Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Senin, 16 Januari 2012

BERBUAT BAIK (2)


OPINI Buang Sine berjudul “Bila Berbuat Baik, Engkau Masuk Sorga!”, sangat sederhana, karena hanya sebagai sebuah ungkapan pemahaman seorang awam (anggota jemaat biasa) atas firman Tuhan yang dibacanya. Sebagai seorang anggota jemaat biasa yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat serta mengakui firman Tuhan itu, seperti kata pemazmur dalam Mazmur 119:105, “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku”, Buang Sine tidak berteologi yang muluk-muluk. Menurut kesan saya, ketika membaca Alkitab, Buang Sine setidak-tidaknya hanya merenungkan bagian-bagian Alkitab yang dibacanya itu dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan: (a) apakah yang dikatakan di dalam bagian Alkitab yang dibaca itu tentang Tuhan (perkataan dan perbuatan-Nya); (b) apakah yang dikatakan di dalam bagian Alkitab yang dibaca itu tentang manusia; (c) apakah yang dikatakan di dalam bagian Alkitab yang dibaca itu tentang sesama manusia; (d) apakah yang dikatakan di dalam bagian Alkitab yang dibaca itu tentang alam; dan (e) adakah anjuran, perintah, larangan, atau peringatan yang harus ditaati, dilaksanakan, dijauhi, atau diwaspadai di dalam menjalani kehidupan sehari-hari sebagai seorang percaya/orang beriman (Langkah-langkah Merenungkan Alkitab).

            Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas inilah, atau setidak-tidaknya seperti apa yang diuraikan di atas inilah, Buang Sine mencamkan dan membuat simpulan—“Bila Berbuat Baik, Engkau Masuk Sorga!”—ketika membaca dan merenungkan Matius 19:16-24; Matius 5:16; Markus 12:28-34 dan Matius 25:31-46. Apakah dengan mengatakan “bila berbuat baik, engkau masuk surga”, Buang Sine menganut doktrin “salvation by work”? Menurut hemat saya, tidak. Buang Sine sama sekali tidak berteologi tentang pembenaran oleh perbuatan baik, atau keselamatan oleh perbuatan baik.Apa yang dikatakan oleh Buang Sine, “bila berbuat baik, engkau masuk sorga” itu wajar, sama wajarnya dengan pernyataan: “bila berbuat jahat, engkau masuk neraka”.

            Di dalam Alkitab terdapat banyak ayat yang menekankan “perbuatan baik, berbuat baik, berbuat kebenaran” yang dikaitkan dengan pengadilan akhir zaman, dan juga yang semestinya tampak dalam kehidupan praktis setiap orang beriman. Buang Sine (Timex, 9 September 2006) mengutip Yohanes 5:28-29: “Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suara-Nya, dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan dibangkitkan untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum.” Dalam 2 Korintus 5:10 rasul Paulus berkata: “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidup ini, baik ataupun jahat.”

            Dalam 1 Yohanes 2:29 dikatakan: “Jikalau kamu tahu, bahwa Ia adalah benar, kamu harus tahu juga, bahwa setiap orang, yang berbuat kebenaran, lahir dari pada-Nya.” Dalam 1 Yohanes 3:11 dikatakan: “Inilah tandanya anak-anak Allah dan anak-anak Iblis: setiap orang yang tidak berbuat kebenaran, tidak berasal dari Allah, demikian juga barangsiapa yang tidak mengasihi saudaranya.” Itulah sebabnya penulis surat 1 Yohanes juga mengatakan: “Anak-anakku, janganlah membiarkan seorang pun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar” (1 Yohanes 3:7). Itulah sebabnya: “Saudaraku yang kekasih, janganlah meniru yang jahat, melainkan yang baik. Barangsiapa berbuat baik, ia berasal dari Allah, tetapi barangsiapa berbuat jahat, ia tidak pernah melihat Allah” (3 Yohanes 1:11).

            Dalam surat Petrus juga kita temukan banyak ayat yang berhubungan dengan “berbuat baik; perbuatan-perbuatan yang baik, atau melakukan yang baik”. “Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini” (1 Petrus 1:17). “Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka” (1 Petrus 2:12). “Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang bodoh” (1 Petrus 2:15). Bahkan rasul Paulus berkata: “Ia [Allah] akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman. Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang yang hidup dan berbuat jahat, pertama-tama orang Yahudi, tetapi kemuliaan, kehormatan dan damai sejahtera akan diperoleh semua orang yang berbuat baik, pertama-tama orang Yahudi, dan juga orang Yunani. Sebab Allah tidak memandang bulu” (Roma 2:6-11). Hendaknya Esra camkan: ayat-ayat yang dikutip di atas ini ditujukan kepada Jemaat yang sudah percaya, atau beriman kepada Yesus!

Memperhatikan ayat-ayat yang di kutip di atas ini, maka setiap orang yang menyebut dirinya orang beriman, dengan sendirinya harus menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik; ia harus mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya. Sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada permohonan mereka yang minta tolong. Tetapi wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat” (1 Petrus 3:11-12). “Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik?” (1 Petrus 3:13). Namun apabila di dalam berbuat baik kita mengalami penderitaan, hal itu tidak perlu kita sesali, “sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena  berbuat jahat” (1 Petrus 3:17). “Karena itu baiklah juga mereka yang harus menderita karena kehendak Allah, menyerahkan jiwanya, dengan selalu berbuat baik, kepada Pencipta yang setia” (1 Petrus 4:19). Dan berkenaan dengan berbuat baik, kita terpanggil untuk meneladan Yesus yang semasa hidupnya di tanah Palestina selalu berjalan keliling sambil berbuat baik (Kisah 10:38). Bahkan pada akhir zaman Yesus akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; dan pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya (Matius 16:27; Matius 25:1-46)).

            Paparan panjang-lebar di atas ini berlimpah ruah dengan kutipan-kutipan ayat Alkitab, teristimewa Perjanjian Baru, yang berhubungan dengan hal berbuat baik. Ini saya lakukan dengan sengaja, karena tuntutan semangat dialog dalam menghadapi pemberita Injil fundamentalis ekstrem seperti Esra Alfred Soru yang lazim menerapkan metode kutip-mengutip ayat-ayat Alkitab di dalam berargumentasi, lantaran meyakini Alkitab adalah dasar pegangan orang Kristen yang sempurna tanpa kesalahan. Dengan mengutip banyak ayat-ayat Alkitab, khususnya Perjanjian Baru, yang berhubungan dengan hal berbuat baik, saya mau menunjukkan bahwa di dalam Perjanjian Baru terdapat sangat banyak ayat yang menekankan hal berbuat baik sebagai etik kehidupan orang-orang beriman, yang harus ditampakkan di dalam kehidupan praktis sehari-hari. Karena pada pengadilan akhir zaman, di hadapan takhta Yesus, setiap orang bukan diadili menurut ‘tipis-tebal imannya’ yang didasarkan atas ‘Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel’ atau ‘Pengakuan Iman Rasuli’ atau ‘Pengakuam Iman GMIT’, melainkan diadili menurut perbuatannya, baik atau jahat (Matius 16:27; Yohanes 5:28-29; 2 Korintus 5:10; Wahyu 20:11-13). Itulah sebabnya, di Patmos, Yohanes memperoleh vision dan janji yang menenteramkan, yang perlu diwartakan kepada semua orang: “Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sekarang ini. ‘Sungguh,’ kata Roh, ‘supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka’” (Wahyu 14:13).

            Berdasarkan keseluruhan paparan di atas, menjadi jelaslah apa yang dikatakan oleh penulis surat Yakobus: “Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakikatnya adalah mati” (Pasal 2:17); “iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong” (ayat 20); “iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna” (ayat 22). “Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perebuatannya dan bukan hanya karena iman” (ayat 24). Memperhatikan ayat-ayat ini, kita tidak boleh meremehkan perbuatan, karena perbuatan adalah konkretisasi iman. Hubungannya dengan pandangan rasul Paulus dapat dikaitkan dengan Roma 10:10: “…. dengan hati orang percaya dan dibenarkan, …. dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan”. Jika pandangan rasul Paulus ini dirumuskan, maka bunyinya sebagai berikut: “dengan hati orang percaya = iman; dengan mulut orang mengaku = perbuatan”. Dibenarkan, yaitu ditaruh oleh Allah dalam hubungan baik dengan Allah sendiri di dalam Yesus Kristus, karena iman (Roma 5:1, dyb). Diselamatkan, yaitu diluputkan, dibebaskan, dimerdekakan dari dosa dan dihisabkan ke dalam persekutuan orang-orang percaya dengan Kristus/Allah dan mengalami pengudusan menuju ke hidup yang kekal (Roma 6:20-23, dyb), dan akan menjadi kenyataan yang sempurna di masa depan (1 Tesalonika 4:16-17, dyb). Dengan demikian, “dibenarkan” tak dapat dipisahkan dari “diselamatkan”.

            Kembali ke rumusan “dengan hati orang percaya = i m a n; dengan mulut orang mengaku = perbuatan”, dapat kita katakan bahwa “dengan hati orang percaya” bersifat abstrak; sama seperti “iman” juga bersifat abstrak. “Dengan mulut orang mengaku” bersifat konkret, sama seperti “perbuatan” bersifat konkret. Itulah sebabnya, “percaya di dalam hati tanpa pengakuan diucapkan oleh mulut adalah kosong”, sama seperti “iman tanpa perbuatan adalah mati”.

            Berdasarkan tinjauan di atas ini maka “perbuatan baik”  b u k a n  “akibat atau buah dari keselamatan (seperti kata Esra Alfred Soru), melainkan “perbuatan baik” adalah konkretisasi iman. Konkretisasi iman artinya perwujudan iman, manifestasi iman, realisasi iman, pengejawantahan iman dalam perbuatan. Abraham mempersembahkan Ishak adalah konkretisasi iman Abraham, bukan akibat atau buah dari keselamatan yang Abraham peroleh dari Tuhan (Yakobus 2:23-24; Ibrani 11:17; Kejadian 22:1-19). Rahab menyembunyikan orang-orang yang disuruh itu di dalam rumahnya, lalu menolong mereka lolos melalui jalan lain, adalah konkretisasi iman Rahab (Yosua 2; Yakobus 2:25; Ibrani 11:31). Setiap “perbuatan baik” yang dilakukan oleh setiap orang beriman adalah merupakan konkretisasi iman,  b u k a n  akibat atau buah dari keselamatan (seperti kata Esra Alfred Soru). Begitu pula dengan “buah Roh” (Galatia 5:22-23). Dalam Galatia 3:14 rasul Paulus berkata: “…. oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu”.

Dengan demikian, “buah Roh” yang disebutkan dalam Galatia 5:22-23 itu pun merupakan konkretisasi iman dari setiap orang beriman yang membiarkan dirinya dipimpin oleh Roh; jadi bukan merupakan akibat atau buah dari keselamatan. Itulah sebabnya rasul Paulus berkata kepada setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus: “hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging” (Galatia 5:16); berikanlah “dirimu dipimpin oleh Roh” (ayat 18); “Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh” (ayat 25).

            Berkenaan dengan “berbuat baik”, Esra (Timex, Rabu, 3 Mei 2006) mengemukakan pendapatnya dalam bentuk dialog santai Ama tukang batanya & Om Pandita banyak tahu sebagai berikut.

            Ama: …. om Pandita bilang bahwa manusia di luar Kristus tidak bisa berbuat baik. Om Pandita juga bilang bahwa orang percaya juga harus berbuat baik. Kalau begitu orang yang sonde percaya tidak bisa berbuat baik dan orang yang su percaya bisa berbuat baik.”
           
Pandita: Batullll sekali Ama!”
            Ama: Yang beta kapingin tahu adalah bagaimana caranya sampai orang yang su percaya bisa mempunyai kemampuan berbuat baik dan itu mencapai standard ‘Bapa Tua’ si atas?”
           
Pandita: Oh…. begini Ama. Pada waktu katong percaya pada Yesus, maka secara otomatis kemauan dan kemampuan untuk berbuat baik itu dianugerahkan kepada kita.”
           
Ama: Om Pandita tahu dari mana?”
           
Pandita: Ya dari Alkitab. Ingat, Alkitab harus jadi dasar pegangan orang Kristen. Kalau ada orang bikin teori banyak-banyak dan bagus tapi sonde pakai Alkitab, tak usah dengar dia. Dia bikin kacau keadaan sa! Jadi yang beta bilang tadi tu ada di Alkitab. Mari katong lihat Fil 2:13 yang berbunyi: ‘Karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya’…”

            Benarkah kata Om Pandita banyak tahu bahwa manusia di luar Kristus dan/atau manusia yang tidak percaya kepada Yesus tidak bisa berbuat baik? Untuk menjawab pertanyaan ini saya tidak akan berteologi dan/atau merujuk pandangan para teolog yang muluk-muluk, apalagi tidak mengutip ayat-ayat Alkitab secara konkret, karena ini tidak akan dihiraukan oleh Esra. Tetapi saya juga tidak akan berandai-andai dengan mempergunakan ilustrasi ‘kode’ atau ‘monyet’ seperti yang dilakukan sendiri oleh Esra, karena ternyata ilustrasi naif tersebut menodai keluhuran firman Allah sekaligus mereduksi kebesaran dan kemahakuasaan Allah. Saya menyadari betul akan peringatan Yesus: “…. Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkan pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum” (Matius 12:36,37). Dengan demikian, untuk mengetahui apakah benar manusia di luar Kristus dan/atau manusia yang tidak percaya kepada Yesus tidak bisa berbuat baik, seperti kata Om Pandita banyak tahu (yaitu Esra Alfred Soru), saya hanya akan menunjuk kepada apa yang dikatakan di dalam Alkitab, seraya memberikan sekadar komentar.

            Dalam Perjanjian Lama, Yehezkiel 18:21-28, dikemukakan bahwa “orang fasik bisa insaf dan bertobat dari kejahatan yang dilakukannya dan dapat berbuat baik sehingga Tuhan berkenan kepadanya. Sebaliknya, orang benar juga dapat berbalik dari kebenaran dan melakukan kejahatan sehingga memperoleh hukuman dari Tuhan”. Perhatikan juga kesaksian yang terdapat dalam Yehezkiel 33:12-19; Yeremia 18:7-10 dan Yunus 3.

            Dalam Perjanjian Baru, pada Kisah 10:1-2 dikisahkan tentang “Kornelius, seorang perwira pasukan yang disebut pasukan Italia. Ia bukan orang Yahudi dan bukan beragama Yahudi yang percaya kepada Allah (YHWH). Namun di situ dikatakan bahwa ia saleh, ia dan seisi rumahnya takut akan Allah dan ia banyak memberi sedekah kepada umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Allah”. Tentang peri kehidupan Kornelius dan seisi rumahnya itu, rasul Petrus berkata: “Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa mana pun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya (Kisah 10:34-35). Kesaksian ini memberi petunjuk bahwa Kornelius dan seisi rumahnya sudah menjadi saleh, takut akan Allah, banyak memberi sedekah (berbuat baik), senantiasa berdoa kepada Allah, dan mengamalkan kebenaran, sebelum mereka dibaptis menjadi orang yang percaya kepada Yesus!.

            Rasul Paulus berkata dalam Roma 2:13-16 sebagai berikut: “Karena bukanlah orang yang mendengar hukum Taurat yang dibenarkan di hadapan Allah, tetapi orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan. Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri. Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela. Hal itu akan tampak pada hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus.” Perhatikan juga Roma 2:26,27: “Jadi jika orang yang tak bersunat memperhatikan tuntutan-tuntutan hukum Taurat, tidakkah ia dianggap sama dengan orang yang telah disunat? Jika demikian, maka orang yang tak bersunat, tetapi yang melakukan hukum Taurat, akan menghakimi kamu yang mempunyai hukum tertulis dan sunat, tetapi yang melanggar hukum Taurat”. Dan dalam Roma 10:12,13 rasul Paulus berkata: “Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya. Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan.”

Menurut Yesus, seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi tergantung pada hukum: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu; dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 22:37-40). Logika dalam kaitannya dengan Roma 2:14-15 kita dapat berkata: “Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Kasih (seperti yang diajarkan oleh Yesus) oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut oleh hukum Kasih, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Kasih, mereka menjadi hukum Kasih bagi diri mereka sendiri. Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Kasih ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela”.

Berkenaan dengan Roma 2:14-15 sebagaimana dikomentari di atas ini, dalam Kamus Alkitab (A Dictionary of the Bible), halaman 10, W.R.F. Browning menjelaskan sebagai berikut: “PL dan PB keduanya mengerti bahwa Allah meletakkan atas dunia ini suatu aturan dan susunan tertentu; dan bahwa kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi diberikan kaidah-kaidah dasar, sekalipun mereka tidak diberkati dengan Torah…… Orang-orang kafir yang baik melakukan perbuatan baik secara alamiah sesuai dengan hukum yang dari Allah. Juga dalam prolog Injil Yohanes dikatakan bahwa Firman sebagai terang itu ada di seluruh dunia, dan yang menyambutnya mencakup baik orang Israel yang setia, maupun semua orang lain yang bukan Yahudi yang melakukan perintah-perintah perjanjian Nuh secara alamiah. Semua adalah anak-anak Allah. Dengan menjadi manusia sesungguhnya, semua orang laki-laki dan perempuan mempunyai kemampuan mengenal Allah. Ini lepas dari, atau mendahului penyataan khusus Allah dalam Yesus, Alkitab atau Gereja.”

Berdasarkan pemahaman atas teks Roma 2:14-15 sebagaimana dikemukakan di atas inilah, saya dapat mengiakan pernyataan Karl Barth: “Janganlah heran apabila kita berjumpa dengan seseorang yang bukan warga gereja, yang tidak pernah mengikuti kebaktian di gereja, yang tidak pernah membaca Alkitab/Injil, tetapi sikap/perilaku kehidupannya seperti seorang pengikut Yesus yang sejati, melebihi sikap/perilaku orang-orang Kristen dengan segala kekristenannya. Dalam kasus seperti ini pemerintahan Kristus terlihat/menjadi kenyataan” (The Faith Of The Church, 1964:122).

            Kalau begitu, apakah yang dapat kita simpulkan dari tinjauan di atas ini? Pertama, kita, yang menamakan diri Kristen, yang percaya kepada Kristus, yang rajin menghadiri kebaktian pada hari Minggu, maupun pada hari apa saja,  yang rajin bersekutu dalam persekutuan doa, yang rajin menghadiri kebaktian kebangunan rohani, bukan satu-satunya orang atau kelompok orang yang dapat berbuat baik, atau yang memonopoli segala kemungkinan untuk berbuat baik. Sebab ada orang lain—yang Esra sebut orang ‘di luar Kristus, yang dikatakan tidak dapat berbuat baik’—juga dapat berbuat baik dan mengamalkan kebenaran. Itulah sebabnya kita harus mengaku seperti Petrus: “Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa mana pun yang takut akan Dia dan mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya” (Kisah 10:34-35). Kedua, Karena Allah tidak membedakan orang (Kisah 10:34); Allah tidak memandang bulu (Roma 2:11); Allah tidak memandang muka (Galatia 2:6); maka Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya (Roma 10:12); dan Allah yang satu itu bukan hanya Allah orang Yahudi saja; bukan hanya Allah orang Kristen saja, melainkan Ia juga adalah Allah bangsa-bangsa lain (Roma 3:29). Bahkan ketika berpidato di Atena, rasul Paulus mengutip pendapat pujangga-pujangga Atena: “Sebab kita ini (semua umat manusia) dari keturunan Allah juga” (Kisah 17:28).

            Selanjutnya Esra yang berperan sebagai “Om Pandita Banyak Tahu” mengatakan: “Pada waktu katong percaya pada Yesus, maka secara otomatis kemauan dan kemampuan untuk berbuat baik itu dianugerahkan kepada kita”. Untuk mengukuhkan pendapat ini, Esra mengutip Filipi 2:13: “Karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.” Ternyata Esra sebagai “Om Pandita Banyak Tahu” keliru memahami kerugma Filipi 2:13. Ayat ini, yakni Filipi 2:13, tidak menyarankan bahwa Allah mengaruniakan secara otomatis kemauan dan kemampuan untuk berbuat baik kepada setiap orang yang percaya kepada Yesus. Filipi 2:13 hanya menekankan bahwa Allah-lah yang mengerjakan di dalam setiap orang yang percaya pada Yesus baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Pemahaman terhadap ayat ini tidak boleh dilepaskan dari hubungannya dengan ayat 12 yang berbunyi: “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir”. Dalam ayat 12 rasul Paulus menekankan mengenai respons dan tanggung jawab orang yang percaya pada Yesus, yaitu ketaatan yang bersifat terus-menerus dan usaha yang penuh waspada di dalam mempertahankan keselamatan yang telah diperoleh di dalam Yesus. Dan dalam ayat 13, rasul Paulus menekankan mengenai karya Allah menurut kerelaan-Nya di dalam kehidupan orang-orang yang percaya pada Yesus, yang benar-benar menunjukkan respons dan tanggung jawab secara konsisten sebagaimana ditekankan dalam ayat 12 itu. Sama halnya dengan “buah Roh” (Galatia 5:22-23) tidak secara otomatis dihasilkan oleh setiap orang pada saat orang itu percaya pada Yesus. “Buah Roh” baru dapat dihasilkan oleh setiap orang yang percaya pada Yesus, bila orang itu memberi dirinya dipimpin oleh Roh, dan hidup oleh Roh secara konsisten. Perhatikan Galatia 5:16-25 dan Roma 8:1-17.

            Untuk membuktikan bahwa kemauan dan kemampuan untuk berbuat baik itu tidak secara otomatis dianugerahkan kepada orang yang percaya pada Yesus, cukup saya berikan satu contoh berikut ini. Jemaat Korintus yang berlatar belakang filsafat Yunani menganggap tubuh (materi) dan jiwa (roh) tidak berhubungan (J.Ch. Beker. Paul the Apostle, Hlm.165). Oleh karena itu, perbuatan yang dilakukan oleh tubuh tidak dan/atau kurang mendapat perhatian (Ernst Kasemann. Yesus means Freedom, Hlm.54). Atas pandangan ini, warga jemaat Korintus berpendapat bahwa melakukan percabulan pun tidak mempengaruhi kemurnian jiwa (roh). Demikian pula dengan perbuatan-perbuatan gelap lainnya. Akibatnya, warga jemaat Korintus, walaupun sudah percaya pada Yesus, tetap melakukan percabulan dan perbuatan-perbuatan gelap lainnya. Kenyataan inilah yang memprihatinkan sehingga mendorong rasul Paulus menulis 1 Korintus 6:1-20 (Tjatra Puspitha. Keselamatan Menurut Paulus).

            Berdasarkan tinjauan di atas ini, sekali lagi saya tekankan bahwa pendapat yang mengatakan manusia secara otomatis dianugerahi kamauan dan kemampuan untuk berbuat baik pada waktu manusia percaya pada Yesus adalah pendapat yang tidak benar. Manusia yang percaya pada Yesus, walaupun sudah memperoleh pembenaran dan jaminan keselamatan, masih dapat jatuh ke dalam pencobaan, dapat berbuat jahat seperti sebelum percaya pada Yesus, bahkan dapat murtad (membuang iman, tidak setia pada iman, dan beralih kepercayaan atau mengingkari Yesus). Itulah sebabnya, kepada setiap orang yang percaya pada Yesus, rasul Paulus menganjurkan agar menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang (Roma 13:12,14); senantiasa berjaga-jaga (Kolose 4:2; 1 Korintus 16:13); mengenakan seluruh perlengkapan rohani (Efesus 6:10-18).

Semua perikop yang disebutkan di atas ini menekankan tentang keseriusan respons dan tanggung jawab manusia yang percaya pada Yesus secara konsisten, untuk tujuan seperti yang ditekankan rasul Paulus dalam Filipi 2:12: “….tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar….”  Sementara dalam surat 1 Korintus 9:24-25, Paulus mengilustrasikan keseriusan respons dan tanggung jawab manusia yang percaya kepada Yesus secara konsisten demi memperoleh mahkota keselamatan sebagai berikut: “Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang  fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi.”  Bahkan rasul Paulus sendiri menekankan keseriusan respons dan tanggung jawabnya sebagai pemberita Injil agar jangan sampai ditolak kelak, sebagai berikut: “Sebab aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak” (1 Korintus 9:26-27). Hal yang sama, rasul Paulus peringatkan pula kepada Timotius: “Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau” (1 Timotius 4:16). ***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar