Allah menciptakan manusia sekaligus memberi tugas kepada manusia. Kitab Kejadian 1:26-28 dan 2:15-25 memberikan kepada kita petunjuk tentang keniscayaan manusia dalam tugas berdasarkan rencana Allah. Tugas itu yakni: (a) berkuasa atas bumi dan segala isinya dan (b) beranak-cucu, bertambah banyak untuk memenuhi/mendiami bumi dan taklukkanlah itu. Secara umum, itulah tugas-tugas yang diamanatkan Allah kepada manusia.
Dalam Alkitab terjemahan Inggris (KJV, RSV), perkataan ‘berkuasa’ dipergunakan kata ‘dominion’ yang medan artinya meliputi: kekuasaan memerintah, mengontrol, menata/mengatur, mengelola. Dan untuk perkataan ‘menaklukkan’ atau ‘taklukkanlah’ dipergunakan kata ‘subdue’, yang selain berarti ‘menaklukkan’, juga berarti: mengatasi atau menanggulangi masalah atau kesulitan yang timbul; menciptakan kondisi kehidupan yang lebih baik atau membudaya.
Tugas ‘mengusahakan dan memelihara’ (2:15) dan ‘memberi nama kepada segala binatang dan burung’ (2:19, 20) bukan tugas tersendiri akan tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tugas yang secara umum telah disebutkan pada alinea dua di atas. Dalam terjemahan Inggris (RSV), perkataan ‘mengusahakan dan memelihara’ dipergunakan kata ‘to till it and keep it’ (mengolahnya dan memeliharanya); terjemahan Jerman (VD ZBZ), ‘bebaue und bewahre’ (membangun dan melindungi); terjemahan Prancis (La Sainte Bible), ‘pour le cultiver et pour le garder’ (supaya mengerjakan/mengolah dan supaya menjaga/memelihara). Yang menarik ialah kata Prancis, ‘cultiver’, asal kata Latin, ‘colere’, selain berarti ‘mengerjakan, mengusahakan atau mengolah’, juga berarti ‘berbakti’ dan ‘beribadah’.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa tugas yang Allah amanatkan kepada manusia berdasarkan medan makna kata yang tersirat dalam teks kitab Kejadian yang telah disebutkan di atas adalah: (a) tugas untuk berkuasa (dalam arti: memerintah, mengontrol, menata/mengatur, mengelola, membangun, mengusahakan, (memelihara/melindungi) bumi dan segala isinya; (b) beranak-cucu, bertambah banyak untuk mendiami bumi dan taklukkanlah itu, dalam arti: dan atasilah, tanggulangilah masalah-masalah yang timbul serta ciptakanlah kondisi kehidupan yang lebih baik di atas bumi yang dihuni. Dan terkait dengan semua tugas tersebut, maka adalah juga maksud Allah agar manusia—dalam semua tugas yang diembannya itu---berbakti/beribadah kepada Allah.
Semua tugas/peranan yang disebutkan di atas ini bukan saja diamanatkan oleh Allah kepada laki-laki, melainkan juga kepada perempuan. Sebab untuk tugas dan peranan seperti itulah Allah manciptakan manusia itu laki-laki dan perempuan (1:26-28; 2:18). Dengan demikian kemitraan laki-laki dan perempuan tidak saja terbatas dalam kehidupan suami-istri (2:24, 25), tetapi juga dalam kepemimpinan dan karya di dalam mengemban tugas ‘berkuasa atas bumi dan segala isinya’ yang diamanatkan Allah (1:26-28).
Berdasarkan tinjauan di atas ini dapatlah dikatakan bahwa lapangan kepemimpinan dan kekaryaan merupakan lapangan yang netral bagi presensi laki-laki dan perempuan. Artinya, dalam lapangan kepemimpinan dan kekaryaan, bukan saja laki-laki yang bisa tampil, melainkan perempuan pun bisa tampil sebagai: penguasa, pemimpin, pemberi perintah, pengusaha, pengelola, pembangun, pengatur/penata, pemelihara/pelindung, pelestari dan pekerja. Jadi, kemitraan laki-laki dan perempuan dalam kepemimpinan dan karya tidak boleh disangkali, tidak boleh ditolak dan diragukan, sebab dalam lapangan ini pun berlaku firman Allah: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja” (2:18).
Makna perkataan ‘tidak baik’ dalam ayat ini harus dipandang dalam kaitannya dengan maksud penciptaan Allah. ‘Tidak baik’, karena untuk menguasai, memimpin, memerintah, menata, mengelola, mengolah dan membudayakan alam serta meluhurkan kehidupan insani, bagaimana baiknya kalau manusia itu hanya laki-laki sendiri. Apalagi ‘beranak-cucu’ untuk memenuhi/mendiami bumi ini, belum dapat dibayangkan bagaimana seandainya manusia itu hanya laki-laki sendiri. Dalam bidang kehidupan yang satu ini sangat kentara kemitraan laki-laki dan perempuan sebagaimana tertulis dalam kitab Kejadian 2:24: “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”
Catatan antara
Dr. Eben Nuban Timo pernah berteologi tentang laki-laki, perempuan, dan Allah pencipta sebagai berikut: “Saya suka judul Allah mampu menciptakan kehidupan seorang diri. Tetapi Allah tidak mau sendiri. Dia menjadikan manusia sebagai kawan dalam hal kelangsungan hidup manusia. Dan yang menarik, Tuhan Allah justru memilih perempuan untuk bersama Dia menjaga kelangsungan hidup. Hanya perempuan saja yang bisa melahirkan. Laki-laki tidak punya rahim, meskipun dia laki-laki banci. Sedang semua perempuan punya rahim, sekalipun dia perempuan yang banci. Dan mau tahu apa yang saya anggap penting dari perempuan? Dialah manusia yang punya rahim. Dan Allah pencipta sering disapa Allah yang rahimi. Ini berarti bahwa pada Allah juga ada rahim, meskipun kita tidak tahu apa jenis kelamin Allah. Kita menyapa Allah, ‘Yang rahmani dan rahimi’. Dari segenap ciptaan tangan Allah, perempuan adalah satu-satunya ciptaan yang mempunyai rahim. Ini berarti Allah dan perempuan ada hubungan kekerabatan. Ya, dengan laki-laki juga ada hubungan kekerabatan. Karena seperti perempuan, laki-laki juga diciptakan menurut gambar Allah. Tetapi kekerabatan antara Allah dan perempuan rasanya lebih rapat. Ini karena di samping diciptakan menurut gambar Allah, perempuan juga diberi satu organ dalam tubuhnya yang serupa dengan yang Allah miliki, yaitu rahim....” (“Ibu: Anugerah Allah awal kehidupan”, POS KUPANG, Sabtu, 11-10-2003, hlm. 11).
Setelah mencermati pandangan Dr. Eben Nuban Timo sebagaimana dikutip di atas ini, saya berkesimpulan bahwa ternyata Dr. Eben Nuban Timo tidak berteologi tentang ‘laki-laki, perempuan, dan Allah pencipta’ melainkan mengungkapkan sebuah wacana lawakan yang konyol. Dan kekonyolan itu dapat saya tunjukkan sebagai berikut.
Pertama, Dr. Eben Nuban Timo ternyata tidak dapat membedakan arti kata rahim yang homonimi, yaitu (a) kata rahim yang berarti belas kasihan, penyayang, rahman dan (b) kata rahim yang berarti kandungan, yaitu salah satu organ dalam tubuh perempuan, tempat sel telur yang telah dibuahi oleh sel sperma bermukim selama sembilan bulan dalam perkembangannya menjadi bayi yang sempurna untuk dilahirkan. Akibat ketidakcermatan membedakan arti kata rahim yang bersifat homonimi sebagaimana dijelaskan di atas inilah, Dr. Eben Nuban Timo mencampuradukkan arti kata rahim ( = kandungan) organ yang ada pada perempuan dengan rahim (= belas kasihan, penyayang, rahman) yang dimiliki Allah. Rahim, yaitu belas kasihan, penyayang, dan rahman yang dimiliki Allah disamakan oleh Dr. Eben Nuban Timo dengan organ rahim, yaitu kandungan yang ada pada perempuan. Dan menurut saya, pernyataan Dr. Eben Nuban Timo yang berbunyi, “Ini berarti bahwa pada Allah juga ada rahim, meskipun kita tidak tahu apa jenis kelamin Allah” sesungguhnya merupakan suatu kekonyolan yang memalukan dan memilukan.
Kedua, Dr. Eben Nuban Timo berkata, “Dari segenap ciptaan tangan Allah, perempuan adalah satu-satunya ciptaan yang mempunyai rahim.” Pernyataan ini tidak benar, karena binatang/ternak jenis kelamin betina pun mempunyai rahim (= kadungan). Ketiga, Dr. Eben Nuban Timo rupanya mau mengembangkan suatu teori subordinasi dalam hubungan kekerabatan antara Allah dan perempuan, Allah dan laki-laki, bahkan hubungan antara perempuan dan laki-laki, ketika Dr. Eben Nuban Timo berkata, “Allah dan perempuan ada hubungan kekerabatan. Ya, dengan laki-laki juga ada kekerabatan. Karena seperti perempuan, laki-laki diciptakan menurut gambar Allah. Tetapi kekerabatan antara Allah dan perempuan rasanya lebih rapat. Ini karena di samping diciptakan menurut gambar Allah, perempuan juga diberi satu organ dalam tubuhnya serupa dengan yang Allah miliki, yaitu rahim”. Dengan kata lain, pandangan Dr. Eben Nuban Timo tersebut di atas ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Hubungan kekerabatan antara Allah dan perempuan lebih rapat daripada hubungan kekerabatan antara Allah dan laki-laki, sekalipun laki-laki dan perempuan diciptakan oleh Allah menurut gambar-Nya.” Apabila kita bertanya, “Mengapa hubungan kekerabatan antara Allah dan perempuan lebih rapat daripada hubungan kekerabatan antara Allah dan laki-laki?” Jawaban yang akan kita temukan dari konsepsi Dr. Eben Nuban Timo adalah: “Hubungan kekerabatan antara Allah dan perempuan lebih rapat daripada hubungan kekerabatan antara Allah dan laki-laki, karena ‘Allah dan perempuan sama-sama memiliki rahim, sedangkan laki-laki tidak memiliki rahim’.” Konsekuensi apakah yang timbul dari pandangan yang dimunculkan oleh Dr. Eben Nuban Timo sebagaimana disentil di atas ini? Jawabannya niscaya: “Laki-laki dan perempuan diciptakan menurut gambar Allah, tapi perempuan lebih utama daripada laki-laki, karena perempuan memiliki rahim serupa dengan yang dimiliki Allah sedang laki-laki tidak memiliki rahim.” Konsepsi teologis yang dikembangkan oleh Dr. Eben Nuban Timo ini menurut hemat saya sangat naif. Ia tidak saja bertentangan dengan konsep penciptaan manusia oleh Allah menurut Kejadian 1:26-28 dan 2:18, 21-25, melainkan sekaligus menciderai citra Allah pencipta.
Menurut konsep penciptaan manusia oleh Allah, laki-laki dan perempuan adalah sepadan, karena keduanya dijadikan menurut gambar Allah untuk mengemban tugas yang sama yang diamanatkan oleh Allah (Kejadian 1:26-28). Dengan demikian laki-laki tidak lebih tinggi daripada perempuan dan perempuan tidak lebih penting/bernilai daripada laki-laki. Di hadapan Allah keduanya sama dan setara. Apabila perempuan dilengkapi oleh Allah dengan organ rahim, itu tidak berarti bahwa perempuan lebih dipentingkan atau diistimewakan oleh Allah daripada laki-laki. Tidak. Organ rahim pada perempuan adalah sesuatu yang sudah sepantasnya, sudah sepatutnya, sudah selayaknya, agar perempuan dapat menjadi penolong yang sepadan bagi laki-laki di dalam merealisasikan rancangan Allah yang disebutkan dalam Kejadian 1:28, yaitu: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu,.......”. Dan apabila kemudian Allah berkenan memilih rahim Maria sebagai wahana kedatangan Yesus ke dalam dunia, itupun bukan ditentukan oleh faktor ‘hubungan kekerabatan Allah yang lebih rapat dengan perempuan’ seperti kata Dr. Eben Nuban Timo, melainkan semata-mata karena kehendak Allah yang bebas sesuai rencana karya penyelamatan-Nya bagi manusia dan dunia.
Apabila kita membaca Matius 1:18-25 dan 2:1-23 secara cermat, maka kita dapat berkata begini: “Allah berkenan memilih perempuan yang bernama Maria untuk mengandung dan melahirkan Yesus sesuai rencana karya penyelamatan-Nya bagi manusia dan dunia. Tetapi bersamaan dengan itu pula Allah berkenan menetapkan laki-laki Yusuf untuk menjadi pendamping dan pengayom perempuan Maria dan bayi Yesus yang sedang berada dalam kandungan perempuan Maria (Matius 1:18-25). Allah mengangkat martabat Maria untuk mengandung dan memperanakkan Yesus oleh kuasa Roh Kudus, tetapi bersamaan dengan itu pula Allah melindungi martabat Maria dengan perantaraan laki-laki Yusuf. Yusuf bermaksud menjauhkan diri (memutuskan pertunangan) ketika mengetahui bahwa Maria telah hamil sebelum keduanya hidup sebagai suami isteri. Adat dan hukum Yahudi menilai kehamilan seorang perempuan di luar ikatan perkawinan merupakan sesuatu yang tercela dan karena itu berat hukumannya. Tetapi niat Yusuf (yang tercatat sebagai seorang laki-laki yang tulus hati itu) dibatalkan oleh Allah (Matius 1:20-23). Yusuf menerima pembatalan Allah atas niatnya untuk memutuskan pertunangan dengan Maria (Matius 1:24, 25). Dengan demikian, Allah berkenan memakai laki-laki Yusuf untuk mengayomi martabat Maria. Selain itu, Allah berkenan memakai laki-laki Yusuf untuk mengayomi Maria dan bayi Yesus dari rencana jahat Herodes (Matius 2:13-15, 19-23).”
Berdasarkan tinjauan di atas ini maka sesungguhnya tidak benar argumentasi Dr. Eben Nuban Timo yang mengatakan—dengan merujuk kepada Matius 1:18 dan seterusnya serta pasal yang sejajar dalam Lukas dan Markus—bahwa perempuan (Maria) saja yang penting dan bernilai bagi Allah (baca, Ibu: Anugerah Allah awal kehidupan, alinea 2, 3, 4. POS KUPANG, 11-10-2003).” Sebab ternyata, laki-laki (Yusuf) sama penting dan bernilai bagi Allah, seperti halnya perempuan (Maria). Ya, laki-laki (Yusuf) dan perempuan (Maria) dikukuhkan menjadi mitra yang setara bagi karya penyelamatan Allah di dalam Yesus yang dikandung dari Roh Kudus dan dilahirkan oleh perempuan Maria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar