(Oleh: A. G.
Hadzarmawit Netti)
Catatan
pendahuluan
Berkenaan
dengan judul tulisan ini, “Dinamika Vibrasi Politik Tahun 2018 – 2019”, saya ingin mengutip kembali
pokok-pokok penting yang telah saya kemukakan di blog ini dalam tulisan
tertanggal: Kamis, 01 September 2016.
Pertama, Vibrasi
kepeloporan Presiden Joko Widodo dan vibrasi kepeloporan Wakil Presiden Jusuf
Kalla dalam kurun waktu 2016 sampai tahun 2019 tetap seirama demi kepentingan
rakyat, bangsa dan negara.
Kedua, Vibrasi
kepeloporan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kala dalam kurun
waktu 2016 – 2018, skor vibrasinya = 80/90 dengan simbol vibrasi [↗] yang
menunjukkan kecenderungan positif; dan dalam tahun 2019—khusus untuk vibrasi
kepeloporan Presiden Joko Widodo—skor vibrasi
kepeloporannya = 90/100 dengan simbol vibrasi [↗].
Ketiga, Dinamika vibrasi
Kabinet Kerja II di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden
Jusuf Kalla dalam kurun waktu 2016 – 2019 skor vibrasinya = 70/80 dengan simbol vibrasi [↗] yang menunjukkan kecenderungan
positif. Namun pada tahun 2018 muncul vibrasi “reshuffle”. Presiden Joko Widodo
bisa memanfatkan vibrasi “reshuffle” kabinet yang muncul pada tahun 2018 untuk
memasuki perkembangan tahun 2019.
Keempat, Dinamika vibrasi
keamanan nasional dalam kurun waktu 2016 – 2019 = [↗] yaitu menunjukkan kecenderungan
positif dengan catatan: gerakan/aksi teroris di tempat-tempat
tertentu patut diwaspadai dan ditanggapi secara tepat.
Kelima, Dinamika vibrasi
kepartaian di Indonesia dalam kurun waktu 2016 – 2019 cenderung positif, kecuali menjelang/memasuki
tahun 2019 akan muncul vibrasi yang
dinamikanya tinggi, yang saya
tandai dengan simbol vibrasi [ ҉ ], sehingga dapat
menimbulkan vibrasi “atau aku – atau kamu” yang saya tandai dengan simbol
vibrasi [ ↕ ↔ ].
Keenam, Vibrasi
keberhasilan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin
bangsa selama kurun waktu 1014 – 2019 memuaskan dengan skor vibrasi 70/80
dengan simbol vibrasi [ ↗ ].
Demikianlah
enam catatan yang telah saya kemukakan pada Kamis, 01 September 2016 melalui
blog ini. Namun telah terhapus lantaran suatu kesalahan teknis yang terjadi
pada tanggal 28 Januari 2018 malam. Itulah catatan berdasarkan teori vibrasi
yang saya kembangkan untuk mendeteksi vibrasi (getaran-getaran) yang tersirat
di dalam berbagai bidang: kepeloporan, politik, ekonomi, keamanan dan
lain-lain.
Selanjutnya,
dalam tulisan di blog ini, Jumat, 01 September 2017 (juga telah terhapus), saya
ingin mencatat kembali beberapa hal sebagai berikut:
Pertama, Skor vibrasi
kepeloporan Joko Widodo dalam hubungannya dengan jabatan Presiden RI masa bakti
2019 – 2024 adalah 90/100. Dengan
demikian, saya tetap merekomendasikan Joko Widodo sebagai Presiden RI masa
bakti 2019 – 2024.
Kedua, Skor vibrasi
kepeloporan Prabowo Subianto dalam hubungannya dengan jabatan Presiden RI masa
bakti 2019 – 2024 adalah 30/40, dengan
petunjuk vibrasi kepeloporan yang bergerak melawan arah jarum jam. Vibrasi
kepeloporan seperti ini memberi petunjuk bahwa ada regresi pada vibrasi kepeloporan Prabowo
Subianto dalam hubungannya dengan jabatan Presiden RI masa bakti 2019 – 2024.
Dengan demikian, apabila Prabowo Subianto maju untuk bersaing dengan Joko
Widodo pada Pemilihan Presiden RI tahun 2019, maka Joko Widodo tetap menang
(kecuali ada faktor “Triple-X” yang meredam vibrasi kepeloporan Joko Widodo).
Ketiga, Vibrasi
kepeloporan Tito Karnavian dan Gatot Nurmantyo memiliki skor vibrasi yang sama,
yaitu 70, dengan petunjuk vibrasi
kepeloporan yang bergerak searah dengan gerakan jarum jam. Untuk maju sebagai
calon Presiden RI pada Pemilihan Presiden tahun 2019, vibrasi kepeloporan Tito
Karnavian maupun vibrasi kepeloporan Gatot Nurmantyo berada dalam keadaan
stagnasi (tidak bergerak). Ibarat jam dinding atau jam tangan yang jarum
detiknya tersendat. Tetapi vibrasi
kepeloporan kedua tokoh bangsa ini baik dan positif demi kepentingan bangsa dan
negara. Kedua tokoh ini dapat menjadi Wakil Presiden, mendampingi Presiden Joko
Widodo untuk masa jabatan 2019 – 2024.
Dengan demikian, Joko Widodo bebas memilih: berpasangan dengan Tito
Karnavian, ya; berpasangan dengan
Gatot Nurmantyo, ya. Apabila Joko Widodo berpasangan dengan Tito Karnavian, skor
vibrasi kepeloporan pasangan ini, 90. Dan
apabila Joko Widodo berpasangan dengan Gatot Nurmantyo, maka skor vibrasi
kepeloporan pasangan ini juga 90.
Namun
demikian, dalam tulisan kali ini saya perlu memberikan penjelasan tambahan
bahwa terdapat perbedaan dinamika vibrasi (tenaga yang menggerakkan vibrasi;
atau semangat yang tersirat dalam vibrasi) kepeloporan, yang dapat dijelaskan
sebagai berikut: Dinamika vibrasi kepeloporan pasangan Joko Widodo dengan Tito
Karnavian ketika bergerak ke skor 90
mulai condong pada skor 70. Sedangkan
dinamika vibrasi kepeloporan Joko Widodo dengan Gatot Nurmantyo ketika bergerak
ke skor 90 tetap konsisten sampai
skor 80 baru condong ke skor 90. Ikhtisarnya begini: Dinamika vibrasi
kepeloporan Joko Widodo + Tito Karnavian = 70
→ 90. Dinamika vibrasi
kepeloporan Joko Widodo + Gatot Nurmantyo = 80
→ 90. Dinamika vibrasi
kepeloporan seperti ini memberi petunjuk bahwa “dinamika vibrasi kepeloporan
Joko Widodo + Gatot Nurmantyo (80 → 90) lebih inheren dari pada dinamika
vibrasi kepeloporan Joko Widodo + Tito Karnavian (70 → 90).
Keempat, Tokoh politik
bernama Zulkifli Hasan yang kini sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia memiliki vibrasi kepeloporan yang memadai juga untuk mengisi
posisi calon Wakil Presiden RI masa bakti 2019 – 2024. Skor vibrasi
kepeloporannya 70, sama dengan skor
vibrasi kepeloporan Tito Karnavian dan Gatot Nurmantyo. Apabila Joko Widodo
sebagai calon Presiden berpasangan dengan Zulkifli Hasan sebagai calon Wakil
Presiden, maka skor vibrasi kepeloporan pasangan ini sebesar = 74 → 90. Berdasarkan
skor vibrasi kepeloporan seperti ini maka Zulkifli Hasan memiliki skor vibrasi
inheren empat poin lebih tinggi dari pada skor vibrasi inheren Tito Karnavian;
sementara Gatot Nurmantyo memiliki skor
vibrasi inheren enam poin lebih tinggi dari pada skor vibrasi inheren Zulkifli
Hasan. Akan tetapi dinamika vibrasi Joko Widodo jika berpasangan dengan
Zulkifli Hasan pada momen terakhir bergerak melawan arah jarum jam, sebagai
petunjuk adanya ketidakserasian.
Kelima, Menurut hasil
survey salah satu lembaga survey, Budi Gunawan (Kepala BIN) cocok menjadi calon
Wakil Presiden mendampingi Joko Widodo sebagai calon Presiden pada pemilihan
presiden tahun 2019. Akan tetapi berdasarkan teori vibrasi kepeloporan yang
saya kembangkan, vibrasi kepeloporan Budi Gunawan untuk posisi calon Wakil
Presiden mendampingi Joko Widodo sebagai calon Presiden RI masa bakti 2019 –
2024 hanya memiliki skor 40/50. Skor vibrasi kepeloporan seperti ini niscaya
mereduksi skor vibrasi kepeloporan Joko Widodo.
Keenam, Muhaimin
Iskandar pernah disebut-sebut akan diajukan sebagai calon Wakil Presiden
mendampingi Joko Widodo sebagai calon Presiden pada Pemilihan Presiden tahun
2019. Namun teori vibrasi yang saya kembangkan memberi petunjuk bahwa vibrasi
kepeloporan Muhaimin Iskandar dalam hubungannya dengan posisi Wakil Presiden
hanya memiliki skor 30/40, dan
dinamika vibrasinya bergerak berlawanan dengan arah jarum jam. Dinamika vibrasi
seperti ini memberi petunjuk bahwa vibrasi kepeloporan Muhaimin Iskandar tidak
sesuai untuk menenempati posisi calon Wakil Presiden. Akan tetapi vibrasi
kepeloporan Muhaimin Iskandar memiliki skor 90/100
untuk jabatan menteri dan/atau menteri koordinator dalam kabinet Presiden Joko
Widodo masa bakti 2019 – 2024.
Ketujuh, Vibrasi
kepeloporan Sri Mulyani sebagai calon Wakil Presiden untuk mendampingi Joko
Widodo sebagai calon Presiden RI masa bakti 2019 – 2024 adalah 80/90. Dan
dinamika vibrasinya bergerak searah dengan jarum jam. Dengan demikian, Joko
Widodo bisa mempertimbangkan Sri Mulyani sebagai calon wakilnya.
Kedelapan, Vibrasi
kepeloporan Jusuf Kalla telah
mengalami regresi untuk maju sebagai calon Presiden maupun calon Wakil Presiden
RI pada Pemilihan Presiden tahun 2019. Sangat bermartabat, jika pada tahun 2019
Jusuf Kalla menemukan pintu keluarnya dari pentas politik kepemimpinan
nasional, tanpa mengalami cedera politik, sehingga Jusuf Kalla dapat memainkan
peranannya sebagai “Bapak Bangsa” dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Kesembilan, Vibrasi
kepeloporan Agus Harimurti Yudhoyono, putra pertama dari mantan Presiden RI
ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, berkenaan dengan calon Presiden RI maupun calon
Wakil Presiden RI masa bakti 2019 – 2024, stagnan. Setelah saya menganalisis profil dan biodata Agus Harimurti
Yudhoyono, ternyata ia memiliki skor vibrasi kepeloporan, 80, yang sangat cocok untuk maju menjadi calon Presiden RI masa
bakti 2024 – 2029. Selain itu, vibrasi kepeloporan Agus Harimurti Yudhoyono
dalam periode 2019 – 2024, cocok untuk jabatan
menteri kabinet bentukan presiden terpilih yang akan memimpin bangsa dan
Negara Republik Indonesia lima tahun ke depan (2019 – 2024). Dengan demikian,
Presiden terpilih pada Pemilihan Presiden tahun 2019, yakni Joko Widodo,
hendaknya merangkul tokoh muda ini dalam kabinet yang dibentuk nanti.
Kesepuluh, Puan Maharani,
putri Megawati Soekarnoputri (mantan Presiden RI ke-5), memiliki vibrasi
kepeloporan yang sangat cocok untuk posisi calon Wakil Presiden RI masa bakti
2024 – 2029. Skor vibrasi kepeloporannya, 80,
sama dengan vibrasi kepeloporan Agus Harimurti Yudhoyono, Namun dinamika
vibrasi kepeloporan Agus Harimurti Yudhoyono sangat inheren jika dibandingkan
dengan dinamika vibrasi kepeloporan Puan Maharani. Selain itu, vibrasi
kepeloporan Puan Maharani sebagai politisi PDIP sangat cocok untuk menempati
posisi Ketua DPR RI maupun Ketua MPR RI masa bakti 2024 – 2029.
Kesebelas, Vibrasi
kepeloporan Agus Harimurti Yodhoyono untuk
menjadi calon Presiden RI masa bakti
2024 – 2029 apabila berpasangan dengan Puan Maharani sebagai calon Wakil
Presiden RI, maka skor vibrasi kepeloporannya = 90/100. Saya berharap,
analisis teori vibrasi kepeloporan butir kesembilan dan kesepuluh ini dapat
menjadi kenyataan dalam dinamika vibrasi eksistensi bangsa dan negara Republik
Indonesia pada periode 2024 – 2029 dan/atau 2029 – 2034.
Keduabelas, Vibrasi
kepeloporan Surya Paloh. Dalam buku saya berjudul, Vibrasi Sejarah Pergerakan Kemerdekaan dan Vibrasi Eksistensi Bangsa
Indonesia (B You Publishing
Surabaya, 2010), pada halaman 36, alinea kedua, bersambung ke halaman
37, saya jelaskan sebagai berikut: “…,
vibrasi eksistensi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tahun
2008/2009 menuju ke tahun 2028/2029 juga tidak dapat dikatakan mulus. Karena
itu setiap elemen bangsa, teristimewa para elite bangsa, harus memiliki
kearifan untuk mengatasi setiap vibrasi kerawanan yang muncul. Pembenahan dan
pemantapan perlu dilakukan secara ikhlas. Dan yang sangat menentukan
keberhasilan pembenahan dan pemantapan, yakni: ‘Bagaimana komitmen semua elemen
bangsa terhadap vibrasi Kebangkitan Nasional dan vibrasi Sumpah Pemuda, yang
mengutamakan kemajuan yang serasi untuk semua golongan dengan tidak membedakan
keturunan, jenis kelamin, dan agama dalam bingkai satu tanah air, tanah air
Indonesia; satu bangsa, bangsa Indonesia; satu bahasa, bahasa Indonesia,” yang dapat disingkatkan dengan sebutan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berasaskan Pancasila, sesuai dengan
kesepakatan para pendiri dan peletak dasar negara hasil proklamasi 17 Agustus
1945. Berdasarkan pertimbangan inilah maka ‘vibrasi menyatukan persepsi
menggalang kekuatan guna menyangga keutuhan NKRI yang berasaskan Pancasila dan
UUD 1945’ yang dicanangkan oleh Surya Paloh di Medan pada tanggal 20 Juni 2007
dan diaksentuasi sekali lagi di Palembang pada tanggal 24 Juli 2007, adalah
vibrasi yang positif bagi keajekan eksistensi NKRI dalam abad ke-21 yang penuh
dengan berbagai tantangan”.
Demikianlah vibrasi politik yang terkait dengan
kepeloporan Surya Paloh pada bulan Juni dan Juli tahun 2007, empat tahun sebelum Partai Nasdem
pimpinan Surya Paloh didirikan dan diresmikan pada tanggal 26 Juli 2011 di
Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara. Dan ternyata vibrasi politik yang terkait
dengan kepeloporan Surya Paloh yang muncul pada tahun 2007 sebagaimana
diwedarkan di atas ini inheren dan konsisten dalam wahana politik partai Nasdem
di bawah vibrasi kepeloporan Surya Paloh, yang telah mendirikan Akademi Bela
Negara dan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 16 Juli 2017 di
Jl. Pancoran Timur II, No.2A, Jakarta
Selatan. Berdasarkan realitas faktual dan/atau realitas objektif yang
dikemukakan di atas ini, maka vibrasi kepeloporan politik Surya Paloh antara
tahun 2018/2019 sampai tahun 2028/2029 tercatat sebesar 90/100. Karena itu, seyogianya Surya Paloh menjadi calon Wakil
Presiden yang ideal untuk mendampingi Yoko Widodo sebagai calon Presiden RI
masa bakti 2019 – 2024.
Selanjutnya, dalam tulisan ini saya ingin
mengemukakan hasil analisis berdasarkan teori vibrasi kepeloporan berkenaan
dengan kepeloporan calon Gubernur Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Provinsi
Nusa Tenggara Timur.
Pertama, Vibrasi
kepeloporan calon Gubernur Jawa Barat masa bakti 2018 - 2023. Saya hanya
melakukan analisis terhadap vibrasi kepeloporan calon Gubernur: (1) Skor
vibrasi kepeloporan Ridwan Kamil = 80. (2)
Skor vibrasi kepeloporan Deddy Mizwar = 40/50.
(3) Skor vibrasi kepeloporan Dede Yusuf = 40. (4) Skor vibrasi
kepeloporan Abdullah Gymnastiar = 30/40. (5)
Skor vibrasi kepeloporan Dedi Mulyadi = 20.
Dengan demikian, berdasarkan skor vibrasi kepeloporan, Ridwan Kamil adalah
tokoh yang cocok untuk menjadi Gubernur Jawa Barat masa bakti 2018 – 2023.
Kedua, Vibrasi
kepeloporan calon Gubernur Jawa Timur masa bakti 2018 – 2023. Saya hanya
melakukan analisis terhadap vibrasi kepeloporan dua calon Gubernur, yaitu: (1) Skor
vibrasi kepeloporan Saifullah Yusuf = 50/60. (2) Skor vibrasi kepeloporan
Khofifah Indar Parawansa = 70/80. Dengan
demikian, berdasarkan skor vibrasi kepeloporan, Khofifah Indar Parawansa adalah
tokoh yang cocok untuk menjadi Gubernur Jawa Timur masa bakti 2018 – 2023.
Ketiga, Vibrasi
kepeloporan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur
adalah sebagai berikut: (1) Vibrasi kepeloporan Esthon L. Foenay dan Christian
Rotok = 55/60; (2) Vibrasi kepeloporan Marianus Sae dan Emi Nomleni = 10; (3)
Vibrasi kepeloporan Benny K. Harman dan Benny A. Litelnoni = 40/50; (4) Vibrasi
kepeloporan Viktor Bungtilu Laiskodat dan Josef Nai Soi = 80/90. Dengan
demikian, apabila tidak ada faktor “Triple-X” yang meredam vibrasi
kepeloporan Viktor Bungtilu Laiskodat dan Josef Nai Soi, maka pasangan calon
Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi NTT nomor urut (4) inilah yang akan
tampil sebagai pemenang!
Pada
akhirnya, sudah tentu setiap orang mengharapkan agar pelaksanaan pemilihan
kepala daerah secara serempak di Indonesia dapat berlangsung aman dan terkendali. Skor vibrasi aman
dan terkendali = 80. Dan skor vibrasi tidak aman dan ricuh = minus 10. Sementara
aksi teror dan/atau terorisme tetap harus dipantau, diawasi, diwaspadai, dan
ditindak tegas. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar