(Bagian Pertama)
Oleh: A. G.
Hadzarmawit Netti
MULAI TAHUN
2004 terjadi suatu perkembangan baru dalam vibrasi penataan sistem pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden tidak lagi dilakukan oleh MPR melalui Sidang Umum MPR seperti pada era
rezim Orde Baru di bawah vibrasi kepeloporan Soeharto, tetapi dipilih secara
langsung oleh rakyat pada Pemilihan Umum/Pemilihan
Presiden. Perkembangan baru dalam vibrasi penataan sistem pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden ini ‘membuka peluang’ bagi munculnya ‘pemimpin bangsa’ yang
didukung, atau dikehendaki oleh ‘mayoritas
rakyat’ di republik ini.
Vibrasi
kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono yang muncul di pentas politik nasional sebagai Presiden NKRI pada tahun 2004, bukan merupakan
puncak luas siklus vibrasi kepeloporan yang berkembang dari latar belakang
profesinya sebagai seorang prajurit yang menduduki jabatan kemiliteran pada
tahun-tahun tertentu di era Orde Baru, melainkan ditentukan oleh vibrasi kepeloporan
pribadi serta vibrasi visi dan misi Susilo Bambang
Yudhoyono yang muncul dan tersirat dalam vibrasi politik tahun 2001.
Berdasarkan catatan-catatan
dan hasil pengamatan saya, vibrasi kepeloporan pribadi serta vibrasi visi dan
misi Susilo Bambang Yudhoyono mulai tersirat
di pentas politik nasional pada tahun 2001 sebagai “pencetus, pendorong serta
pemberi visi dan misi Partai Demokrat” yang didirikan pada tahun 2001. Dengan
demikian, luas siklus vibrasi kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono di pentas
politik nasional berkembang seiring dengan luas siklus vibrasi Partai Demokrat.
Perhatikan analisis berikut ini.
1. Angka 2001 (tahun tersiratnya vibrasi
kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono di pentas politik nasional sebagai
pencetus, pendorong serta pemberi visi dan misi Partai Demokrat yang didirikan
pada tahun 2001) kita jumlahkan dengan angka 3 (hasil penjumlahan angka
2+0+0+1, angka tahun 2001, tahun tersiratnya vibrasi kepeloporan Susilo Bambang
Yudhoyono di pentas politik nasional pada tahun 2001 sebagai pencetus,
pendorong serta pemberi visi dan misi Partai Demokrat yang didirikan pada tahun
2001). Hasil penjumlahannya adalah 2004. Peristiwa apakah yang muncul pada
tahun 2004 yang terkait erat dengan vibrasi kepeloporan Susilo Bambang
Yudhoyono?
Ternyata pada
tahun 2004 Susilo Bambang Yudhoyono yang diusung Partai Demokrat tampil di
pentas politik nasional sebagai calon Presiden dalam pemilihan presiden secara
langsung oleh rakyat, yang untuk pertama kali dilaksanakan sejak kemerdekaan
Indonesia pada tahun 1945. Dan pada pemilihan presiden secara langsung oleh
rakyat itu, Susilo Bambang Yudhoyono, secara mencolok, berhasil memperoleh dukungan
suara mayoritas rakyat peserta pemilihan umum, baik pada pemilihan putaran
pertama maupun pada pemilihan putaran kedua. Pada pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden putaran pertama, Susilo Bambang Yudhoyono yang berpasangan dengan
Jusuf Kalla unggul pada urutan pertama jumlah perolehan suara, disusul Megawati
Soekarnoputri yang berpasangan dengan Kyai Haji Hasyim Muzadi menempati urutan
kedua jumlah perolehan suara. Pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden
Amien Rais – Siswono Yudohusodo; Hamzah Haz – Agum Gumelar; dan Wiranto –
Salahudin Wahid tersisih pada pemilihan putaran pertama. Pada pemilihan putaran
kedua, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla berhasil memperoleh
suara terbanyak, yaitu 66.731.944 suara atau 60,9059 persen. Sedangkan pasangan
Megawati Soekarnoputri – Kyai Haji Hasyim Muzadi memperoleh 42.833.652 suara
atau 39,0941 persen. Dengan demikian, pada tahun 2004 vibrasi kepeloporan
Susilo Bambang Yudhoyono muncul sebagai Presiden NKRI hasil pemilihan langsung
oleh rakyat, yang pengambilan sumpah dan
pelantikannya dilakukan pada Sidang Umum MPR dalam bulan Oktober 2004.
Selain itu,
vibrasi kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono juga muncul dalam bidang keilmuan.
Pada tanggal 18 September 2004 Susilo Bambang Yudhoyono mempresentasikan
disertasinya di depan para penguji Institut Pertanian Bogor dalam ujian doktor.
Pada hari itu juga Susilo Bambang Yudhoyono dinyatakan lulus dan meraih gelar doktor.
Di samping itu, vibrasi kepeloporan Partai Demokrat pun menonjol dalam
perolehan suara pada pemilihan umum legislatif pusat, menduduki peringkat
keempat setelah Partai Golkar, PDI Perjuangan, dan Partai Persatuan
Pembangunan. Dengan demikian, vibrasi kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono yang
muncul pada tahun 2004 itu merupakan
vibrasi kepeloporan fenomena baru di
pentas politik nasional di era reformasi.
Bagaimanakah
perkembangan luas siklus vibrasi kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono sesudah
tahun 2004? Sesuai dengan kodrat dinamika vibrasi kebangkitan nasional baru (baca, Vibrasi Pergerakan Kemerdekaan dan Eksistensi
Bangsa Indonesia),
perkembangan luas siklus vibrasi kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono dapat
dijelaskan sebagai berikut.
2. Angka 1998
(tahun munculnya vibrasi reformasi yang
kuat dan dahsyat sebagai puncak perkembangan dinamika vibrasi kebangkitan
nasional tahun 1908 yang bermuara pada vibrasi tahun 1998) kita jumlahkan
dengan angka 6 (hasil penjumlahan angka 2+0+0+4, angka tahun 2004, tahun
munculnya vibrasi kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden). Hasil
penjumlahannya adalah 2004. Analisis ini memberi petunjuk bahwa vibrasi
kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono yang muncul pada tahun 2004 dalam
kaitannya dengan vibrasi reformasi yang
muncul pada tahun 1998 bisa bermakna ‘konstan’ dalam arti positif dan/atau
bermakna ‘stagnasi’ dalam arti negatif.
3. Angka 1999
(tahun pelaksanaan tuntutan vibrasi
reformasi yang muncul pada tahun 1998 sebagai puncak perkembangan dinamika
vibrasi kebangkitan nasional tahun 1908) kita jumlahkan dengan angka 6 (hasil
penjumlahan angka 2+0+0+4, angka tahun 2004, tahun munculnya vibrasi
kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden). Hasil penjumlahannya
adalah 2005. Analisis ini memberi petunjuk bahwa vibrasi kepeloporan Susilo
Bambang Yudhoyono yang muncul pada tahun 2004 dalam kaitannya dengan vibrasi tahun
1999 sebagai tahun ‘pelaksanaan tuntutan vibrasi
reformasi yang muncul pada tahun 1998 bisa bermakna ‘progres’ (meningkat,
berkembang) pada tahun 2005 dalam arti positif dan/atau dalam arti negatif.
Ternyata pada tahun 2005 ada makna ‘progres dalam arti positif yang muncul dari
vibrasi kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono menyangkut perundingan perdamaian
antara delegasi Pemerintah Indonesia
dan Gerakan Aceh Merdeka, di mana kedua belah pihak menandatangani perjanjian
perdamaian pada tanggal 15 Agustus 2005.
4. Angka 1998
(tahun munculnya vibrasi reformasi yang
kuat dan dahsyat sebagai puncak perkembangan dinamika vibrasi kebangkitan
nasional tahun 1908 yang bermuara pada vibrasi tahun 1998) kita jumlahkan
dengan angka 7 (hasil penjumlahan angka 2+0+0+5, angka tahun 2005, tahun
pertama masa jabatan kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono). Hasil
penjumlahannya adalah 2005. Analisis ini memberi petunjuk bahwa vibrasi
kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono yang muncul pada tahun2005 dalam kaitannya
dengan vibrasi reformasi yang muncul
pada tahun 1998 bisa bermakna ‘konstan’ dalam arti positif dan/atau bermakna
‘stagnasi’ dalam arti negatif.
5. Angka 1999
(tahun pelaksanaan tuntutan vibrasi
reformasi yang muncul pada tahun 1998 sebagai puncak perkembangan dinamika
vibrasi kebangkitan nasional tahun 1908) kita jumlahkan dengan angka 7 (hasil
penjumlahan angka 2+0+0+5, angka tahun 2005, tahun pertama masa jabatan kepresidenan
Susilo Bambang Yudhoyono). Hasil penjumlahannya adalah 2006. Analisis ini
memberi petunjuk bahwa vibrasi kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono yang muncul
pada tahun 2005, tahun pertama masa jabatan kepresidenan, dalam kaitannya
dengan vibrasi tahun 1999 sebagai tahun pelaksanaan tuntutan vibrasi reformasi
yang muncul pada tahun 1998, bisa bermakna ‘progres’ (meningkat, berkembang) pada
tahun 2006 dalam arti positif dan/atau negatif.
6. Angka 1998 (tahun munculnya vibrasi
reformasi yang kuat dan dahsyat sebagai puncak perkembangan dinamika
vibrasi kebangkitan nasional tahun 1908 yang bermuara pada vibrasi tahun 1998)
kita jumlahkan dengan angka 8 (hasil penjumlahan angka 2+0+0+6, angka tahun
2006, tahun kedua masa jabatan kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono). Hasil
penjumlahannya adalah 2006. Analisis ini memberi petunjuk bahwa vibrasi kepeloporan
Susilo Bambang Yudhoyono yang muncul pada tahun 2006, tahun kedua masa jabatan
kepresidenan, dalam kaitannya dengan vibrasi
reformasi yang muncul pada tahun 1998, bisa bermakna ‘konstan’ dalam arti
positif dan/atau bermakna ‘stagnasi’ dalam arti negatif.
7. Angka 1999 (tahun pelaksanaan tuntutan vibrasi reformasi yang muncul pada tahun 1998 sebagai puncak
perkembangan dinamika vibrasi kebangkitan nasional tahun 1908 yang bermuara
pada tahun 1998) kita jumlahkan dengan angka 8 (hasil penjumlahan angka 2+0+0+6,
angka tahun 2006, tahun kedua masa jabatan kepresidenan Susilo Bambang
Yudhoyono). Hasil penjumlahannya adalah 2007. Analisis ini memberi petunjuk
bahwa vibrasi kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono yang muncul pada tahun 2006,
tahun kedua masa jabatan kepresidenan, dalam kaitannya dengan vibrasi tahun
1999 sebagai tahun pelaksanaan tuntutan vibrasi
reformasi yang muncul pada tahun 1998, bisa bermakna ‘progres’ (meningkat,
berkembang) pada tahun 2007 dalam arti positif dan/atau negatif.
8. Angka 1998
(tahun munculnya vibrasi reformasi yang
kuat dan dahsyat sebagai puncak perkembangan dinamika vibrasi kebangkitan
nasional tahun 1908 yang bermuara pada vibrasi tahun 1998) kita jumlahkan
dengan angka 9 (hasil penjumlahan angka 2+0+0+7, angka tahun 2007, tahun ketiga
masa jabatan kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono). Hasil penjumlahannya
adalah 2007. Analisis ini memberi petunjuk bahwa vibrasi kepeloporan Susilo
Bambang Yudhoyono yang muncul pada tahun 2007 dalam kaitannya dengan vibrasi reformasi yang muncul pada tahun
1998, bisa bermakna ‘konstan’ dalam arti positif dan/atau ‘stagnasi’ dalam arti
negatif.
Catatan:
Dalam vibrasi tahun 2007 tersirat pula vibrasi kepeloporan Susilo
Bambang Yudhoyono yang muncul pertama kali pada tahun 2001 dalam kaitannya
dengan vibrasi kepeloporan yang muncul pada tahun 2004. Kodrat vibrasi yang
muncul pada tahun 2001 itu terkait erat dengan ‘politik’ dan ‘kepartaian’ yaitu
Partai Demokrat. Sedangkan kodrat vibrasi yang muncul pada tahun 2004 itu
terkait erat dengan ‘politik, kepartaian yaitu Partai Demokrat’ dalam
hubungannya dengan vibrasi kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono yang muncul
sebagai calon presiden yang diusung oleh Partai Demokrat dalam pemilihan
presiden tahun 2004, di mana Susilo Bambang Yudhoyono berhasil memenangkan
pemilihan presiden, dan menjadi presiden. Dengan demikian, dalam vibrasi tahun
2007 tersirat dua kodrat vibrasi yang tumpang tindih, yang berhubungan erat
dengan vibrasi kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono. Kodrat vibrasi seperti ini
patut diwaspadai. Perhatikan analisis berikut ini.
Angka 2001
(tahun yang di dalamnya tersirat vibrasi kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono
di pentas politik nasional sebagai pencetus, pendorong serta pemberi visi dan
misi Partai Demokrat yang didirikan pada tahun 2001) kita jumlahkan dengan
angka 6 (angka 2+0+0+4, angka tahun 2004, tahun munculnya vibrasi kepeloporan Susilo
Bambang Yudhoyono sebagai calon presiden yang diusung oleh Partai Demokrat pada
pemilihan presiden, di mana Susilo Bambang Yudhoyono berhasil memenangkan
pemilihan presiden dan menjadi presiden). Hasil penjumlahannya adalah 2007.
Analisis ini memberi petunjuk bahwa di dalam vibrasi tahun 2007 tersirat pula
luas siklus vibrasi tahun 2001 dalam kaitannya dengan vibrasi tahun 2004, yang
terkait erat dengan vibrasi kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono dan Partai
Demokrat sebagaimana telah saya kemukakan pada catatan di atas. Dalam vibrasi
tahun 2007 tersirat ‘vibrasi negatif’ yang bertujuan mencemarkan/menciderai
vibrasi kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono. Vibrasi negatif tersebut berhasil
dilewati, namun siklus vibrasi negatif lain yang patut diwaspadai oleh Susilo
Bambang Yudhoyono tersirat dalam vibrasi tahun 2010, 2013, dan 2016.
9. Angka 1999
(tahun pelaksanaan tuntutan vibrasi
reformasi yang muncul pada tahun 1998 sebagai puncak perkembangan dinamika
vibrasi kebangkitan nasional tahun 1908 yang bermuara pada tahun 1998) kita
jumlahkan dengan angka 9 (hasil penjumlahan angka 2+0+0+7, angka tahun 2007,
tahun ketiga masa jabatan kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono). Hasil
penjumlahannya adalah 2008. Analisis ini memberi petunjuk bahwa vibrasi
kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono yang muncul pada tahun 2007 dalam
kaitannya dengan vibrasi tahun 1999 sebagai tahun pelaksanaan tuntutan vibrasi reformasi yang muncul pada tahun
1998, bisa bermakna ‘progres’ (meningkat, berkembang) pada tahun 2008 dalam
arti positif dan/atau negatif.
10. Angka 1998
(tahun munculnya vibrasi reformasi yang kuat dan dahsyat sebagai puncak
perkembangan dinamika vibrasi kebangkitan nasional tahun 1908 yang bermuara
pada vibrasi tahun 1998) kita jumlahkan dengan angka 10 (hasil penjumlahan
angka 2+0+0+8, angka tahun 2008, tahun keempat masa jabatan kepresidenan Susilo
Bambang Yudhoyono). Hasil penjumlahannya adalah 2008. Analisis ini memberi
petunjuk bahwa vibrasi kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono yang muncul pada
tahun 2008 dalam kaitannya dengan vibrasi reformasi yang muncul pada tahun
1998, bisa bermakna ‘konstan’ dalam arti positif dan/atau bermakna ‘stagnasi’
dalam arti negatif.
11. Angka 1998
(tahun munculnya vibrasi reformasi yang
kuat dan dahsyat sebagai puncak perkembangan dinamika vibrasi kebangkitan
nasional tahun 1908 yang bermuara pada vibrasi tahun 1998) kita jumlahkan
dengan angka 11 (hasil penjumlahan angka 2+0+0+9, angka tahun 2009, tahun
terakhir masa jabatan kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono). Hasil
penjumlahannya adalah 2009. Analisis ini memberi petunjuk bahwa vibrasi
kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono yang muncul pada tahun 2009 dalam kaitannya
dengan vibrasi reformasi yang muncul
pada tahun 1998 bisa bermakna ‘konstan’ dalam arti positif dan/atau bermakna
‘stagnasi’ dalam arti negatif.
12. Angka 1999 (tahun pelaksanaan tuntutan vibrasi reformasi yang muncul pada tahun 1998 sebagai puncak perkembangan
dinamika vibrasi kebangkitan nasional tahun 1908) kita jumlahkan dengan angka
11 (hasil penjumlahan angka 2+0+0+9, angka tahun 2009, tahun terakhir masa
jabatan kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono). Hasil penjumlahannya adalah
2010. Analisis ini memberi petunjuk bahwa vibrasi kepeloporan Susilo Bambang
Yudhoyono yang muncul pada tahun 2009 dalam kaitannya dengan vibrasi tahun 1999
sebagai tahun pelaksanaan tuntutan vibrasi
reformasi yang muncul pada tahun 1998, bisa bermakna ‘progres’ (berkembang,
meningkat) pada tahun 2010 dalam arti positif dan/atau negatif.
13. Angka 2004 (tahun terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono sebagai
Presiden NKRI masa bakti lima tahun pertama [2004 – 2009] kita jumlahkan dengan
angka 11 (hasil penjumlahan angka 2+0+0+9, angka tahun 2009, tahun terakhir
masa jabatan kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono sekaligus tahun pelaksanaan
pemilihan umum dan pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat). Hasil
penjumlahannya adalah 2015. Analisis ini memberi petunjuk bahwa vibrasi
kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono masih tersirat secara konstan dan kuat dalam
kurun waktu tahun 2009—2015.
Memperhatikan
keseluruhan analisis di atas ini maka dapat saya katakan sebagai berikut.
Apabila luas siklus vibrasi kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono yang muncul
sebagai Presiden NKRI di pentas politik nasional masa bakti 2004 – 2009
bersifat ‘konstan’ dan ‘progres’ dalam arti positif yang tampak menonjol, dan masih
memperoleh simpati mayoritas rakyat peserta Pemilihan Umum, maka rakyat niscaya
akan memilih kembali Susilo Bambang
Yudhoyono sebagai Presiden untuk satu kali masa jabatan, sesuai ketentuan Pasal
7 UUD 1945, apabila pada Pemilihan Umum tahun 2009 Susilo Bambang Yudhoyono
masih berkeinginan mencalonkan diri kembali.
Patut dicatat
pula, bahwa munculnya vibrasi kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono di pentas
politik nasional Indonesia
terkait erat dengan vibrasi bencana yang menimbulkan derita nestapa. Pada
pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat tahun 2004, ketika Susilo Bambang Yudhoyono
sebagai calon presiden yang diusung oleh Partai Demokrat menghadiri acara SBY Fans Club di Tebet, Jakarta Selatan,
pada hari Minggu 8 Agustus 2004, Susilo Bambang Yudhoyono bersama Ebiet G. Ade
menyanyikan dua buah lagu berjudul “Berita
Kepada Kawan” dan “Untuk Kita
Renungkan”. Vibrasi kedua lagu ini
adalah vibrasi lagu yang bertema “bencana alam, yang menimbulkan derita nestapa”.
Dan ternyata, ketika Susilo Bambang Yudhoyono memenangkan pemilihan presiden
dan dilantik oleh MPR untuk mengemban tugas dan jabatan Presiden NKRI masa
bakti 2004 – 2009, terjadi bencana dahsyat (gempa bumi dan tsunami) di Aceh pada 26 Desember 2004. Kemudian, pada 28 Maret
2005 terjadi lagi gempa dan tsunami di
Pulau Nias. Dan ketika vibrasi kepeloporan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai
Presiden NKRI berlanjut untuk masa pengabdian 2009—2014, karena terpilih
kembali sebagai presiden pada pemilihan umum/pemilihan presiden secara langsung
oleh rakyat pada tahun 2009, terjadi lagi gempa dahsyat di selatan Tasikmalaya
pada 2 September 2009 dan gempa dahsyat di Sumatera Barat pada 30 September
2009 mengguncang nurani seluruh anak bangsa. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar