Oleh: A.
G.Hadzarmawit Netti
SETELAH
mengalami pengalaman spiritual dan beberapa kejadian yang saya yakini sebagai
“mukjizat” sebagaimana telah diwedarkan dalam tulisan berjudul, “Tentang
Mukjizat dan Pengalaman Spiritual (Tanggapan terhadap Ioanes Rakhmat) Bagian
III Beta” (halaman 10 - 18), maka pengalaman spiritual selanjutnya yang saya
alami antara bulan Oktober 2001 sampai 9
Desember 2001 akan saya kisahkan di bawah ini.
Pada
9 Oktober 2001 saya memasuki gerbang usia 61 tahun. Pada malam harinya, saya
membaca lagi Mazmur 90:10-12 yang saya baca dan renungkan pada 1 Februari 2001,
ketika istri saya [Maria] memasuki gerbang usia 59 tahun, dan ketika pernikahan
saya dan Maria memasuki usia 32 tahun. “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika
kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah penderitaan; sebab
berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap. Siapakah yang mengenal kekuatan
murka-Mu dan takut kepada gemas-Mu? Ajarlah kami menghitung hari-hari kami
sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.” Demikianlah bunyi Mazmur 90:10-12. Ayat-ayat ini saya baca beberapa kali,
kemudian saya renungkan. Dan setelah tenggelam dalam renungan yang cukup lama,
saya berkata: “Ya ALLAH, tujuh puluh
tahun ke depan bagi hamba-Mu yang saat ini genap berusia enam puluh tahun
hanyalah tujuh langkah ke depan. Karena itu, sekarang ini, pada saat hamba telah
memasuki gerbang usia enam puluh tahun, hamba mohon—sesuai syair lagu tema
kehidupan [Tahlil 76:3]: Kuminta pakai
aku – sehingga ajalku; Di dalam pekerjaan – yang akan hormat-Mu; Di mazbah
kutertaruh – imam dan Penebus; Kunanti akan dikau –dan api yang kudus”.
Setelah
tenggelam dalam kontemplasi yang khusyuk [penuh penyerahan dan kebulatan hati],
saya mengalami suatu pengalaman spiritual yang sangat menakjubkan [very marvelous], ajaib [weird; miraculous], yang saya sifatkan
sebagai suatu mukjizat. Pengalaman spiritual yang saya alami itu begini:
Tiba-tiba
saya mendengar suara yang menuntun saya berkata: “Almodat Godlief Hadzarmawit Netti. Sekarang aku akan menuntun engkau
ke tempat kesudahan, agar engkau dapat menyaksikan kehidupan yang berlangsung
di sana.” Maka seketika itu juga
saya pun berangkat bersama suara yang menuntun saya [entah di
dalam tubuh entah di luar tubuh, tetapi saya menyadari bahwa tubuh saya tetap
tergolek di lantai kamar tidur]. Perjalanan ke tempat kesudahan itu sungguh menakjubkan.
Hanya dalam beberapa helaan napas saja, saya dibawa ke pinggiran suatu tempat
yang kelam. Di situ, suara yang menuntun saya berkata: “tempat ini adalah tempat tangis dan kertak
gigi. Jiwa orang-orang yang hidup tidak sesuai dengan kehendak ALLAH dicampakkan
ke situ. Juga jiwa orang-orang yang melakukan dosa yang tidak dapat diampuni,
jiwa mereka pun dicampakkan ke situ.”
Kemudian,
saya dibawa ke suatu tempat lain yang luas. Tempat itu dibatasi dengan
dinding-dinding kristal yang tembus
pandang. Dan pada dinding-dinding kristal itu terdapat sangat banyak
lubang-lubang komunikasi. Ada cahaya
yang menerangi tempat itu, tetapi pengaruh cahaya itu merangsang kegelisahan
dan kerinduan. Ada sangat banyak deretan
tempat duduk yang terbuat dari kristal, dan di setiap tempat duduk kelihatan
sosok-sosok seperti malaikat yang duduk di situ; semuanya kelihatan berjubah keputih-putihan;
sosok-sosok itu hidup dalam kerinduan dan pengharapan yang teramat sangat untuk
segera beralih ke tempat kesenangan abadi, yaitu serambi kerajaan surga,
yang dapat dipandang melalui dinding-dinding kristal yang layaknya sebagai suatu tembok
pemisah. Suara yang menuntun saya mengatakan: “Itulah tempat purgatory. Itulah
tempat jiwa orang-orang yang telah mati menjalani proses pembersihan dari dosa
atau kesalahan yang dapat diampuni. Ketika masih hidup berbadan di dunia,
mereka percaya akan Yesus dan berbuat baik, tetapi sering melakukan dosa yang
dapat diampuni. Di purgatory, jiwa-jiwa yang telah menggenapi proses
pembersihan, akan segera melejit melalui lubang-lubang komunikasi ke serambi
kerajaan surga untuk bergabung bersama-sama dengan jiwa orang-orang saleh yang
menikmati kesenangan surgawi.” Kemudian, suara yang menuntun saya berkata: “Jiwa ayahmu, Hanok Netti, juga ada di purgatory,
dikungkung kerinduan yang teramat sangat untuk dapat melejit ke serambi
kerajaan surga.” Lalu tiba-tiba saya
mendengar suara ayah berkata kepada saya: “Lief,
doakan papa, agar papa cepat berpindah ke serambi kerajaan surga.”
Dari
tempat yang bernama purgatory, suara
yang menuntun saya menyuruh untuk memandang ke serambi kerajaan surga yang dapat dilihat dari dinding kristal
yang tembus pandang. Alangkah indahnya
serambi kerajaan surga! Terlihat
sosok-sosok seperti malaikat berjubah putih meta (putih sekali) duduk
berkelompok-kelompok, penuh suka cita dan kedamaian. Suara yang menuntun saya
menjelaskan bahwa sosok-sosok itu adalah jiwa orang-orang saleh yang ketika
masih hidup berbadan di dunia, mereka sungguh-sungguh taat dan beriman kepada
Yesus, dan senantiasa hidup dalam rahmat pengampunan Yesus, Juruselamat.
Kemudian saya melihat sebuah istana yang kemegahannya tidak dapat dibandingkan,
tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Istana itu dikelilingi oleh
lapisan-lapisan aura keemasan. Lalu suara yang menuntun saya berkata: “Itulah
Istana Kerajaan Surga! Yesus,
yang engkau imani ada di dalam istana kerajaan surga; berada di sisi ALLAH yang
mahakuasa! Di dalam istana kerajaan surga ada malaikat-malaikat kudus yang
senantiasa memuliakan ALLAH dan Yesus yang telah dinobatkan oleh ALLAH sebagai
penguasa.” Tiba-tiba seberkas cahaya
berwarna violet (ungu lembayung) memancar ke wajah saya, dan cahaya itu sangat menyilaukan.
Saya pejam-pejamkankan mata beberapa saat, dan ketika saya membuka mata, saya
telah berada di ruang kamar saya yang sepi….
Demikianlah
pengalaman spiritual yang saya alami pada malam hari Selasa, 9 Oktober 2001
memasuki dini hari Rabu, 10 Oktober 2001. Pengalaman spiritual itu membuat saya
panik: bingung, gugup, takut dengan mendadak sehingga tidak dapat berpikir
dengan tenang. Berulang-ulang kali
timbul pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran
saya: pertanda apakah ini? Apakah ini merupakan alamat kematian yang
bakal saya alami segera dalam bulan Oktober 2001 setelah saya genap berusia 61
tahun pada 9 Oktober 2001? Apakah kematian
akan terjadi atas diri saya dalam bulan November atau Desember 2001, sehingga
pengalaman spiritual yang saya alami itu merupakan suatu alamat agar saya
berbenah diri dan berserah kepada ALLAH yang
saya imani di dalam Yesus, Juruselamat?
Sebagai
manusia yang memiliki ambisi untuk memperoleh atau meraih cita-cita sesuai
dengan pilihan hidup, saya benar-benar merasa galau. Pikiran saya
sungguh-sungguh kacau, dan lebih dari itu saya mengalami cemas hati (merasa
sangat gelisah, takut dan khawatir). Hasrat hidup dalam diri saya angkat suara,
menolak kematian, sebab cita-cita belum tercapai. Pada detik-detik tertentu,
ada suara terbersit dalam kalbu saya: “Ya, ALLAH, jikalau hamba-Mu ini harus mati pada
hari-hari mendatang menjelang akhir tahun 2001 ini, hamba pasrah saja
kepada-Mu, tetapi perkenankanlah hamba untuk menempati salah satu tempat di
serambi kerajaan surga yang telah hamba saksikan keindahan dan kesenangannya
dengan perantaraan suara yang
menuntun hamba-Mu ini !”
Perasaan
galau dan cemas hati semakin mencengkam hidup saya dari hari ke hari, antara dini
hari Rabu, 10 Oktober 2001 sampai dengan hari Sabtu malam, 10 November 2001.
Pada hari Sabtu malam, 10 November 2001 saya mengalami keresahan yang luar
biasa. Sekitar jam sebelas malam, saya bangunkan istri saya (Maria) yang tidur
di kamar sebelah. Saya minta dia untuk tolong mendukung saya dalam doa. Saya
katakan: “Maria…, tolong dukung saya dalam
doa agar saya dapat kuat bertahan, karena saya mengalami pergumulan spiritual yang
sangat berat, antara hidup dan mati…” Setelah berkata demikian, saya
kembali ke kamar saya. Berselang beberapa menit kemudian, suara yang menuntun saya
berkata: “Almodat Godlief Hadzarmawit
Netti…! Maria salah berdoa! Lantaran panik, Maria tidak mendukungmu dalam
doanya, melainkan ia melakukan doa penyerahan begini: Ya, ALLAH Bapa…! Hamba
sesungguhnya enggan berpisah dengan suami hamba dalam menempuh hidup ini.
Tetapi jikalau Engkau hendak memanggil pulang suami hamba melalui kematian,
berikanlah ketabahan dan kekuatan batin bagi hamba dan anak-anak hamba….”
Berdasarkan
pemberitahuan suara yang menuntun saya sebagaimana dikisahkan di atas, saya
segera memanggil istri saya. “Maria,
kemari sebentar. Ada sesuatu yang ingin saya tanyakan dan beri tahukan
kepadamu.” Maria segera datang
menemui saya, dan saya langsung berkata kepadanya: “Maria, kausalah berdoa. Saya harapkan dukungan doamu kepada Tuhan agar
saya diberi ketabahan dan kekuatan batin dalam menghadapi pergumulan spiritual berat
yang saya sedang alami ini; bukan doa penyerahan yang saya mintakan seolah-olah
saya segera akan mati.” Maria
menjawab dengan suara tergagap-gagap: “Pa, saya bingung, pa…! Saya tidak tahu mau
berdoa bagaimana, pa! Terpaksa saya berdoa begitu…” “Ya, kembalilah ke
kamarmu, dan berdoa; minta Tuhan kuatkan saya yang sedang mengalami pergumulan
spiritual yang sangat berat sekarang ini.” Lalu, Maria segera kembali ke
kamarnya….
Menjelang
jam 03.00 dini hari Minggu, 11 November 2001, setelah berpikir ulang-alik
antara hidup dan mati, saya membulatkan hati untuk bersedia menerima kematian.
Dengan mantap saya berkata: “Ya, ALLAH
dalam Yesus, Juruselamat! Sekarang hamba siap menyambut kematian. Jikalau
sekarang ini juga hamba mati meninggalkan istri dan anak, hamba bangga, karena
Engkau telah memberikan kesempatan hamba hidup di dunia ini enam puluh tahun,
satu bulan, sepuluh hari. Karena itu, ya ALLAH, sekarang ini, pada dini hari
Minggu, 11 November 2001 ini juga, cabutlah nyawa hamba…!”
Setelah
mengalami kesenyapan beberapa saat, suara yang menuntun saya berkata
begini: “Almodat Godlief Hadzarmawit
Netti…! Jangan berpikir tentang mati! Belum tiba saatnya engkau mati. Engkau
masih diperkenankan untuk hidup bersama istri dan anak-anakmu. ALLAH mengetahui
cita-cita dan harapanmu. Tenangkanlah pikiran dan batinmu. Dan besok pagi, hari
Minggu, 11 November 2001, engkau harus pergi menghadiri kebaktian pertama di
gereja Paulus di bilangan Kelurahan Naikoten 1 Kupang. Pembacaan firman Tuhan
pada kebaktian pertama hari Minggu besok, akan menjawab pergumulanmu.”
Pada
hari Minggu, 11 November 2001, pagi-pagi benar, saya pergi berbakti di gereja
Paulus di bilangan Kelurahan Naikoten 1 Kupang. Suara yang menuntun saya
menyuruh saya untuk mengambil Warta Pelayanan Jemaat untuk disimpan sebagai
dokumen pribadi, karena dalam Warta Pelayanan Jemaat itu tercantum pembacaan
Alkitab yang di dalamnya terdapat ayat-ayat
yang dapat dikenakan terhadap pergumulan spiritual yang sedang dialami.
Saya mengikuti kebaktian dengan penuh khusyuk. Nats pembimbing terambil dari
Mazmur 133:1; pembacaan Mazmur terambil dari Mazmur 34:2-11; dan pembacaan
Alkitab terambil dari Mazmur 133:1-3. Suara yang menuntun saya berkata: “Camkan baik-baik. ALLAH menjawab pergumulan
spiritualmu dalam Mazmur 34:5-9 :
‘Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala
kegentaranku. Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri,
dan tidak akan malu tersipu-sipu. Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN
mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya. Malaikat TUHAN
berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan mereka.
Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang
berlindung pada-Nya!’.” Kemudian, suara
yang menuntun saya berkata lebih lanjut: “Ingat, mulai hari ini, engkau tidak usah berpikir tentang mati. ALLAH mengasihi engkau, dan masih
memberikan engkau kesempatan hidup untuk mengeluarkan buah demi kemuliaan Nama
ALLAH. Sebab pada tahun 1967 di Papela, Kecamatan Rote Timur, ALLAH pernah
memakai engkau untuk membela harkat keilahian dan kemanusiaan Yesus yang
dinista dalam suatu upacara keagamaan.” {Mengenai
peristiwa ini, bacalah kesaksian yang saya wedarkan dalam tulisan “Tentang
Mukjizat dan Pengalaman Spiritual” (Tanggapan terhadap Ioanes Rakhmat) Bagian
III Alfa), halaman 11 – 17}.
Setelah selesai kebaktian saya
kembali ke rumah dengan suka cita. Segala kebimbangan dan kepanikan sirna. Pada tanggal 11 November 2001 malam saya
memperoleh anjuran dan petunjuk dari suara yang menuntun saya untuk
berdoa pada setiap jam 9, 12, dan jam 3, baik pada waktu siang
maupun pada waktu malam. Dan apabila ada sesuatu aral
sehingga pada jam-jam doa (9, 12, 3) itu tidak dapat berdoa,
maka cukuplah melakukan doa batin, dengan cara “membatin”
yaitu memikir dalam hati, atau memikirkan sampai meresap ke dalam hati kalimat
doa singkat: “Ya ALLAH yang maha kasih di dalam Yesus (Kurios dan Juruselamat),
kasihanilah hamba-Mu Almodat Godlief Hadzarmawit Netti yang lemah dan berdosa
ini!” Demikianlah saya melakukan
doa batin, entah di rumah atau di luar
rumah, jika pada jam 9, 12, dan jam 3 saya berhalangan sehingga tidak
sempat berdoa. Suara yang menuntun saya berkata: “Itulah jam doa Yesus dan murid-murid-Nya: Jam
9 adalah jam ketiga; jam 12 adalah jam keenam; dan jam 3 adalah
jam kesembilan. Pada jam-jam itulah
Yesus dan murid-murid-Nya berdoa.”
Pada
hari Sabtu malam, 17 November 2001 saya memperoleh petunjuk dari suara
yang menuntun saya untuk mengikuti
kebaktian pertama di gereja Paulus pada hari Minggu, 18 November 2001. “Pembacaan Alkitab pada kebaktian pertama
itu akan memberikan arahan bagimu dalam menjalani kehidupan,” demikianlah suara
yang saya dengar. Keesokan harinya, Minggu, 18
November 2001, saya bergegas ke gereja Paulus untuk menghadiri kebaktian
pertama. Warta Pelayanan Jemaat yang di dalamnya terdapat petunjuk tentang
pembacaan Alkitab saya ambil dan simpan sebagai dokumentasi. Nats pembimbing
terambil dari Filipi 1:21-22; dan pembacaan Alkitab terambil dari Filipi
1:12-26.”
Selanjutnya, pada hari Sabtu, 24
November, setelah berdoa pada jam 00.00 atau jam 12.00 tengah malam, suara
yang menuntun saya berkata: “Besok, Minggu, 25 November 2001 engkau harus memakai celana putih dan
kemeja putih, setelah itu tunggu saja di rumah, karena akan datang utusan dari gereja
OE MAT HONIS menjemput engkau untuk berbakti dan dibaptis
di sana.” Pagi-pagi sekali saya segera bangun, lalu mandi, dan berpakaian
serbaputih sesuai petunjuk yang saya terima semalam. Setelah itu saya duduk di
kamar untuk menunggu kedatangan utusan dari gereja OE MAT HONIS yang akan
menjemput saya untuk berbakti dan
dibaptis di sana. Sementara duduk
menunggu, terdengar suara berkata: “Sementara
menunggu kedatangan utusan dari gereja OE
MAT HONIS, bacalah Injil Yohanes
3:16.”
Saya
segera membuka Alkitab, lalu membaca Injil Yohanes 3:16. Setelah berulang-ulang
kali membaca Injil Yohanes 3:16, suara berkata: “Sekarang, bacalah ayat itu, tetapi kata “dunia” dan kata “supaya
setiap orang” yang terdapat dalam ayat itu diganti dengan nama lengkapmu. Bacalah berkali-kali.” Saya
segera membaca Injil Yohanes 3:16 sesuai petunjuk dari suara yang menuntun saya. “Karena
begitu besar kasih Allah akan Almodat Godlief Hadzarmawit Netti, sehingga Ia
telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya Almodat Godlief Hadzarmawit
Netti yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang
kekal.”
Berkali-kali
saya baca Yohanes 3:16 menurut versi yang dianjurkan suara yang menuntun saya. Tiba-tiba,
saya merasa ubun-ubun (bagian kepala dekat dahi) saya seolah-olah terbuka,
kemudian terasa seperti udara sejuk menyusup masuk, meresap perlahan-lahan ke seluruh organ kepala, kemudian meresap ke
rongga dada, perut; meresap ke organ
tangan, paha dan kaki, sampai ke telapak kaki. Saya merasa kaget dan
bertanya-tanya dalam hati: “pertanda apa gerangan ini?” Lalu, saya melihat jam dinding: Ternyata
hari sudah jam 12.00 siang.
Lalu suara
yang menuntun saya berkata: “Almodat
Godlief Hadzarmawit Netti! Engkau telah dibaptis di OE MAT HONIS!” Serta-merta saya bergumam: “Bagaimana saya telah dibaptis di OE
MAT HONIS, sementara saya masih berada di rumah sambil menunggu utusan yang
akan menjemput saya ke OE MAT HONIS? Spontan
saya dengar suara berkata: “Bukankah engkau ini etnis Timor, yang
sepatutnya mengerti arti kata OE MAT
HONIS? Bukankah OE MAT HONIS artinya,
AIR SUMBER HIDUP, yaitu Yesus yang telah kaubaca
dalam Injil Yohanes 3:16 itu?” Spontan saya berujar: “Terima kasih, ya ALLAH! Terima kasih, ya Yesus! Kuminta pakai aku,
sehingga ajalku; di dalam pekerjaan, yang akan hormat-Mu….!”
Setelah
saya berujar demikian, suara menimpali: “Sebagai tanda, maka mulai saat ini engkau harus berhenti merokok dan
berhenti minum bir. Ingat, ini semata-mata sebagai suatu tanda; bukan karena
rokok dan bir itu dosa!” Maka mulai siang hari itu juga, Minggu, 25
November 2001 saya tidak lagi berselera untuk merokok dan minum bir hingga
kini. Pada hal, sejak tahun 1963 sampai dengan
bulan Februari 2001, saya merokok lima bungkus sehari, dan sejak tahun
1992 hingga Februari 2001 saya minum bir
empat botol sehari.
Pada
hari Sabtu, 01 Desember 2001, setelah selesai berdoa pada jam 09.00 malam, suara yang menuntun saya berkata: “Almodat Godlief Hadzarmawit Netti! Besok,
hari Minggu, 02 Desember 2001, engkau harus mengikuti kebaktian pertama di
gereja Paulus. Ingat, Warta Pelayanan Jemaat harus kauambil untuk jadikan
dokumentasi. Pembacaan Alkitab pada kebaktian besok akan menjadi pedoman bagimu
untuk senantiasa berjaga-jaga.”
Keesokan
harinya, Minggu, 02 Desember 2001 saya mengikuti kebaktian di gereja Paulus.
Pembacaan Alkitab terambil dari Injil Lukas 12:35-48. Dan benar, tema pembacaan
Alkitab ini memperingatkan saya agar senantiasa berjaga-jaga. “Menanti-nantikan
kedatangan tuan” dalam pembacaan ini saya pahami bukan dalam arti “menanti-nantikan kedatangan Tuhan Yesus”, melainkan
“menanti-nantikan kedatangan kematian, entah pada tengah malam atau dinihari”. Pembacaan
ini menyadarkan saya untuk menjalani hidup yang berpatutan dengan kehendak
Tuhan, dan senantiasa harus berjaga-jaga.
Selanjutnya,
pada hari Sabtu, 08 Desember 2001 malam setelah selesai berdoa pada jam 00.00
(jam 12.00) tengah malam, saya dianjurkan oleh suara yang menuntun saya agar mulai hari Minggu, 09 Desember 2001 dan
seterusnya, saya harus mengikuti kebaktian minggu di gereja Imanuel Oepura
Kupang. Saya diwajibkan untuk mengikuti acara kebaktian pertama yang dimulai
pada jam 06.00 pagi. Saya tidak diperkenankan untuk mengikuti acara kebaktian
kedua maupun acara kebaktian ketiga.
Dengan
demikian, mulai dari hari Minggu, 09 Desember 2001 sampai dengan hari Minggu,
11 Desember 2011 [selama sepuluh tahun], saya mengikuti kebaktian pertama di
gereja Imanuel Oepura tanpa mengalami sesuatu apa pun yang menghalangi. Pada
musim hujan, sekali pun pada malam hari dan/atau dini hari Minggu hujan turun
lebat, saya tidak khawatir. Pada saat saya telah mempersiapkan diri ke gereja
untuk berbakti, hujan berhenti, sehingga saya leluasa berjalan ke gereja yang
jaraknya lebih-kurang seribu meter dari rumah saya, tanpa mempergunakan payung;
dan setelah tiba di gereja baru hujan turun.. Apakah ini bukan sebuah mukjizat
yang ALLAH lakukan buat saya?
Ioanes
Rakhmat berkata: “… bagi orang modern,
mustahil hukum-hukum alam dilanggar oleh suatu kekuatan apapun…” dan, “Sekali lagi perlu ditegaskan, jika
hukum-hukum alam dilanggar, jagat raya akan tergoncang dan ambruk, dus
menghukum si pelanggarnya dan semua isi jagat raya.” (2013:45). Ternyata
dalil yang Ioanes Rakhmat kemukakan ini tidak benar! Selama sepuluh tahun [mulai
hari Minggu, 09 Desember 2001 sampai hari Minggu, 11 Desember 2011], ketika setiap
hari Minggu saya mengikuti kebaktian pertama pada jam enam pagi, hujan berhenti,
sekalipun beberapa menit sebelumnya terjadi hujan lebat. ALLAH berkenan menghentikan curah hujan, sama artinya dengan ALLAH melanggar dan/atau meniadakan
hukum-hukum alam. Dan ternyata, jagat raya tidak tergoncang dan ambruk! Kawasan
sekitar gereja Imanuel Oepura di Kupang tidak tergoncang dan ambruk. Ternyata, Ioanes
Rakhmat-lah yang pada akhirnya mengalami kegoncangan iman [mungkin pada tahun
2011]dan ambruk lantaran dibius oleh roh sains modern yang fana.
Begitu
pula dengan suara yang menuntun saya sebagaimana
diwedarkan di atas maupun yang disaksikan dalam “Tanggapan Bagian III Beta”,
halaman 10-18. Apakah suara yang menuntun dan mendisiplinkan saya itu
bukan suatu mukjizat yang telah ALLAH lakukan
dalam hidup saya? Pengalaman spiritual
ini bukan pengalaman perithanatos atau
pengalaman “dekat kematian” atau “menjelang kematian” seperti yang dikatakan
oleh Ioanes Rakhmat dalam bukunya (2013:153-155). Pengalaman spiritual yang
saya alami adalah suatu pengalaman
tuntunan “disiplin keselamatan” atau pengalaman tuntunan “disiplin
pembebasan” (dari kata Yunani paideia
sōteria) yang ALLAH sendiri lakukan dengan perantaraan Roh Kudus. Paulus [si penganiaya jemaat
mula-mula] mengalami pengalaman spiritual seperti ini (Kisah Para Rasul 9:3-9;
26:12-15); Ananias, seorang murid Tuhan di Damsyik, juga mengalami pengalaman
spiritual seperti ini (Kisah Para Rasul 9:10-17); dalam 2 Korintus 12:1-4, Paulus
mengisahkan pengalaman spiritualnya seperti ini; dalam Kisah Para Rasul 10,
Petrus mengalami pengalaman spiritual seperti ini; dan Yohanes mengalami
pengalaman spiritual seperti ini juga di pulau Patmos (Wahyu 1:9-20, dyb).
Tuntunan
“disiplin keselamatan atau” tuntunan “disiplin pembebasan” yang saya alami
sebagai suatu pengalaman spiritual sebagaimana diwedarkan di atas ini sangat
istimewa. Selama sepuluh tahun [genap]—sejak minggu kedua bulan Desember 2001,
tanggal sembilan, sampai dengan minggu kedua bulan Desember 2011, tanggal
sebelas—saya dituntun dan didisiplinkan untuk berbakti di gereja Imanuel Oepura,
Kupang. Setelah itu, pada tanggal 18 Desember 2011 saya ditahbiskan menjadi
penatua di Jemaat Gunung Sinai Naikolan, Kupang. Sebenarnya penahbisan penatua
Jemaat Gunung Sinai Naikolan—sesuai ketetapan Pendeta sebagai Ketua Majelis
Gereja setempat—dilaksanakan pada kebaktian
hari Minggu kedua, tanggal 11 Desember 2011. Ketika saya menerima
pemberitahuan seperti itu, saya langsung berdoa dalam kamar saya: “Ya, ALLAH yang mahakasih dalam Yesus
Kristus. Hamba-Mu ini belum genap sepuluh tahun berbakti di gereja Imanuel
Oepura, jika pada hari Minggu, 11 Desember 2011 hamba-Mu ini akan ditahbiskan
menjadi penatua di Jemaat Gunung Sinai Naikolan. Karena itu hamba berserah diri
kepada-Mu, ya ALLAH, seraya memohon perkenanan-Mu, agar acara penahbisan
penatua di Jemaat Gunung Sinai Naikolan dapat diundurkan pelaksanaannya pada
hari Minggu, 18 Desember 2011; sehingga dengan demikian hamba-Mu ini dapat
berbakti genap sepuluh tahun di gereja Imanuel Oepura pada hari Minggu, 11
Desember 2011.”
Ternyata
doa dan perhohonan saya ALLAH kabulkan. Begitu selesai berdoa, saya peroleh
pemberitahuan bahwa acara penahbisan penatua Jemaat Gunung Sinai Naikolan tidak
jadi dilaksanakan pada kebaktian Minggu, 11 Desember 2011 melainkan baru akan
dilaksanakan pada kebaktian Minggu, 18 Desember 2011. Dengan demikian, saya
dapat mengikuti kebaktian hari Minggu, 11 Desember 2001 di gereja Imanuel
Oepura, genap sepuluh tahun, barulah saya pindah ke gereja Gunung Sinai
Naikolan, terhitung mulai hari Minggu, 18 Desember 2011, karena saya
ditahbiskan menjadi penatua untuk masa pelayanan 2011 – 2015. Dan kini, saya
terpilih lagi sebagai penatua Jemaat Gunung Sinai Naikolan untuk masa pelayanan
2015 – 2019. Apakah dalam peristiwa ini tidak terdapat kejadian yang bersifat
mukjizat?
Berkenaan
dengan pengalaman spiritual yang intens yang saya alami sebagaimana dikisahkan
di atas, saya ingin mengutip suatu asumsi sains modern yang dikemukakan oleh
Ioanes Rakhmat dalam bukunya (2013:162), sebagai berikut: “Jadi, pengalaman-pengalaman spiritual yang intens, seperti pengalaman
perjumpaan dengan Yesus yang mengubah kehidupan seseorang (yang umum diklaim
oleh orang Kristen “lahir baru”), khususnya yang dialami orang yang sudah
berusia lanjut, ternyata memperkecil volume sirkuit hippokampus dalam otaknya,
dan keadaan ini tentu akan makin mempercepat kehilangan daya ingat (= pikun)
dan makin mempermudah dirinya jatuh ke dalam stres dan depresi….” Bagi saya, asumsi sains modern yang
dikemukakan oleh Ioanes Rakhmat yang saya kutip ini, sangat omong kosong! Sekali
lagi: omong kosong! Dengan demikian, Ioanes Rakhmat hanyalah seperti
peribahasa ini: “A cat with a silver color is none the better mouser”.
Sejak
saya mengalami pengalaman spiritual yang intens pada tahun 2001 [ketika itu
saya memasuki usia 60 tahun], sampai sekarang, tahun 2016 [saya memasuki usia
75 tahun], saya tidak mengalami kehilangan daya ingat atau pikun, dan saya
tidak mengalami stres atau depresi! Sebaliknya, daya ingat saya semakin baik;
saya semakin tajam otak [cerdas. pandai, mudah mengerti]; tajam pikiran; tajam
tilik [sangat teliti]; membaca buku apa saja yang tebal-tebal, termasuk buku gado-gado Ioanes Rakhmat berjudul Beragama dalam Era Sains Modern (2013) tebal:
i-xv hlm.; bab 1 – 14 [hlm.1 – 413]; lampiran 1 – 3 [hlm.427 – 443];
biografi, indeks, tentang penulis [hlm. 447 – 493], saya hanya membaca satu
kali saja; dalam tempo dua hari selesai, langsung mengetahui isinya dan
langsung membuat catatan-catatan tanggapan.
Selain
itu, setelah mengalami pengalaman spiritual yang intens sejak tahun 2001, saya
mengalami kemajuan luar biasa dalam aktivitas membaca buku-buku, menulis
naskah-naskah buku dan artikel-artikel berkenaan dengan sastra, teologi, filsafat,
dan lain-lain.
Artikel-artikel
saya dapat dibaca di blog: www.bianglalahayyom.blogspot.com. Mengenai buku
saya, Vibrasi Sejarah Pergerakan
Kemerdekaan dan Vibrasi Eksistensi Bangsa Indonesia (B You Publishing
Surabaya 2010), nama saya dikagumi dan dikomentari oleh reviewer luar negeri dalam 24 bahasa
bangsa-bangsa/negara, yang dapat diselisik dan dibaca melalui http://literat.org/en/netti-almodat-godlief-hadzarmawit-vibrasi-sejarah... Sejak pertengahan
tahun 2013 laman ini sudah dinonaktifkan, sehingga tidak dapat lagi diselisik di
internet. Tetapi datanya telah saya unduh dan simpan di laptop saya.
Berikut
ini saya kutip komentar dalam dua bahasa: “Netti, Almodat Godlief Hadzarmawit
Zeigt natürlich die Aufklärung eines einsamen, betrachten Einsiedler und das
Flair eines Rockstar in der gleichen Zeit…” (bahasa Jerman). “Netti, Almodat
Godlief Hadzarmawit Parousiazei phusika tēn phōpsē tou monachikos, to
endechomeno erēmitēs kai ē klisē tēs rockstar tēn idia stigmē…” (bahasa
Yunani). Saya terjemahkan: “Netti, Almodat Godlief Hadzarmawit secara alamiah [dengan wajar] memberikan
pencerahan dari kesunyian [keterpencilan], perenungan pertapa, dan bakat
seorang [pengarang] rockstar pada saat yang sama…”
Buku
berikutnya, Sajak-Sajak Chairil Anwar
dalam Kontemplasi (B You Publishing Surabaya 2011), saya dikomentari dalam
empat bahasa: “According to Timorese scholar of Indonesian literature A. G.
Hadzarmawit Netti…” (Inggris); “Gemäss dem Timorese Gelehrten der indonesischen
Literatur betonen A. G. Hadzarmawit Netti…” (Jerman); “Selon le savant Timorese
d’A. G. Hadzarmawit Netti de littérature indonésien…” (Prancis); “Secondo
studioso Timorese di litteratura indonesiana A. G. Hadzarmawit Netti…”
(Italia). Saya terjemahkan: “Menurut orang Timor ahli [pandai] sastra
Indonesia, A. G. Hadzarmawit Netti…” Di
sini, “scholar” saya tidak terjemahkan “sarjana”, karena pendidikan formal saya
hanya sebatas SMA Negeri Bagian A [Jurusan Sastra] di Kupang, Timor, tamat
[lulus ujian] tahun 1963.
Ada
empat karya tulis saya tercatat (terdapat) di Virtual International Authority
File [VIAF], dan lima bendera di belakang nama saya, yaitu:
International Security Number Identification (ISNI); Library of Congress NACO
(Amerika Serikat); National Library of the Netherlands (Belanda); National
Library of Australia (Australia); dan Sudoc (ABES) France (Prancis). Empat
karya tulis saya tercatat (terdapat) juga di WorldCat’Identities,
tersimpan di 45 perpustakaan (library holdings).
Dan
lebih dari itu, nama saya tercatat sebagai Author di BookerWorm.com: The Home of Great
Writing.
Sebagai Author yang tercatat di BookerWorm.com, nama saya pernah berada dalam
urutan nama para Authors dunia sebagai berikut:
Author Profile – A. G. Hadzarmawit Netti – BookerWorm.com; Author Profile – Charles Dickens –
BookerWorm.com; Author Profile Harbans
Lal Badhan – BookerWorm.com; Author
Profile – Delfin Fresnosa – BookerWorm.com;
Author Profile – Anna Maria Rose Wright – BookerWorm.com; Author Profile
– Diane Dunwell-Hoffman – BookerWorm.com; Author Profile – Abdessaid Cherkaoui
– BookerWorm.com; Author Profile – Stephen King – BookerWorm.com: Author
Profile – Karl Barth – BookerWorm.com; Author Profile – William Shakespeare –
BookerWorm.com (Sumber: author profile bookerworm.com – Google
Search 12/11/2014 17:50).
Semua
yang saya singkapkan di atas ini adalah realitas faktual yang melekat pada diri
saya lantaran kasih ALLAH di dalam Yesus
Kristus (Kurios dan Juruselamat) yang saya imani, serta
tuntunan dan bimbingan ALLAH dengan
perantaraan Roh Kudus. Berdasarkan
realitas faktual yang dilatarbelakangi pengalaman spiritual intens yaitu
tuntunan “disiplin keselamatan” dan/atau tuntunan “disiplin pembebasan”
yang ALLAH
perkenankan saya alami pada tahun 2001 itu, maka saya mengamini Wahyu 14:13:
Kemudian aku mendengar suara dari surga
berkata: “Tuliskan: Berbahagialah orang-orang mati yang mati di dalam Tuhan,
sejak sekarang ini.”’ “Sungguh,” kata Roh, “supaya mereka boleh beristirahat
dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka.”
Berdasarkan
pengalaman spiritual intens yang saya alami pada tahun 2001 hingga kini (tahun
2016), ALLAH telah memperkenankan saya
untuk mengetahui tempat di mana saya berada jika kematian saya alami pada hari
ini dan/atau hari esok. Tempat itu, ialah tempat yang Yesus janjikan kepada
murid-murid-Nya (Yohanes 14:1-3). Lalu, bagaimanakah pengalaman spiritual
Ioanes Rakhmat setelah ia dituntun oleh roh sains modern? Ternyata Ioanes Rakhmat menemukan dirinya sebatas level paling
fundamental, setara dengan kecoak, simpanse, tanah liat, batu kali, cacing,
kubis, pisang, pohon beringin, toge, debu bintang, abu gosok… (2013:419).
Dengan demikian, Ioanes Rakhmat sudah mengetahui tempatnya apabila ia mati dan
otaknya membusuk, yaitu tempat kemusnahan, kehampaan, dan ketiadaan.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar