pendamping Joko Widodo yang melanjutkan kepemimpinannya sebagai Presiden
RI masa bakti 2019 – 2024, Ma’ruf Amin terpanggil untuk menyinkronisasikan
kepemimpinannya dengan kepemimpinan Presiden Joko Widodo dalam rangka memajukan
dan meningkatkan kerja keras di setiap sektor pembangunan demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dan yang paling
utama yang harus diperhatikan oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf
Amin yaitu: peningkatan upaya memperkuat landasan dan memperkokoh
tonggak penopang keajekan dan kelanggengan eksistensi bangsa Indonesia
yang Bhinneka
Tunggal Ika, yakni Pancasila
dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Inilah landasan
tempat duduk dan tonggak tempat bersandar
seluruh generasi bangsa yang multietnis (lebih dari 740 etnis) dan
multiagama serta aliran kepercayaan di Indonesia dari masa ke masa.
Menyongsong
kurun waktu tahun 2024 sampai tahun 2049, vibrasi krisis dan kemelut bangsa
tetap ada dalam jalur perkembangan sejarah eksistensi bangsa dan negara
Indonesia. Karena itu, letupan-letupan krisis dan depresi akan muncul sesuai
dengan siklus dan luas siklus vibrasinya. Di dalam menghadapi gelombang krisis
dan depresi, kita tidak boleh terlalu mengharapkan yang terbaik, melainkan kita
harus bersedia menghadapi dan menerima kenyataan yang terburuk. Ini tidak
berarti menyerah, melainkan sabar dan tabah menghadapi kenyataan di
tengah-tengah perjuangan membangun kesejahteraan bangsa. Vibrasi gelombang
krisis dan depresi dapat dikendalikan, dikurangi dan/atau diperkecil dengan
jalan: memperbaiki vibrasi kepemimpinan, serta memperbaiki dan memantapkan
vibrasi sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Selain itu, dan ini yang
sangat penting yaitu, konsistensi penegakan hukum dan peraturan
perundang-undangan demi terbinanya stabilitas keamanan yang mapan bagi keajekan
dan kelanggengan vibrasi eksistensi bangsa Indonesia. Sebab, kelompok-kelompok
ekstremis dan teroris tetap merupakan musuh laten di Indonesia.
Yang
perlu saya catat di akhir tulisan ini ialah: maneuver politik Presiden Joko
Widodo dalam kurun waktu lima tahun ke depan (2019 – 2024) adalah bukan
maneuver politik untuk memperpanjang
masa jabatan kepresidenan periode ketiga (2024 – 2029); melainkan
maneuver politik pembangunan demi ketenteraman, kenyamanan, kedamaian, dan kesejahteraan
seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Inilah maneuver politik Presiden Joko Widodo yang
tersirat dalam Kabinet Indonesia Maju masa bakti 2019 – 2024. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar