Puluhan tahun
yang lalu, tepatnya pada tanggal 29 Desember 1972 sampai tanggal 8 Januari
1973, di sepenggal dunia yang bernama Bangkok, pernah dilangsungkan sebuah
konperensi sedunia tentang “Keselamatan Masa Kini”. Selama konperensi berlangsung,
ada kelompok-kelompok khusus yang membahas dan menghayati bersama peranan seni
dalam penghayatan dan pewujudan keselamatan. Secara umum dikatakan bahwa unsur
seni dirasakan sekali kegunaan dan manfaatnya bukan hanya dalam ibadah-ibadah,
tetapi pada waktu pementasan, ataupun dalam hal mengalami bersama nilai dan
hakikat seni itu di dalam kehidupan persekutuan.
Selama
konperensi sedunia di Bangkok
itu, ada satu kelompok yang mengadakan lokakarya tentang “Keselamatan dan
Seni”. Mereka berusaha menciptakan suasana atau lingkungan bagi manusia untuk
memuliakan Allah, atau yang bisa memungkinkan suatu refleksi yang penuh doa.
Dan ternyata mereka sepakat bahwa melalui karya seni kita bisa menemukan
kembali kualitas dan identitas pribadi kita. Berkenaan dengan itu, mereka
mengalami pula bahwa pemahaman Alkitab yang sungguh dapat membuka mata kita
pada arti dan peranan seni dalam kehidupan manusia percaya..
Orang percaya
terpanggil untuk menghayati seni dan segala bentuk ekspresi yang menggambarkan
keselamatan, karena keselamatan bagaimanapun juga memiliki hubungan dengan
proses humanisasi. Orang-orang yang diselamatkan memperoleh kebebasan untuk
bersikap dan bertindak sebagai person yang mampu berefleksi secara mendalam
tentang dirinya dan tentang dunia sekitarnya. Semuanya dilakukan dalam konteks
konkret. Di sinilah muncul pentingnya karya seni, sebab seni adalah sangat
pokok bagi kehidupan manusia, malahan ada yang mengatakannya selaku nafas
hidup.
Diakui pula
oleh peserta lokakarya tentang “Keselamatan dan Seni” bahwasanya bahasa yang
menjembatani cara emosional dan rasional adalah
p u i s i . Dan puisi pun adalah
seni. Suatu karya seni yang otentik dapat membawa manusia untuk berdoa, karena
karya seni adalah suatu bahasa yang berkomunikasi dengan lingkungannya, dan ia
akan selalu merupakan pergulatan dan pergumulan rohani manusia. Itulah sebabnya kita perlu menciptakan seni
yang baik untuk mengungkapkan kebesaran dan keagungan keselamatan itu. Sebab
setiap karya seni yang baik adalah suatu pemberitaan yang sangat efektif.
Demikianlah
beberapa cuplikan hasil pemikiran dan penghayatan peserta lokakarya tentang
“Keselamatan dan Seni” dalam konperensi sedunia di Bangkok pada tahun 1972. Dan beralaskan hasil pemikiran dan penghayatan peserta
lokakarya tentang “Keselamatan dan Seni” itu, saya persembahkan buku tipis ini
kepada para pembaca dengan judul, Natal
Dan Paskah Dalam Kontemplasi Penyair.
Sesuai dengan
judulnya, buku tipis ini berisi sekumpulan hasil kontemplasi penyair yang
dituangkan dalam bentuk puisi dan refleksi tentang Natal dan Paskah Yesus Kristus dalam konteks
kehidupan umat manusia dan dunia. Di dalam melakukan kontemplasi dan refleksi,
terasa bahwa bahasa memang terbatas untuk mengungkapkan nilai-nilai keindahan,
kemuliaan, dan keutamaan tertinggi tentang kelahiran, kematian, dan kebangkitan
Yesus – Sang Juruselamat. Meskipun demikian, semoga Roh Kudus dapat menolong
setiap pembaca agar berhasil mengenali diri sendiri dalam relasinya dengan
orang lain sebagai sesamanya manusia, sekaligus dengan alam sekitar; yang pada gilirannya
membawa manusia pada pengakuan total
terhadap keagungan, kemuliaan, dan kasih TUHAN yang menyelamatkan di dalam
Yesus Kristus.
Harapan saya,
semoga buku tipis ini memberikan manfaat bagi para pembaca dan/atau peminat
sastra pada umumnya, khususnya manfaat kebangunan rohani bagi warga gereja dan
generasi muda Kristen.
Kupang, 9 Oktober 2012
menyongsong 1 Februari 2013
A. G. Hadzarmawit Netti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar