NAMA
Pythagoras (570 sebelum Masehi – 495 sebelum Masehi) sudah tidak asing lagi dalam dunia filsafat,
agama, dan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pasti (matematika). Pythagoras
berpendapat bahwa segala sesuatu adalah bilangan-bilangan. Betapa pun luasnya alam
semesta ini, unsur-unsur dan setiap perubahan di dalamnya dapat ditentukan
dengan satuan-satuan bilangan. Sebagai percobaan, Pythagoras menggunakan dawai mono chord (dawai yang memiliki senar
tunggal). Setiap perubahan panjang senar dengan perbandingan yang tetap (1:2;
2:3; 3:4) akan menghasilkan nada yang berbeda untuk setiap perbandingan, namun
kedengarannya sangat harmonis.
Keempat
bilangan (satu, dua, tiga, dan empat) atau keempat angka (1, 2, 3, dan
4) disebut tetraktus, dan dianggap suci oleh kaum Pythagorean. Menurut
mereka, setiap perubahan di alam semesta ini dapat dicocokkan dengan
kategori-kategori matematis. Suara dawai dengan ukuran-ukuran tertentu dapat
dikatakan dalam bilangan atau angka. Setiap perubahan yang terjadi di alam
semesta ini dapat dinyatakan dengan bilangan-bilangan atau angka-angka.
Sejak dahulu
kala, sudah dari zaman sebelum Pythagoras, bilangan sepuluh, atau angka 10,
sudah dianggap sebagai bilangan, atau angka sempurna, yang didapat dengan menjumlahkan
4 angka yang pertama dikenal manusia, yaitu angka 1, 2, 3, dan 4, yang bersama
disebut tetraktus. Sejak dari zaman
Pythagoras, orang sudah mengenal planet-planet
yang berjumlah 9 (Mercury, Venus, Bumi,
Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto) yang dihisabkan lagi “bola api” (matahari) ke dalamnya
sehingga menjadi 10 siarah.
Demikianlah
orang mengenal bilangan pokok yang dilambangkan dengan angka-angka 1, 2, 3, 4,
5, 6, 7, 8, 9, dan 10 sebagai angka bilangan yang sempurna menurut Pythagoras.
Namun siapakah yang pernah mendengar orang mengatakan tentang bilangan
super? Siapakah yang pernah belajar tentang bilangan super ketika duduk di bangku sekolah maupun bangku kuliah?
Adakah kamus yang mencantumkan kata gabungan bilangan super? Adakah buku tatabahasa yang menguraikan tentang bilangan super? Dalam buku tatabahasa
hanya diuraikan tentang kata bilangan pokok; kata bilangan tingkat; kata
bilangan tak tentu; dan kata bilangan kumpulan. Tidak ada uraian tentang bilangan super. Bahkan Pythagoras sendiri maupun orang-orang Pythagorei,
tidak mengidentifikasi bilangan super dari
bilangan pokok dalam teori-teori dan
ajaran mereka. Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitian saya, sesungguhnya ada
bilangan super.
Apakah bilangan super itu? Apakah dan bagaimanakan
keunikan dan keistimewaan bilangan super itu? Adakah sesuatu berupa hikmat yang
dapat kita peroleh dari keunikan dan keistimewaan bilangan super? Pertanyaan-pertanyaan ini mudah-mudahan dapat
dijawab oleh hasil penelitian dan uraian
yang saya tuangkan dalam buku tipis ini, yang
diberi judul, Bilangan Super Dalam
Konteks Religi Dan Budaya Etnis Rote Ndao. Tetapi apabila buku tipis ini
belum dapat memberikan jawaban yang memuaskan, saya harapkan agar Dr. Felysianus
Sanga, M.Pd., dapat melanjutkan penelitian guna menghasilkan suatu analisis
yang lebih komprehensif berdasarkan “kertas kerja temuan bilangan super” yang
telah saya serahkan beberapa tahun yang lalu. Menurut pertimbangan saya, Dr.
Felysianus Sanga, M. Pd. memiliki kualitas kecerdasan di atas rata-rata untuk
melakukan analisis atas hasil kerja awal tentang bilangan super yang saya temukan
dan uraikan di dalam buku tipis ini.
Akhirnya—sementara
menunggu hasil kerja Dr. Felysianus Sanga, M. Pd., maupun pihak-pihak lain yang
ingin menyumbangkan pikiran berupa kritik, tanggapan, dan saran setelah buku
tipis ini dibaca—saya ucapkan terima kasih banyak kepada:
Pertama, Drs. Ady Endeson Mandala,
M.Si., berkenaan dengan pokok-pokok pikiran tentang garis-garis besar program
pembangunan berdasarkan konteks budaya
etnis Rote Ndao, sebagaimana saya muat pada bagian akhir bab enam buku tipis ini.
Kedua, Drs. Herman Ebenhard Lay, Drs.
Jakob Run, Sm.Hk., dan Drs. Beni J. Jakob, yang banyak meluangkan waktu untuk berbincang-bincang
dengan saya seputar nilai-nilai luhur budaya etnis Rote Ndao.
Ketiga, Drs. Steven Arly Mbate Mooy, yang
memberikan kepada saya “Unsur-unsur Liturgi Tata Ibadah Bulan Keluarga Etnis
Rote di Gereja Imanuel Oepura, Kupang” yang di dalamnya terdapat unsur-unsur nilai
luhur budaya etnis Rote yang erat
kaitannya dengan uraian pada Bab Enam buku tipis ini.
Kupang, 9 Oktober 2011
menyongsong 1 Februari 2012
A. G. Hadzarmawit Netti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar