BAGIAN
KEEMPAT
Tao dalam kebangkitan Yesus
Dalam uraian tentang Tao dan
metamorfosa kita ketahui bahwa Tao
mengajarkan tentang adanya metamorfosa. Menurut kesaksian Injil, metamorfosa
pernah terjadi pada Yesus, sebelum Ia mati disalibkan di Golgota dan dikuburkan
oleh Yusuf, orang Arimatea (Matius 27:57 – 60, par.). Metamorfosa yang pernah
terjadi pada Yesus itu disaksikan dalam Matius 17:2 yang berbunyi: “Lalu Yesus berubah rupa di depan mata
mereka; wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih
bersinar seperti terang”. Transkripsi
teks bahasa Yunani berbunyi sebagai berikut: kai metemorphōthē emprosthen
auton, kai elampsen to prosōpon autou hōs ho hēlios, ta de himatia autou
egeneto leuka hōs to phōs. Perhatikan kata yang dicetak dengan huruf tebal,
metemorphōthē,
dari kata metamorphōmai, artinya “berubah rupa”. Penulis Injil Markus
mempergunakan kata yang sama seperti yang terdapat dalam Matius 17:2. Berdasarkan
kesaksian teks ini, untuk beberapa saat, Yesus berubah rupa dan pakaian-Nya pun berubah
rupa: wajah Yesus bercahaya
seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang. Metamorfosa
yang terjadi pada Yesus, dilihat oleh tiga orang murid-Nya yaitu Petrus,
Yakobus dan Yohanes. Selain itu, bukan saja terjadi metamorfosa pada Yesus,
tetapi juga terjadi penampakan yang dilihat oleh ketiga murid itu, yaitu penampakan
Musa dan Elia sedang berbicara dengan Yesus sebagaimana telah diuraikan di
atas.
Lalu, bagaimanakah Tao dalam kebangkitan Yesus? Dalam
Yohanes 10:17,18, Yesus (ketika masih hidup) pernah berkata kepada para
murid-Nya: “Bapa mengasihi Aku, oleh
karena Aku memberikan nyawa-Ku agar menerimanya kembali. Tidak seorangpun
mengambilnya dari Aku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri.
Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah perintah yang Kuterima dari Bapa-Ku.”
Perkataan Yesus sebagaimana dikutip di atas ini
terpenuhi pada hari ketiga setelah kematian-Nya. Yesus memperoleh kembali
nyawa-Nya. Yesus bangkit, bukan saja bangkit dari kubur Yusuf, orang Arimatea,
melainkan bangkit dari antara orang mati sebagaimana dirumuskan dalam Pengakuan
Iman Rasuli. Ia bangkit dari antara orang mati, setelah selama kematian-Nya, Ia
“turun” ke alam maut (Hades). Ia bangkit, tidak saja bangkit dalam arti “rising
from the death” dan “come back to life”, melainkan juga bangkit dalam arti “come
into being”, yaitu “kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal
Bapa, penuh anugerah dan kebenaran” (Yohanes 1:14). Inilah Tao dalam
kebangkitan Yesus: pada hari ketiga setelah Yesus mati dan dikuburkan di
kuburan Yusuf, orang Arimatea, Yesus mengalami metamorfosa. Tubuh jasmani Yesus
yang terletak sebagai jenazah di liang kubur Yusuf, orang Arimatea itu tidak
terlihat dan tidak ditemukan lagi pada hari ketiga. Tubuh jasmani Yesus yang
telah menjadi jenazah itu bukannya hilang lantaran dicuri orang, melainkan
telah “bangkit”.
Rasul Paulus menjelaskan tentang
kebangkitan tubuh sebagai suatu metamorfosa dalam 1 Korintus 15:35 –
52. Paulus memulai penjelasannya dengan kalimat bermajas interogasi sebagai
berikut: “Bagaimanakah orang mati dibangkitkan?
Dan dengan tubuh apakah mereka akan datang kembali?” Terhadap kalimat
bermajas interogasi ini Paulus memberikan uraiannya sesuai dengan Tao dan
metamorfosa dalam biologi sebagai berikut: “Apa
yang engkau sendiri taburkan, tidak akan tumbuh dan hidup, kalau tidak mati dahulu. Dan yang engkau taburkan
bukanlah tubuh tanaman yang akan tumbuh, tetapi biji yang tidak berkulit,
umpamanya biji gandum atau biji lain. Tetapi Allah memberikan kepadanya suatu tubuh,
seperti yang dikehendaki-Nya: Ia memberikan kepada tiap-tiap biji tubuhnya
sendiri….”
Dengan mengemukakan ilustrasi setiap
biji tumbuh-tumbuhan mempunyai tubuhnya sendiri-sendiri, Paulus menjelaskan
tentang metamorfosa tubuh manusia dan kemuliaannya pada ayat 40: “Ada tubuh surgawi dan ada tubuh duniawi,
tetapi kemuliaan tubuh surgawi lain daripada kemuliaan tubuh duniawi.” Dengan pernyataan ini Paulus menegaskan
tentang perihal kematian dan kebangkitan: “Demikianlah
pula halnya dengan kebangkitan orang mati. Tubuh yang ditaburkan dalam kebinasaan,
dibangkitkan dalam ketidakbinasaan. Yang ditaburkan dalam kehinaan,
dibangkitkan dalam kemuliaan. Ditaburkan dalam kelemahan, dibangkitkan dalam
kekuatan. Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh
rohaniah. …Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang alamiah, demikian
pula kita akan memakai rupa dari yang surgawi.” Demikianlah Tao dan metamorfosa rohaniah (surgawi) yang
rasul Paulus kemukakan tentang kebangkitan orang mati. Apa yang Paulus katakan:
“yang dibangkitkan adalah tubuh
rohaniah…; dan memakai rupa dari yang surgawi…”, sesungguhnya tepat seperti
kata Yesus kepada orang Saduki yang bertanya tentang kebangkitan. Kata Yesus: “…mereka
yang dianggap untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam
kebangkitan dari antara orang mati, …. mereka sama seperti malaikat-malaikat
dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan” (Lukas
20:35,36, par.).
Berdasarkan tinjauan di atas maka tubuh
Yesus yang bangkit pada hari ketiga setelah Ia mati disalibkan dan di
kuburkan di kuburan Yusuf, orang Arimatea, niscaya bukan tubuh alamiah (tubuh
duniawi), melainkan tubuh rohaniah atau tubuh surgawi yang diberikan oleh Allah.
Catatan
antara (bagian pertama)
Adji A. Sutama—dalam bukunya Yesus Tidak Bangkit? Menyingkap Rekayasa Yesus Historis dan Makam
Talpiot—menjelaskan tentang “tubuh Yesus-kebangkitan” pada halaman 166 –
170. Begini, penjelasan Adji A. Sutama:
- Tubuh-Kebangkitan – Paradoks Positif
1.
Tubuh-Kebangkitan
yang Jasmaniah sekaligus Rohaniah
a.
Tubuh-kebangkitan
yang Jasmaniah
Tubuh Yesus-kebangkitan adalah tubuh jasmani atau jasmaniah.
Hal ini lebih ditekankan atau lebih tampak misalnya dalam kisah Yesus
makan ikan goring (Luk. 24:42) dan dalam kisah perjumpaan Yesus dengan para
murid-Nya saat Ia mengatakan, “Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah
ini; rabalah Aku dan Lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya,
seperti yang kamu lihat ada pada-Ku” (Luk. 24:39; Yoh. 20:20), dan kepada
Tomas, “Taruhlah jarimu di sini dan Lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan
cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan
percayalah” (Yoh. 20:27).
b.
Tubuh-kebangkitan
yang Rohani
Tubuh Yesus-kebangkitan adalah tubuh rohani atau
rohaniah. Hal ini lebih ditekankan atau
lebih tampak misalnya dalam hal
penampakan Yesus secara tiba-tiba, sebagaimana Ia pun dapat menghilang
tiba-tiba (Luk. 24:31,36; Yoh. 20:19,26).
Paulus juga menjelaskan, “Yang ditabur adalah tubuh
alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah. Jika ada tubuh alamiah, maka
ada pula tubuh rohaniah” (1 Kor. 15:44). Dalam hal ini, tubuh rohaniah
dibedakan dari tubuh alamiah. Dengan perkataan lain, tubuh rohaniah tampaknya
tidak dipertentangkan dengan tubuh jasmaniah. Mungkin karena di dalam istilah “tubuh”
sudah ada pengandaian jasmaniah. Atau, tubuh selalu bersifat jasmaniah.
Demikian pula, metafora “dibangkitkan” (harafiah: dibangunkan) juga
mengandaikan kebangkitan badan (band. 2 Mak. 7:14). Gambaran harafiah “dibangunkan” adalah orang
yang dibangunkan dari keadaan tidur atau berbaring. Jadi, “orang mati yang
dibangkitkan” berarti orang yang secara tubuh (jasmaniah) dibangunkan (bnd.
Dan. 12:2, 13).
Perbedaan dasar antara tubuh rohaniah dan
tubuh alamiah tampaknya terdapat pada sifat kefanaannya (mortalitas). Tubuh
rohaniah bersifat immortal atau tidak
dapat mati lagi. Sedangkan tubuh alamiah bersifat fana atau dapat mati.
Kefanaan inilah yang tampaknya ingin ditekankan Paulus dalam frase daging dan darah, “Saudara-saudara, inilah yang hendak kukatakan kepadamu,
yaitu bahwa daging dan darah tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah dan
bahwa yang binasa tidak mendapat
bagian dalam apa yang tidak binasa (1 Kor. 15:50). Tubuh alamiah binasa,
sedangkan tubuh rohaniah tidak binasa. Jadi, frase “daging dan darah” dalam
konteks ini tidak dapat dipertentangkan dengan ide tubuh jasmaniah. Dalam
konteks ini, Paulus ingin menekankan bahwa tubuh alamiah akan binasa.
2.
Tubuh-Kebangkitan
yang Sinambung sekaligus Tak-sinambung
a.
Tubuh-kebangkitan
yang Sinambung (kontinu)
Hal ini lebih
ditekankan atau lebih tampak misalnya
dalam hal Yesus makan ikan goring; penunjukan ke tangan, kaki dan lambung-Nya; serta penegasan perihal “daging dan
tulang”-Nya (Luk. 24:39, 43; Yoh. 20:20, 27).
Ada hal yang sinambung antara tubuh Yesus sebelum
kematian-Nya dan tubuh Yesus sesudah kebangkitan-Nya, sehingga para murid dapat
mengenali Yesus-kebangkitan (Mat. 28:9, 17; Luk. 24:36-41; Yoh. 20:20, 24-31).
b.
Tubuh-kebangkitan
yang Tak-sinambung (diskontinu)
Hal ini lebih ditekankan
misalnya dalam hal penampakan Yesus yang tidak langsung dikenali oleh para
murid-Nya sendiri (Yoh. 20:15; 21:4; Mat. 28:17; Luk. 24:16) dan juga dalam
penampakan Yesus secara tiba-tiba, sebagaimana Ia pun dapat menghilang
tiba-tiba (Luk. 24:31, 36; Yoh. 20:19, 26).
Dalam uraian di atas, saya sengaja menggunakan
ungkapan “lebih ditekankan” atau “lebih tampak”. Tujuannya supaya dipahami
bahwa semua paradoks itu – jasmaniah sekaligus rohaniah; sinambung sekaligus
tidak sinambung – atau “sama sekaligus berbeda” sebaiknya dibiarkan saja atau
diterima apa adanya.
Jika kita perhatikan bahwa semua itu terdapat di dalam
teks PB, tampaknya semua itu memang sengaja dibiarkan “apa adanya” oleh jemaat
awal. Mereka tampaknya tidak bermaksud untuk “menyelesaikan” paradoks itu,
misalnya dengan menyingkirkan salah satu segi supaya tampak lebih logis atau
lebih mudah dipahami dengan rasio. Bagi orang moderen dengan rasionalitas dalam
oposisi biner: “ini yang benar atau itu yang benar” dan “tidak mungkin keduanya
benar sekaligus”, paradoks itu mungkin sulit diterima. Apa boleh buat kalau
memang sulit diterima oleh rasionalitas moderen. Namun, sebaiknya apa yang
sulit diterima rasio moderen tidak ditolak begitu saja, apalagi dengan
kesimpulan melompat bahwa semua hal itu menunjukkan kebohongan atau
ketidakhistorisan kebangkitan Yesus. Biarlah paradoks tetap menjadi paradoks.
B. Tubuh-Kebangkitan – Paradoks Negatif
1. Tubuh-Kebangkitan
Bukan Tubuh Jasmaniah
Oleh karena tubuh-kebangkitan adalah tubuh
rohaniah, istilah “jasmaniah” untuk tubuh-kebangkitan kurang tepat.
Tubuh-kebangkitan tidak lagi sepenuhnya tepat bila diungkapkan dengan istilah jasmaniah, sebagaimana yang kita kenal dalam bahasa sehari-hari.
Jika kita perhatikan bahwa tubuh-kebangkitan yang jasmaniah itu
parallel dengan tubuh-kebangkitan
yang sinambung (1a dan 2a), pemaknaan dari “jasmaniah” terkait dengan
“sinambung”. Namun, apabila dihubungkan dengan tubuh-kebangkitan yang rohani
yang parallel dengan tubuh-kebangkitan yang tak-sinambung (1b dan 2b), istilah jasmaniah menjadi kurang tepat dan perlu
ditulis “jasmaniah” (dalam tanda petik). Singkatnya, tubuh-kebangkitan bukan
tubuh jasmaniah seperti yang kita
kenal saat ini.
Mungkin pembaca akan bertanya: “Jika kurang
tepat, mengapa istilah jasmaniah masih
digunakan di atas?” Jawabnya: Terpaksa digunakan sebab bahasa kita terbatas.
Istilah itu berguna sebagai titik berangkat pemahaman. Istilah itu berguna
sebagai prapaham atau bahan perbandingan. Jika pemahamannya sudah diraih,
istilah itu sebaiknya ditulis dalam tanda petik (“jasmaniah”).
2. Tubuh-kebangkitan Bukan Tubuh Rohaniah
Demikian
pula halnya dengan istilah rohaniah, yang
berakar pada kata roh. Dalam bahasa sehari-hari, kita
biasanya menggunakan istilah ini dalam pertentangannya dengan tubuh. Sedemikian rupa pertentangan
keduanya sehingga ada tubuh dan ada roh. Hal ini tidak berlaku pada
tubuh-kebangkitan.
Jika kita perhatikan bahwa tubuh-kebangkitan yang rohaniah itu parallel
dengan tubuh-kebangkitan yang tak-sinambung (1b dan 2b), pemaknaan dari
“rohaniah” terkait dengan “tak-sinambung”. Namun, apabila dihubungkan dengan
tubuh-kebangkitan yang jasmaniah yang parallel dengan tubuh-kebangkitan yang
sinambung (1a dan 2a), istilah rohaniah menjadi
kurang tepat dan perlu ditulis “rohaniah”. Singkatnya, tubuh-kebangkitan bukan
tubuh rohaniah seperti yang kita
kenal saat ini.
Tanda petik pada istilah “jasmaniah” maupun “rohaniah” berguna untuk
mengungkapkan bahwa bahasa atau definisi kita tidak cukup untuk mengungkapkan
makna tubuh-kebangkitan yang paradoks: tubuh sekaligus roh sekaligus utuh.
Sampai di sini kita dapat kembali ke langkah pertama namun dengan tanda
petik. Tubuh-kebangkitan adalah tubuh yang “jasmaniah” sekaligus “rohaniah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar