Sebagai Calon Presiden RI Masa Bakti 2019 – 2024
(Oleh: A. G.
Hadzarmawit Netti)
VIBRASI
KEPELOPORAN Joko Widodo dan Prabowo Subianto telah saya analisis pada tahun 2014 yang lalu
berdasarkan teori vibrasi yang saya kembangkan, ketika kedua tokoh bangsa ini
maju sebagai calon Presiden RI pada tahun 2014. Hasil analisisnya telah dimuat
di blog ini: www.bianglalahayyom.blogspot.co.id edisi Kamis, 03 Juli 2014, enam hari sebelum
pemilihan Presiden dilakukan pada 9 Juli 2014. Itulah sebabnya tulisan ini saya
beri judul, “Sekali lagi tentang Vibrasi Kepeloporan Joko Widodo dan Prabowo
Subianto sebagai Calon Presiden RI Masa Bakti 2019 – 2024”, karena nama kedua
tokoh bangsa ini paling dominan disebut-sebut dalam pemberitaan media cetak
maupun media elektronik.
Pemilihan
Umum Legislatif dan Presiden secara serempak pada tahun 2019 semakin dekat, Dan
sekarang banyak pengamat politik dan
orang-orang cerdik pandai sudah menyebut-nyebut beberapa tokoh potensial yang
diperhitungkan sebagai Calon Presiden RI masa bakti 2019 – 2024 yang dapat diusung pada Pemilihan
Presiden tahun 2019 yang akan datang.
Berkenaan
dengan calon Presiden RI masa bakti 2019 – 2024, saya persilakan pembaca
artikel ini memperhatikan buku saya yang berjudul, Vibrasi Sejarah Pergerakan Kemerdekaan dan Vibrasi Eksistensi Bangsa
Indonesia, yang diterbitkan oleh B You Publishing Surabaya pada bulan Maret
2010. Pada halaman 132 buku tersebut saya telah menyingkapkan dan memerinci
vibrasi sejarah dan luas siklus vibrasi sejarah pergerakan kemerdekaan mulai
tahun 1908 sampai vibrasi eksistensi
bangsa Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Pada halaman itu pula
saya telah merekam perkembangan vibrasi dan luas siklus vibrasi eksistensi
bangsa Indonesia antara tahun 1945 sampai munculnya vibrasi G-30S/PKI pada
tahun 1965; setelah itu perkembangan vibrasi eksistensi bangsa Indonesia antara
tahun 1966 sampai terjadinya vibrasi Gerakan Reformasi pada tahun 1998-1999;
dan vibrasi eksistensi bangsa Indonesia pascagerakan Reformasi antara tahun
1998/1999 sampai pada tahun 2010 ketika buku itu diterbitkan.
Tokoh-tokoh
utama maupun tokoh-tokoh pendukung yang tampil di pentas sejarah pergerakan
kemerdekaan dan vibrasi eksistensi bangsa Indonesia telah saya rekam secara
cermat. Begitu pula dengan vibrasi tokoh bangsa yang tampil dan berperan
sebagai Presiden Republik Indonesia antara tahun 1945 sampai tahun 2014 telah
saya abadikan. Semua vibrasi sejarah dan luas siklus vibrasi sejarah yang
disebutkan di atas ini saya rekam dan abadikan dalam bentuk grafik hanya dalam
satu halaman buku berukuran 14,5 x 20,5 Cm. Ini merupakan suatu hasil kerja
yang luar biasa, sebab belum ada pakar Sejarah Nasional Indonesia yang menghasilkan penelitian sejarah seperti
yang saya lakukan dalam buku itu. Pada halaman 133 buku tersebut terdapat garis
besar keterangan mengenai grafik vibrasi sejarah pergerakan kemerdekaan dan
vibrasi eksistensi bangsa Indonesia yang dipetakan pada halaman 132. Dan pada
keterangan butir 11, halaman 133 buku tersebut, saya katakan: “Vibrasi kepeloporan Susilo Bambang
Yodhoyono sebagai presiden NKRI muncul pada tahun 2004 sampai dengan 2009; dan
tahun 2009 sampai dengan tahun 2014.
Mengenai
vibrasi kepeloporan tokoh terkemuka bangsa Indonesia yang akan muncul pada Pemilihan Presiden RI tahun 2014 yang lalu
saya cermati pada tahun 2013. Ada dua tokoh terkemuka pada waktu itu yang saya
cermati dan analisis vibrasi kepeloporannya terkait dengan jabatan Presiden RI
masa bakti 2014 – 2019 yaitu Prabowo Subianto dan Joko Widodo.. Di antara kedua
tokoh terkemuka ini saya rekomendasikan Joko Widodo yang akan terpilih sebagai
Presiden pada Pemilihan Presiden tahun 2014, karena vibrasi kepeloporan Joko
Widodo lebih baik dan lebih selaras dengan jabatan Presiden RI masa bakti 2014
– 2019. Hasil analisis vibrasi kepeloporan Prabowo Subianto dan Joko Widodo
pada waktu itu saya muat di blog www.bianglalahayyom.blogspot.co.id sebagaimana
telah disebutkan pada alinea pertama di atas. Ada tiga tulisan yang saya muat pada waktu
itu, yakni: (1) Vibrasi kepeloporan Prabowo Subianto; (2) Vibrasi kepeloporan
Joko Widodo; (3) Vibrasi kepeloporan Prabowo Subianto & Joko Widodo
(Catatan Rekomendasi) di mana saya unggulkan Joko Widodo sangat lebih pas
menjadi Presiden RI masa bakti 2014 – 2019. Dan ternyata benar: pada tanggal 9
Juli 2014, Joko Widodo—menyisihkan Prabowo Subianto—dalam Pemilihan Presiden. Vibrasi
kepeloporan Joko Widodo yang muncul sebagai seorang pemimpin bangsa, memang unik dan fenomenal. Berikut, saya kutip
kembali analisis alinea 9 – 12 tentang vibrasi kepeloporan Joko Widodo, yang
telah dimuat di blog ini pada tahun 2014
yang lalu.
“Dinamika
vibrasi kepeloporannya sebagai pemimpin bangsa, sesungguhnya telah tersirat ketika
menjadi Wali Kota Solo periode kedua (2010 – 2015). Joko Widodo pada tahun
kedua masa jabatannya, maju dari Solo ke Jakarta untuk menjadi calon Gubernur
DKI Jakarta yang “pintunya terbuka pada tahun 2012”. Perhatikan keunikan luas siklus
vibrasi kepeloporan Joko Widodo berkenaan dengan masa jabatannya yang kedua
(2010 – 2015) sebagai Wali Kota Solo yang dapat dibuktikan berdasarkan
perhitungan teori vibrasi berikut ini: Angka tahun 2010 (tahun pertama masa
jabatan kedua Jokowi sebagai Wali Kota Solo) kita jumlahkan dengan angka
2+0+1+2 (angka tahun 2012, tahun kedua masa jabatan kedua, ketika Jokowi maju
ke Jakarta untuk menjadi calon Gubernur DKI Jakarta dan berhasil terpilih
menjadi gubernur). Hasil penjumlahannya = 2015 (tahun akhir masa jabatan kedua
Jokowi sebagai Wali Kota Solo yang seyogianya, seandainya Jokowi terus
melaksanakan tugasnya sebagai Wali Kota Solo periode kedua). Dengan demikian,
sesungguhnya dalam vibrasi tahun 2012 tersirat vibrasi akhir masa jabatan
Jokowi sebagai Wali Kota Solo periode kedua (2010 – 2015).”
“Perhatikan
lagi keunikan vibrasi kepeloporan Joko Widodo setelah terpilih dan menjadi
Gubernur DKI Jakarta untuk masa bakti tahun 2012 – 2017. Pada tahun 2014, tahun
kedua masa jabatan Joko Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo maju
menjadi calon Presiden RI masa jabatan tahun 2014 – 2019, karena dicalonkan
oleh Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) yang memperoleh suara
terbanyak pada pemilihan umum legislatif tahun 2014. Bagaimanakah vibrasi yang
tersirat dalam tahun 2014 dalam kaitannya dengan vibrasi kepeloporan Joko
Widodo yang seyogianya melaksanakan tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta
periode 2012 – 2017? Perhatikan perhitungan teori vibrasi berikut ini: Angka
tahun 2012 (tahun pertama masa jabatan Joko Widodo sebagai Gubernur DKI
Jakarta) kita jumlahkan dengan angka 2+0+1+4 (angka tahun 2014, tahun
kedua masa jabatan Joko Widodo sebagai
Gubernur DKI Jakarta dan tahun Joko Widodo maju sebagai calon Presiden RI masa
bakti 2014 – 2019). Hasil penjumlahannya = 2019. Hasil perhitungan ini menunjuk
ke tahun terakhir masa jabatan Presiden RI hasil pemilihan presiden tahun 2014.
Dengan
demikian, vibrasi kepeloporan Joko Widodo
yang maju sebagai calon Presiden RI pada tahun 2014 ternyata selaras dengan vibrasi masa
jabatan Presiden RI masa bakti tahun
2014 – 2019. Dan apabila vibrasi kepeloporan Joko Widodo berhasil
mengorbitkannya menjadi Presiden RI masa bakti tahun 2014 – 2019 pada pemilihan
presiden yang diselenggarakan pada tanggal 9 Juli 2014, maka vibrasi
kepeloporan Joko Widodo akan bersiklus selaras dengan vibrasi masa bakti
presiden periode kedua (tahun 2019 – 2024)….”
Demikianlah
keunikan vibrasi kepeloporan Joko Widodo yang telah saya cermati, analisis,
dan umumkan secara terbuka di blog ini edisi Kamis, 03 Juli 2014 yang
lalu. Berpegang pada hasil analisis vibrasi kepeloporan Joko Widodo sebagaimana
diwedarkan di atas ini, maka: saya tetap merekomendasikan Joko Widodo sebagai
Presiden RI masa bakti tahun 2019 – 2024, kecuali ada faktor “Triple-X” yang meredam dinamika vibrasi kepeloporan Joko
Widodo. Dan skor vibrasi kepeloporan Joko Widodo dalam hubungannya dengan
jabatan Presiden RI masa bakti 2019 – 2024 adalah 90/100.
Sudah
pasti ada pembaca artikel ini yang bertanya: “Bagaimanakah dengan vibrasi
kepeloporan Prabowo Subianto yang masih tercatat sebagai rival Joko Widodo?”
Jawaban atas pertanyaan ini sebenarnya tersirat dalam analisis tentang vibrasi
kepeloporan Prabowo Subianto yang telah saya muat di blog ini pada tanggal 03
Juli 2014 yang lalu. Pada tahun 2014, ketika Prabowo Subianto maju sebagai
calon Presiden, vibrasi kepeloporannya ditentukan oleh vibrasi kepeloporan yang
tersirat dalam tahun kelahirannya, yaitu tahun 1951 yang luas siklus
vibrasinya bermuara tepat pada tahun 2014. Dan ternyata Prabowo Subianto
gagal meraih kemenangan.
Pada
Pemilihan Umum Legislatif sekaligus Pemilihan Presiden pada tahun 2019,
vibrasi kepeloporan Prabowo Subianto untuk maju sebagai calon Presiden
RI masa bakti 2019 – 2024 tidak lagi ditentukan oleh vibrasi kepeloporannya
yang tersirat dalam tahun kelahiran 1951, melainkan ditentukan oleh
vibrasi kepeloporannya yang tersirat dalam tahun karier kemiliteran, yaitu tahun 1974 yang vibrasinya bersiklus
dengan vibrasi karier kemiliteran yang muncul pada tahun 1983, 1995, 1998. Dan
ternyata, luas siklus vibrasi karier kemiliteran Prabowo Subianto sebagaimana
dianalisis itu bermuara pada tahun 2019. Dengan demikian, jalan menuju Istana
Presiden RI masa bakti 2019 – 2024 masih terbuka bagi Prabowo Subianto. Tinggal
kebulatan tekad untuk memutuskan: tampil atau maju sebagai calon Presiden RI
masa bakti 2019 – 2024 pada Pemilihan Presiden tahun 2019.
Kalau
begitu, berapa besar skor vibrasi kepeloporan Prabowo Subianto dalam
hubungannya dengan jabatan Presiden RI masa bakti 2019 – 2024? Ternyata skor
vibrasi kepeloporan Prabowo Subianto dalam hubungannya dengan jabatan
Presiden RI masa bakti 2019 – 2024 adalah 30/40, dengan petunjuk vibrasi
kepeloporan
yang bergerak tidak searah dengan gerakan jarum jam. Dinamika vibrasi kepeloporan
seperti ini memberi petunjuk bahwa ada regresi pada vibrasi kepeloporan Prabowo
Subianto dalam hubungannya dengan jabatan Presiden RI masa
bakti 2019 - 2024; sehingga
apabila Prabowo Subianto maju untuk bersaing dengan Joko Widodo pada Pemilihan
Presiden RI pada tahun 2019, maka hasilnya akan sama seperti hasil Pemilihan
Presiden pada 9 Juli 2014: Joko Widodo tetap menang, kecuali ada faktor “Triple-X”
yang meredam dinamika vibrasi kepeloporan Joko Widodo. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar