(kritik terhadap
cara berpikir orang modern)
Oleh: A. G.
Hadzarmawit Netti
Catatan pendahuluan
Sebelum
mencermati opini Zet Malelak berjudul “Nuh, Yusuf dan Musa [kritik terhadap
cara berpikir orang modern]” (Timor Express, Senin, 7 Desember 2015, hlm.4), ada
dua hal yang ingin saya catat sebagai bagian pendahuluan dari tulisan ini.
Pertama, saya ingin
memperhatikan latar belakang pendidikan
dan profesi Zet Malelak yang menyebut dirinya sebagai akademisi dan motivator. Ketika
melacak di internet, saya temukan petunjuk bahwa Zet Malelak menyandang gelar Insinyur (sarjana teknik sipil pertanian)
dan gelar M.Si (Master of Science). Ia
adalah Dekan Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Kristen Artha
Wacana (UKAW) Kupang dan juga sebagai Direktur Pusat Pelatihan Pertanian dan
Pedesaan Swadaya (P4S) Mardika NTT.
Kedua, saya ingin
mengemukakan garis besar peta sejarah Alkitab berkenaan dengan zaman kehidupan
Nuh, Yusuf dan Musa, yang menjadi judul sekaligus pokok bahasan Zet
Malelak. Untuk hal ini, saya merujuk
pada data dalam Good News Bible,
halaman 355 dan Harper’s Bible
Dictionary. Berkenaan dengan pembabakan kurun waktu [tahun] dalam garis
besar peta sejarah Alkitab yang disebutkan dalam tulisan ini hanya merupakan kira-kira atau dugaan semata-mata yang ditetapkan oleh para ahli sejarah Alkitab.
Adapun pembabakan garis besar peta sejarah Alkitab berkenaan dengan zaman kehidupan Nuh, Yusuf
dan Musa adalah sebagai berikut:
1. Permulaan
[Zaman Prasejarah]:
Kejadian-kejadian pada zaman prasejarah [kurun waktu/tahunnya tak dapat diperkirakan
dan/atau ditentukan]. Beberapa kejadian utama yang dapat ditonjolkan dalam
kurun waktu ini yaitu Penciptaan; Adam dan Hawa di Taman Eden; Kain dan Habel; Nuh
dan Air Bah; Menara Babel. Mengenai Nuh, baca Kejadian pasal
6 sampai pasal 9, dyb.
2. Zaman
Praleluhur Israel: Kurun waktu kira-kira mulai tahun 2000 Sebelum
Masehi [SM] sampai tahun 1800 SM. Abraham datang ke Palestina kira-kira pada
tahun 1900 SM; kurun waktu ketika Isak dilahirkan untuk Abraham; kurun waktu ketika Yakub dilahirkan untuk Ishak;
kurun waktu Yakub memiliki dua belas anak yang kemudian menjadi leluhur dua
belas suku Israel; kurun waktu di mana Yusuf menjadi anak yang paling
menonjol dan/atau paling utama di antara kedua belas anak Yakub yang menjadi Penasihat Raja Mesir dan Kuasa atas seluruh
tanah Mesir, kira-kira pada tahun 1800 SM. Mengenai Yusuf, baca Kejadian pasal 37 sampai
Kejadian pasal 50, dyb.
3. Zaman
Perbudakan di Mesir: orang-orang Israel keturunan-keturunan Yakub
diperbudak di Mesir, kira-kira antara tahun 1700 SM sampai kira-kira tahun 1250
SM. Dalam kurun waktu tersebut, kira-kira pada tahun 1250 SM Musa
memimpin orang-orang Israel keluar dari Mesir.
Dan selama 40 tahun, yaitu antara kira-kira tahun 1250 SM sampai
kira-kira tahun 1210 SM Musa dan orang-orang Israel
mengembara /berkelana di gurun. Dalam kurun waktu itu pula Musa menerima Sepuluh
Hukum di Gunung Sinai. Setelah Musa meninggal, maka Yosua, yang menggantikan Musa,
memimpin orang-orang Israel melakukan invasi (penyerangan/serbuan) dan pendudukan atas Kanaan kira-kira pada
tahun 1210 SM. Mengenai Musa, baca Keluaran pasal 2 sampai
Keluaran pasal 25; dan pasal-pasal dalam kitab Ulangan. Demikianlah garis besar
peta sejarah Alkitab yang terkait dengan Nuh, Yusuf dan Musa.
Mencermati opini Zet Malelak
Pada
alinea pertama (sesuai dengan artikelnya yang dipublikasikan di Timex) Zet
Malelak [selanjutnya akan saya singkatkan, ZM] katakan bahwa Nuh, Yusuf dan
Musa adalah tiga tokoh ilmuwan Kitab Suci yang pernah langsung mendapat mandat
dari Allah untuk mengatasi hal yang paling mendasar dalam kehidupan isi dunia
atau ciptaan-Nya. Dan pada alinea terakhir, ZM tegaskan lagi bahwa Nuh sebagai
ahli bencana, Yusuf ahli pertanian dan ekonomi, dan Musa ahli pembebasan.
Pernyataan ini tidak benar. Nuh, Yusuf dan Musa bukan tokoh ilmuwan Kitab Suci
atau tokoh ahli seperti yang dikatakan ZM. Mereka adalah orang-orang yang
berkenan di hati Allah, dipilih dan ditugaskan oleh Allah untuk mengemban misi
Allah dalam konteks kehidupan pada zaman mereka masing-masing.
Mengenai Nuh
ZM
mengatakan bahwa Nuh seorang Expert Disaster. Dia merupakan ahli penanganan
bencana yang super hebat yakni bencana hujan lebat selama lebih kurang 40 hari…
Nuh membuat sebuah proyek penyelamatan yang sangat terencana, berbasiskan ilmu
pengetahuan dengan tingkat ketelitiannya yang tinggi. ZM takjub bahwa pada
zaman itu sudah ada seorang yang berpikir preventif jangka panjang dan sangat
tersistem di mana suatu masa yang mengandalkan hal-hal yang tidak modern. Lebih
lanjut ZM mengemukakan ketakjubannya terhadap Nuh berkenaan dengan konsep,
teori dan praksis; perhitungan-perhitungan ilmiah (ontologis, epistemologis dan
aksiologis)…; bagaimana Nuh menghitung besarnya kapal, ruang dalam kapal,
jumlah makanan dan minuman untuk persediaan selama kurang lebih 40 hari
sehingga cukup, dan yang menarik tidak ada laporan terjadi bencana dalam kapal,
kekurangan makanan dan lainnya…
Apa
yang dikatakan oleh ZM tentang Nuh sebagaimana dikutip di atas ini tidak sesuai
dengan kesaksian Alkitab. Yang sebenarnya ialah “Nuh adalah seorang yang benar
dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul
dengan Allah” (Kejadian 6:9). Bahtera yang Nuh buat dari kayu gofir dengan konstruksi
serta ukuran sebagaimana tertulis dalam Kejadian 6:14—16 itu bukan berdasarkan
keahlian/ilmu pengetahuan dengan tingkat ketelitian yang tinggi yang dimiliki
oleh Nuh, melainkan berdasarkan petunjuk Allah. Jadi, Nuh mengerjakan bahtera
itu sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Allah kepadanya. Nuh
tidak mengetahui samasekali perhitungan-perhitungan ilmiah (ontologis,
epistemologis dan aksiologis). Nuh juga tidak tahu tentang konsep plasma nutfah
(ekologi). Nuh bukan seorang tokoh ilmuwan (Kitab Suci) atau akademisi seperti
ZM. Nuh hanya melakukan petunjuk Allah. Dalam pasal 6:22 dikatakan: “Lalu Nuh
melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah
dilakukannya.” Dalam pasal 7:5 sekali lagi dikatakan: “Lalu Nuh melakukan
segala yang diperintahkan TUHAN kepadanya.” Dengan demikian, “Allah adalah
Perancang ‘proyek penyelamatan yang sangat terencana, fantastis dengan tingkat
ketelitian yang tinggi berbasis ilmu pengetahuan’ [frasa dalam tanda petik
tunggal berasal dari ZM]. Jadi, bukan Nuh yang menjadi perancang. Nuh hanya
melaksanakan atau mengerjakan rancangan yang ditetapkan oleh Allah. Dengan
demikian, ZM telah menyingkirkan kemahakuasaan dan peranan Allah berkenaan
riwayat Nuh dan Air bah.
Mengenai Yusuf
ZM mengatakan bahwa Yusuf juga seorang tokoh ilmuwan
(Kitab Suci); ahli pertanian dan ekonomi. Pertanyaan saya: apakah benar
demikian?
Mau
tahu tentang siapa itu Yusuf, silakan baca Kejadian 37:1-36; 39:1-23; Kejadian
pasal 42 sampai pasal 51, dyb. Dalam Kejadian 39:2 dikatakan, “TUHAN menyertai
Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya”
(baca juga ayat 3). Dalam pasal 39:21 dikatakan bahwa “TUHAN menyertai Yusuf
dan melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya…” Dalam ayat 23 dikatakan pula bahwa
TUHAN menyertai dia [Yusuf] dan apa yang dikerjakannya dibuat TUHAN berhasil. Berkenaan
dengan karunia menafsirkan/mengartikan mimpi, Yusuf berkata kepada Firaun:
“Bukan sekali-kali aku, melainkan Allah juga yang akan memberitakan
kesejahteraan kepada Tuanku Firaun” (pasal 41:16). Yusuf berakal budi dan
bijaksana, serta seorang yang penuh dengan Roh Allah (pasal 41:37-39). Karena
itu Firaun melantik Yusuf menjadi kuasa atas seluruh tanah Mesir, agar Yusuf (yang penuh dengan Roh Allah, serta berakal
budi dan bijaksana) dapat mengatur strategi pemerintahan bagi kesejahteraan
rakyat Mesir dalam menghadapi tujuh tahun bencana kelaparan setelah mengalami
masa kelimpahan tujuh tahun (baca pasal 41:14-57, dyb).
Berdasarkan
tinjauan di atas ini, maka ZM seharusnya tidak perlu berpikir dan
bertanya-tanya keheranan, “bagaimana Mesir yang tidak ada hujan atau hanya <
200mm, dapat menghasilkan pangan yang hebat pada zaman itu…” Sebab, kejadian
kelimpahan selama tujuh tahun kemudian berganti dengan kelaparan selama tujuh
tahun (baca pasal 41:17-36; 37-57) itu adalah ketentuan Allah bagi Mesir di
bawah kekuasaan Firaun, yang diberitahukan oleh Allah melalui mimpi Firaun dan
yang ditafsirkan atau diartikan oleh Yusuf berdasarkan hikmat dari Allah (perhatikan
ayat 25 dan 32).
Selain
itu, orang yang cerdas dan kritis akan bertanya kepada ZM, dari sumber manakah
ZM tahu bahwa pada zaman Yusuf dan Firaun di Mesir tidak ada hujan atau hanya
< 200 mm saja? Dan juga tidak masuk akal sehat jika ZM membandingkan keadaan
musim dan aktivitas pertanian di Mesir pada zaman Yusuf dan Firaun dengan
keadaan musim dan aktivitas bercocok tanam di negara kita. Perhatikan
pernyataan ZM yang saya kutip: “Dan, juga Yusuf menentukan hanya ada tiga musim
di Mesir yakni musim banjir, musim tanam dan musim panen. Pada saat musim
banjir maka tidak boleh ada aktivitas pertanian. Tetapi negara kita memutuskan
musim tanam pada saat musim banjir dan ini salah.” Pernyataan ZM ini sangat
konyol… Coba ZM sebutkan atau tunjukkan: dengan undang-undang dan/atau peraturan pemerintah nomor berapa,
tahun berapa, pemerintah memutuskan musim tanam di Indonesia pada saat musim
banjir. Bukankah bagi kita di Indonesia, kecuali di daerah pertanian beririgasi
teknis, para petani kita niscaya selalu bercocok tanam pada musim hujan [bukan
pada musim banjir]?
Berkenaan
dengan kisah Yusuf, sama halnya dengan riwayat Nuh dan air bah, ZM
menyingkirkan peranan Allah dalam kehidupan Yusuf.
Mengenai Musa
Untuk
mengetahui siapa itu Musa serta mengapa dan bagaimana Musa diutus TUHAN untuk
melepaskan orang-orang Israel dari perbudakan di Mesir, bacalah kitab Keluaran
mulai pasal 2 dan pasal-pasal selanjutnya, dan juga pasal-pasal lain dalam
kitab Ulangan. Musa adalah tokoh yang diutus Allah kepada Firaun untuk membawa
orang-orang Israel keluar dari Mesir (Keluaran 3:10) ke negeri yang
berlimpah susu dan madu, yaitu ke tempat
orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus
(3:8,17), Untuk misi itulah Allah menyertai Musa (3:12,14). Namun ZM lupa, dan
karena itu salah, ketika ZM tidak menyebut Harun, kakak Musa, yang pandai
bicara sebagai pendamping dan/atau penyambung lidah Musa (4:10-17).
Benar,
seperti kata ZM, Musa adalah penerima sepuluh perintah Allah. Akan tetapi ZM
salah ketika menulis sebutannya dalam bahasa Inggris: The Ten Commandaman. Sebutan/penulisan yang benar ialah The
Ten Commandment. Selanjutnya, ZM berkata, “Musa dengan konsep ‘Mari ke
Kanaan’ ajakan spektakuler, mari kita tinggalkan negeri perbudakan, penindasan
Mesir.” Pernyataan ini pun salah. Membawa keluar orang-orang Israel dari
perbudakan di Mesir ke Kanaan itu bukan konsep dari Musa, melainkan konsep dari
Allah (Keluaran 3:8,10,17; Ulangan 32:49, dyb); dan untuk merealisasikan konsep
itu, Allah mengutus dan memberi tugas kepada Musa yang didampingi oleh Harun
sebagai penyambung lidah, karena Musa tidak pandai bicara (4:10, 14-16). Akan
tetapi ZM salah: Musa hanya memimpin orang-orang Israel keluar dari Mesir dan
mengembara selama 40 tahun di gurun, kemudian Musa mati (Ulangan 32:48-52;
34:1-8) Sesudah Musa mati, Allah berfirman kepada Yosua untuk memimpin
orang-orang Israel menyeberangi sungai Yordan, menuju ke negeri perjanjian [Kanaan]
yang akan Allah berikan kepada orang-orang Israel (Yosua 1:1, dyb). Mengenai
Yosua, Musa [sebelum mati] telah meletakkan tangan ke atasnya (Ulangan 34:9).
Namun,
ada suatu pernyataan yang sangat konyol, ketika ZM berkata: “Yang menjadi
menarik bagi saya mengapa harus tinggalkan Mesir? Dan mengapa ke Kanaan tidak
ke NTT, tidak ke Kupang…?” Terhadap pertanyaan ini orang-orang cerdas yang
berpikiran sehat akan bertanya: apakah pada zaman Musa memimpin orang-orang
Israel keluar dari Mesir pada kira-kira tahun 1250 sampai tahun 1210 Sebelum
Masehi, sudah ada suatu daerah kepulauan yang disebut Nusa Tenggara Timur, dan
apakah sudah ada pula suatu kota bernama Kupang di Pulau Timor? Apakah Nusa
Tenggara Timur dan khususnya Kupang berdekatan dengan Kanaan, dan termasuk ke
dalam daerah tujuan orang-orang Israel yang Musa pimpin untuk keluar dari Mesir
berdasarkan perintah Allah ? Ah, rupanya ZM sedang mengigau!
Pada
alinea ke-22 artikel ZM sebagaimana termuat di Timex edisi Senin, 7 Desember
2015, ZM berkata begini: “Apa yang ingin saya sampaikan kepada publik dari
tulisan ini apa yang menjadi benang merahnya, yakni; zaman maju era moderen,
segudang politikus dan bergudang-gudang para ahli, ratusan universitas dengan
berbagai teknologi dan peralatan yang canggih. Tetapi Indonesia, NTT masih
dililit kemiskinan, krisis pangan dan gizi, bencana banjir dan asap,
pengangguran, kerusakan lingkungan hidup, krisis air bersih, gelombang tenaga
kerja ke luar negeri yang tinggi baik yang legal maupun ilegal dan berbagai
persoalan sosial yang semakin menjadi-jadi.”
Pernyataan
ZM sebagaimana dikutip di atas ini sangat lebih dari keadaan sebenarnya.
Meskipun demikian, bolehlah kita terima sebagai realitas di mana ZM sebagai
seorang akademisi dan motivator pertanian yang punya panggilan dan tanggung
jawab untuk menawarkan upaya-upaya penanggulangan berbagai masalah dan/atau
persoalan yang dikeluhkan, terhisab juga di dalamnya. Yang ingin saya koreksi
berkenaan dengan pernyataan ZM di atas ialah ungkapan “benang merah” yang
dipergunakan oleh ZM. Arti kiasan ungkapan “benang merah” yaitu “sesuatu yang
menghubungkan beberapa hal (faktor) sehingga menjadi suatu kesatuan”. Yang
menjadi pertanyaan ialah: “apakah
gerangan sesuatu (hal/faktor) yang terjadi pada zaman Nuh [dalam zaman
prasejarah], Yusuf [kira2 pada tahun 1800 SM] dan Musa [kira2 antara tahun 1250
SM sampai tahun 1210 SM] yang
menghubungkan sesuatu (hal/faktor) yang terjadi pada masa kini [tahun 2015,
2016, dst.] di Indonesia dan NTT sehingga
menjadi suatu kesatuan?” Kelihatannya ZM mengusut “benang merah” yang
sangat “absurd” (tidak masuk akal; mustahil; menyebabkan tertawa). Karena itu
saya mengajak ZM untuk melihat realitas masa kini untuk membangun masa depan.
Menoleh kembali ke masa lalu untuk merenungkan peristiwa masa lalu itu tidak
salah, malah penting, namun sebatas memungut nilai-nilai moral yang positif dan
bermartabat dalam rangka membangun masa depan yang berpengharapan.
ZM
mengeluhkan, “Segumpal persoalan tidak terselesaikan persoalannya mengapa kita
tidak mampu menyelesaikannya, atau paling kurang menguranginya? Jawabannya
adalah sederhana dan hanya satu yakni kita mengalami krisis kepemimpinan, bukan
kita tidak memiliki sumber daya baik manusia maupun alam dan jaringan tetapi
sepertinya kepemimpinan terjebak dalam arus politik yang tidak politik.” Menurut ZM, “kita mengalami krisis
kepemimpinan”. Akan tetapi ZM tidak menyingkapkan “faktor apa yang menyebabkan
kita mengalami krisis kepemimpinan, dan bagaimana menanggulangi krisis
kepemimpinan”. ZM menduga, “sepertinya kepemimpinan terjebak dalam arus politik
yang tidak politik”. Akan tetapi ZM tidak menunjukkan jalan keluar dari arus
politik yang tidak politik ke arus politik yang politik!
Sebagai
seorang akademisi dan motivator, seharusnya ZM memberikan petunjuk dan jalan
keluar bagi kita yang sedang dikepung berbagai krisis, teristimewa krisis
kepemimpinan yang dikatakan oleh ZM sendiri. Namun ternyata—sebagai ganti saran
dan/atau petunjuk sebagai jalan keluar dari krisis—ZM menyindir para pemimpin
kita berdasarkan pengetahuan dan pemahamannya yang sempit dan dangkal mengenai
Nuh, Yusuf dan Musa, sebagai berikut: “Firaun
bermimpi tujuh tahun kelimpahan tujuh tahun kesengsaraan, Yusuf
menyelesaikannya dengan baik. Pak Jokowi bermimpi Nawacita. Pak Frans Lebu Raya
bermimpi provinsi jagung, ternak, cendana, koperasi pariwisata. Pak Ayub Titu Eki bermimpi tanam paksa, paksa tanam dan kami
semua bermimpi negara adil makmur tetapi sayangnya tetapi setelah kami
terbangun kami semua kehilangan identitas” (alinea terakhir atau alinea
ke-25).
Berkenaan
dengan sindiran ZM yang tidak lurus sebagaimana dikutip di atas ini, saya ingin
meluruskannya sebagai berikut: “Firaun
bermimpi [makna tersembunyi] tujuh tahun kelimpahan dan tujuh tahun kelaparan]
yang tak dapat ditafsirkan oleh siapa pun, tetapi Yusuf [yang berakal budi dan
bijaksana karena dipenuhi dengan Roh Allah] dapat menafsirkan makna mimpi
Firaun, sehingga Firaun mengangkat Yusuf menjadi kuasa atas Mesir untuk
berikhtiar menanggulangi krisis kelaparan
tujuh tahun setelah mengalami masa kelimpahan tujuh tahun; dan Yusuf
berhasil karena Allah memberkati pekerjaan Yusuf.” Mimpi Firaun dan arti
mimpi yang disingkapkan oleh Yusuf itu harus dipahami berdasarkan perkataan
Yusuf dalam Kejadian 41:25: “…Kedua mimpi tuanku Firaun itu sama. Allah telah
memberitahukan kepada tuanku Firaun apa yang hendak dilakukannya.” Perhatikan pula ayat 28: “…Allah telah
memperlihatkan kepada tuanku Firaun apa yang hendak dilakukan-Nya.” Dan ayat
32: “Sampai dua kali mimpi itu diulangi bagi tuanku Firaun berarti: hal itu
telah ditetapkan oleh Allah dan Allah akan segera melakukannya.”
“Pak Jokowi
bermimpi Nawacita,” itu
adalah cita-cita dan rencana pembangunan Pak Jokowi sebagai Presiden RI. “Pak Frans Lebu Raya bermimpi provinsi
jagung, ternak, cendana, koperasi, pariwisata,” itu adalah rencana/program
pembangunan Pak Frans Lebu Raya sebagai Gubernur NTT. “Pak Ayub Titu Eki bermimpi tanam paksa, paksa tanam,” itu adalah rencana/program kerja Pak Ayub Titu
Eki sebagai Bupati Kabupaten Kupang. Cita-cita Pak Jokowi, Pak Frans Lebu Raya
dan Pak Ayub Titu Eki tidak sama dengan mimpi Firaun dan peranan Yusuf dalam
menanggulangi mimpi Firaun. Dan berkenaan dengan program pertanian di Provinsi NTT sebenarnya ZM tidak
pantas melontarkan kritik dan sindiran, karena ZM adalah seorang akademisi
pertanian sekaligus seorang motivator pertanian, yang seyogianya menawarkan
solusi yang visible.
“… dan kami
semua bermimpi negara adil makmur tetapi sayangnya… setelah kami terbangun kami
semua kehilangan identitas.” Keprihatinan yang dikemukakan oleh ZM
sebagaimana dikutip ini benar-benar
memprihatinkan. Kenapa? Karena kata “bermimpi” yang ZM pergunakan dalam kalimat
tersebut bukan berarti “melihat [mengalami] sesuatu dalam mimpi pada waktu
tidur”, melainkan menyarankan arti “berkhayal” atau “berangan-angan yang
bukan-bukan”.
Dengan
demikian saya mau mengatakan: janganlah berkhayal atau berangan-angan yang
bukan-bukan tentang negara adil makmur
tanpa kesadaran dan tanggung jawab untuk bekerja keras! Sangat banyak faktor
yang turut menentukan keberhasilan perjuangan untuk mencapai keadilan dan
kemakmuran. Jadi, janganlah bermimpi: janganlah berkhayal! Janganlah
berangan-angan yang bukan-bukan!
Bekerjalah
sebaik-baiknya dan bersandarlah pada Allah. Wujud-nyatakanlah dalam kehidupan
dan karyamu “Iman, harap, dan kasih” seraya ingatlah selalu bahwa yang terbesar
di antara ketiganya itu ialah “kasih” seperti kata rasul Paulus dalam 1
Korintus 13:13: “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih,
dan yang paling besar di antaranya ialah kasih”; maka dewasa ini banyak
orang telah menganut moto (semboyan, pedoman, prinsip) dalam hidup dan kerja
mereka: “Demikianlah ada empat hal dalam hidup ini, yaitu iman, pengharapan, kasih dan uang, dan yang terbesar di
antaranya adalah uang”.
Dan
oleh karena “uang” yang disuperprioritaskan maka muncullah ketamakan
akan uang atau cinta
akan uang. Menurut rasul Paulus, inilah akar segala kejahatan (1
Timotius 6:10). Ayat utuhnya berbunyi begini: “Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah
beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan
berbagai-bagai duka”. Surat
1Timotius ditulis kira-kira menjelang akhir abad pertama. Kini, di abad kedua
puluh satu, 1Timotius 6:10 itu dapat dikontekstualisasikan sebagai berikut: “Karena akar segala kejahatan ialah serakah
[loba, tamak, rakus] akan uang. Dan oleh sebab perbuatan mencuri, merampok, dan
mengorupsi uanglah banyak orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa diri
mereka dengan berbagai-bagai duka dirumah tahanan dan rumah penjara.”
Inilah sesungguhnya krisis identitas (krisis jati diri; krisis spiritualitas;
krisis moral)! ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar