Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Rabu, 19 Oktober 2011

YOHANES PEMBAPTIS (2)


DALAM opini “Yohanes Pembaptis: Elia atau Bukan?” (Timex, Senin, 13-8-2007), Esra menguraikan tentang “nubuat kedatangan Elia” dan “penyangkalan Yohanes versus pernyataan Yesus” sebagai berikut: “…Mungkin hal pertama yang perlu kita pikirkan adalah mengapa orang Yahudi ketika mendatangi Yohanes Pembaptis langsung mengajukan pertanyaan ‘Elia?’ Jawabnya karena memang di dalam Perjanjian Lama dikatakan bahwa Elia akan datang kembali sebagaimana dikatakan Mal 4:5-6: ‘Sesungguhnya Aku akan mengutus nabi Elia kepadamu menjelang datangnya hari TUHAN yang besar dan dahsyat itu…’  Perhatikan bahwa janji Allah itu disampaikan dalam kitab Maleakhi yang adalah kitab terakhir dari PL dan setelah Maleakhi, terjadi masa keheningan (tidak ada suara kenabian/wahyu Tuhan)  selama 400 tahun sampai munculnya Yohanes Pembaptis. Itulah sebabnya wajar jika orang Yahudi menduga bahwa Yohanes Pembaptis adalah Elia yang dijanjikan dalam kitab Maleakhi itu.”

YOHANES PEMBAPTIS (1)


INJIL Markus dan Matius menyaksikan secara langsung penampilan Yohanes Pembaptis di padang gurun Yudea untuk menyerukan pertobatan dan pembaptisan demi pengampunan dosa, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat. Selain itu, Yohanes Pembaptis mewartakan pula akan datangnya “seorang tokoh” yang lebih berkuasa dari padanya, yang akan melakukan pembaptisan dengan Roh Kudus dan dengan api (Markus 1:4-8; Matius 3:1-13). Injil Yohanes langsung mengisahkan tentang Yohanes (Pembaptis) memberi kesaksian kepada beberapa imam dan orang-orang Lewi yang menanyakan  siapa  dirinya, dan pekerjaan pembaptisan yang dilakukannya, serta menyaksikan pula tentang akan datangnya “seorang tokoh” yang lebih berwibawa dari padanya, yang akan membaptis dengan Roh Kudus. Tokoh yang berwibawa itu disaksikan oleh Yohanes: “Ia inilah Anak Allah”(Yohanes 1:19-34).

Sabtu, 01 Oktober 2011

AKU DAN BAPA ADALAH SATU


JUDUL tulisan ini diambil dari Injil Yohanes 10:30 yang berbunyi: “Aku dan Bapa adalah satu”, yang dalam transkripsi teks Gerika berbunyi: egō kai ho patēr hen esmen. Gagasan apakah yang tersirat dalam ayat ini?  Frans Donald—sebagaimana dikutip oleh Esra Alfred Soru—mengatakan : “Secara kurang tepat, ayat ini langsung diartikan oleh para teolog Trinitarian bahwa Yesus adalah Allah, pribadi yang sama dengan Bapa… Sesuai dengan konteksnya, kata ‘satu’ dalam Yohanes 10:30 maupun Yohanes 17 bukanlah satu pribadi, melainkan satu visi, satu misi, satu pekerjaan, satu spirit, satu hati, satu pikir, bukan satu sosok atau satu oknum. Seperti halnya sepasang suami-isteri adalah satu tapi tetap dua pribadi yang berbeda” ( dikutip dari: “Yesus Bukan Allah?” [2]; Opini Esra Alfred Soru yang dimuat di Timor Express edisi Selasa, 14 November 2006).

PENGAKUAN THOMAS


Berkenaan dengan opini/tanggapan balik atas jawaban Frans Donald, ”Yesus bukan Allah sejati? (2)” (Timex, 24 Januari 2007), saya merasa tertarik untuk meninjau ucapan atau jawaban Thomas kepada Yesus dalam Yohanes 20:28. Ucapan Thomas dalam Yohanes 20:28 itu pada hakikatnya merupakan sebuah ekspresi perasaan dengan penuh khidmat/takzim, lantaran Thomas mengalami suatu peristiwa yang sangat mencengangkan/menakjubkannya. Delapan hari sebelumnya, Thomas menyatakan keteguhan prinsipnya kepada murid-murid lain yang telah melihat Yesus: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya” (Yohanes 20:25). Pernyataan Thomas ini sangat tegas, mencerminkan ketidak-percayaannya terhadap kebangkitan Yesus yang disaksikan sesama murid yang lain.  Tetapi apakah yang terjadi ketika Yesus kembali menampakkan diri kepada murid-murid-Nya ketika Thomas juga hadir? Pendirian Thomas yang keras luluh, ketika Yesus berbicara tatap muka dengannya (ayat 27).

Kamis, 15 September 2011

KANDIDAT DAN AMBISI

“Kandidat” dan “Ambisi” adalah dua kata yang memiliki arti yang saling memberi isi dan terkait erat: inheren; melekat; tidak dapat diceraikan. “Kandidat”, diserap dari bahasa Inggris “candidate”, berasal dari bahasa Latin candidatus, asal kata: candidus, artinya (1)  “putih” (arti kias, “tiada noda, tiada cela, tiada kesalahan, tiada kecemaran); (2) “adil, bijaksana, jujur; baik/cukup baik”; (3) “tidak usah diragukan; bebas dari skandal; bersih”; dan (4) “tulus, jujur, terus terang, tidak dibuat-buat”. Kata Latin candidatus artinya “orang yang mencari, melamar, atau mencalonkan diri untuk suatu pengangkatan jabatan, kedudukan, atau kehormatan”; “orang yang bercita-cita atau mencari jabatan, kedudukan dengan keinginan/hasrat yang besar”. Berdasarkan medan makna kata candidatus inilah, maka  kata candidatus  juga berarti: “berpakaian putih seperti seorang calon pejabat pemerintah Roma”.

Hē archē


Setelah membaca opini Esra  Alfred Soru, “Telaah Teologis Atas Buku ALLAH DALAM ALKITAB & ALQURAN  karangan Frans Donald (FD) Yesus Bukan Allah?” yang diterbitkan secara bersambung di Harian Pagi Timor Express (Timex) edisi Senin, 13 November 2006 sampai Jumat, 17 November 2006, saya merasa tertarik untuk memberikan  catatan pinggir terhadap beberapa konsepsi teologis yang Esra Alfred Soru kemukakan dalam berpolemik dengan Frans Donald. Tujuan yang ingin dicapai melalui catatan pinggir (marginalia) ini bukan ‘siapa yang kalah dan siapa yang menang’, melainkan ‘kebenaran’. Dan berkenaan dengan kebenaran yang ingin dicapai, kaidahnya tidak bisa diukur dengan rumusan kebenaran dalam ilmu-ilmu yang instruksional dan doctrinal, melainkan dengan rumusan kebenaran deskriptif yang dapat dipertanggungjawabkan  secara teologis-alkitabiah yang mencerminkan kebenaran secara komprehensif, bukan secara parsial. Untuk itu, dalam marginalia ini saya hanya akan menyiasati  apa gerangan yang dimaksudkan dengan hē archē dalam Wahyu 3:14.

FILIPI 2:6-7


DALAM opini “Yesus Bukan Allah (3)” (Timex, 15 November 2006), Esra Alfred Soru (selanjutnya akan saya sapa, Esra) menguraikan Filipi 2:6 dalam hubungannya dengan ayat 7 secara panjang-lebar. Namun ada beberapa hal yang harus ditinjau lebih dalam. Sebelum meninjau beberapa hal yang saya maksudkan itu, terlebih dahulu transkripsi teks Gerika Filipi 2:6,7 saya kutip demi kepentingan analisis.

Rabu, 07 September 2011

STUKTUR LEKSIKAL


Yang dimaksudkan dengan struktur leksikal adalah “bermacam-macam pertalian semantik yang terdapat dalam kata”. Di bawah ini saya akan berikan sedikit penjelasan seputar tiga istilah, sesuai dengan contoh-contoh yang Esra uraikan dalam opini bagian pertama (Timex, 23-1-2007), teristimewa berkenaan dengan penjelasan Hasan Sutanto yang Esra kutip: “Dalam Alkitab sering terdapat kata-kata yang sama, tetapi mengandung pengertian yang berlainan (Polyonymy – bahasa Inggris). Ini berarti satu kata mungkin mengandung banyak arti. Sebaliknya, sering juga terdapat kata-kata berlainan tetapi menunjukkan pengertian yang sama/mirip. (Homonymy – bahasa Inggris)…dalam kasus-kasus demikian, konteks berperanan menentukan artinya (Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. SAAT. 2001:214).  Benarkah apa yang dikatakan oleh Hasan Sutanto sebagaimana dikutip di atas ini?  Perhatikan uraian di bawah ini.

Prōtotokos & chokmah


Opini Esra Alfred Soru (selanjutnya akan saya sapa, Esra) berjudul “Yesus bukan Allah?”, yang merupakan telaah teologis atas buku Allah Dalam Alkitab & Alquran karangan Frans Donald (Timor Express, Senin, 13 November 2006), mengundang perhatian saya untuk menyiasati dua gagasan lagi, yaitu prōtotokos dan chokmah.

Senin, 22 Agustus 2011

LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN (3)


Kemitraan laki-laki dan perempuan dalam karya

Dalam kitab Perjanjian Lama kita dapat menemukan beberapa petunjuk mengenai kemitraan laki-laki dan perempuan dalam karya. Saat membaca kitab 2 Samuel 17:15-21 misalnya, kita cenderung menganggap biasa-biasa saja terhadap peranan yang dimainkan oleh tokoh budak perempuan yang dikisahkan dalam ayat 17, serta peranan yang dimainkan oleh tokoh perempuan di Bahurim yang dikisahkan dalam ayat 19-20. Sesungguhnya tokoh budak perempuan dan tokoh perempuan di Bahurim itu telah memainkan peranan selaku mitra laki-laki Yonatan dan Ahimas yang melaksanakan tugas sebagaimana dikisahkan dalam teks tersebut.

LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN (2)


Patut diakui bahwa kita kesulitan untuk memperoleh satu model dalam Alkitab menyangkut kemitraan laki-laki dan perempuan. Benar, para ahli Alkitab berkata-kata mengenai ketergantungan pada ruang dan waktu tertentu dari pernyataan-pernyataan (ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan) yang terdapat di dalam Alkitab seputar kemitraan laki-laki dan perempuan. Dan ada pula yang berpendapat bahwa terdapat kecenderungan androsentrisme (= laki-laki sentris) dan misoginis (= kebencian terhadap perempuan) baik di dalam Yudaisme maupun di dalam kekristenan, di mana bekas-bekas dari yang disebut terakhir masih kita jumpai di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru (Yewangoe, 1993:8-9).

LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN (1)


Mitra Sepadan
ALLAH menjadikan manusia itu laki-laki dan perempuan (Kejadian 1:27). Penjadian manusia atas laki-laki dan perempuan dikisahkan secara khas dalam Kejadian 2:7,18,21-25. Berkenaan dengan penjadian manusia perempuan, Allah berkata: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (2:18). Manusia laki-laki mesti ada ’penolong yang sepadan’ dengan dia. Hal ini dipertimbangkan oleh Allah sebagai sesuatu yang niscaya (2:18,20). Atas dasar itulah manusia perempuan dijadikan dari salah satu rusuk manusia laki-laki (2:21,22). ‘Penolong yang sepadan’ inilah yang dinamai ‘perempuan’, sebab ia diambil dari laki-laki (2:23).

MANUSIA DAN TUGAS


            ALLAH menciptakan manusia dan sekaligus memberi tugas kepada manusia. Tugas yang harus diemban atau dilaksanakan. Kitab Kejadian 1:26,27,28 memberikan kepada kita petunjuk tentang keniscayaan manusia dan tugas berdasarkan rencana Allah. Tugas itu yakni: (a) berkuasa atas bumi dan isinya dan (b) beranakcucu, bertambah banyak untuk memenuhi/mendiami bumi dan taklukkanlah itu. Secara umum, itulah tugas yang diamanatkan dalam Kejadian 1:26,27,28.

MANUSIA (2)


Allah menciptakan manusia sekaligus memberi tugas kepada manusia. Kitab Kejadian 1:26-28 dan 2:15-25 memberikan kepada kita petunjuk tentang keniscayaan manusia dalam tugas berdasarkan rencana Allah. Tugas itu yakni: (a) berkuasa atas bumi dan segala isinya dan (b) beranak-cucu, bertambah banyak untuk memenuhi/mendiami bumi dan taklukkanlah itu. Secara umum, itulah tugas-tugas yang diamanatkan Allah kepada manusia.

MANUSIA (1)


SIGMUND FREUD berkata, “The most mysterious thing in the universe to man is man himself. We are blind about the most important thing in our lives, our own self. What is inside us is the greatest mystery of all” (Psychology of the unconscious). Bahwasanya hal yang teramat rahasia di dalam alam semesta bagi manusia adalah manusia itu sendiri. Kita sesungguhnya buta mengenai hal yang teramat penting dalam hidup kita, yakni diri kita sendiri. Sesungguhnya apa yang ada di dalam diri kita adalah merupakan rahasia terbesar daripada segala-segalanya. Begitulah kata Sigmund Freud.

KERUNTUHAN UNI SOVIET

MENURUT TEORI VIBRASI

            Latar belakang

KERUNTUHAN UNI SOVIET pada 26 Desember 1991 ternyata merupakan keruntuhan tirani anti agama/tirani anti Tuhan yang dipelopori Partai Komunis Uni Soviet.  Pernyataan ini merupakan kesimpulan yang saya ambil setelah membaca buku  berjudul Man’s Origin, Man’s Destiny  yang ditulis oleh Prof. Dr. A.E. Wilder-Smith (Telos International. London 1974), yang menceriterakan “penderitaan umat beragama di Uni Soviet antara tahun 1964 sampai tahun 1974, lantaran tekanan Partai Komunis Uni Soviet yang sangat fanatik terhadap komunisme dan ateisme, karena itu sangat memusuhi dan anti terhadap agama.

Senin, 08 Agustus 2011

Percaya Pada Allah Dalam Konteks NTT


Catatan Pendahuluan 

JUDUL tulisan ini saya angkat dari judul tulisan Dr. Eben Nuban Timo yang dimuat di SKH POS KUPANG edisi tahun lalu, Sabtu 23 Oktober 2004. Opini yang dirajut oleh Dr. Eben Nuban Timo dalam tulisannya yang berjudul “Percaya pada Allah dalam konteks NTT” itu boleh dibilang sebuah eksposisi tentang hasil pergumulan beberapa teolog Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) mengenai iman dan keyakinan, yang dirumuskan sendiri dengan realitas pribumi di mana GMIT hadir.

Catatan atas: TATA IBADAH PERJAMUAN KUDUS GMIT


(cara baru perayaan sakramen)

Pendahuluan
PERJAMUAN KUDUS bukanlah ketetapan yang dibuat oleh manusia, melainkan ketetapan yang dibuat dan diperintahkan oleh Tuhan Yesus sendiri. Hal ini dapat kita baca dalam Injil Matius 26:26-29; Markus 14:22-25; Lukas 22:14-20; dan 1 Korintus 11:23-25. Apabila kita membaca ayat-ayat Injil yang disebutkan ini, kita akan menemukan perbedaan-perbedaan di sana-sini. Namun demikian, semuanya menyaksikan satu hal yang penting dan menentukan, yaitu: perintah Tuhan Yesus supaya merayakan Perjamuan Kudus sebagai suatu peringatan akan Dia (Lukas 22:19; 1 Korintus 11:23-25).

Sekali Lagi Tentang: Marginalia Atas JANJI BARU (3)


SALAH SATU pengertian terjemahan ialah memindahkan pesan (makna) yang terdapat dalam teks bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran (atau bahasa penerima) dan mengungkapkannya kembali sewajar mungkin dalam bahasa sasaran dengan mempergunakan seutuh mungkin makna yang dialihkan tersebut (Maurits Marpaung, dalam Alkitab dan Komunikasi. LAI 2001:208-209). Apa yang dikatakan oleh Maurits Marpaung, guru besar pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jakarta dan anggota Komisi Penerjemahan LAI, yang saya kutip untuk mengawali tulisan ini memberi petunjuk bahwa “pekerjaan menerjemahkan Alkitab bukan pekerjaan yang mudah”. Untuk menerjemahkan Perjanjian Lama ke dalam bahasa apa saja, si penerjemah harus mengetahui secara baik dan benar kaidah/seluk-beluk bahasa sumber yaitu bahasa Ibrani yang dipakai dalam Perjanjian Lama, sekaligus harus mengetahui secara baik dan benar pula  kaidah/seluk-beluk bahasa sasaran yaitu bahasa yang ke dalamnya Perjanjian Lama hendak diterjemahkan. Begitu pula apabila Perjanjian Baru hendak diterjemahkan ke dalam bahasa lain, si penerjemah harus mengetahui sebaik-baiknya kaidah/seluk-beluk bahasa Gerika sebagai bahasa sumber, sekaligus kaidah/seluk-beluk bahasa sasaran yang ke dalamnya Perjanjian Baru hendak diterjemahkan.

Sekali Lagi Tentang: Marginalia Atas JANJI BARU (2)


PADA tanggal 4 November 2007 yang lalu  kakak saya, Dr. A.L. Netti meminjamkan kepada saya beberapa buku. Satu di antaranya berjudul, Alkitab dan Komunikasi, diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia pada tahun 2001. Buku ini sangat bermanfaat. Di dalamnya berisi sekitar 20 makalah seputar penerjemahan Alkitab, yang disajikan oleh orang-orang yang ahli di bidangnya masing-masing. Setelah membaca buku tersebut, saya  merasa bersyukur, karena opini yang saya kemukakan di media cetak Timor Express edisi tanggal 24, 25, dan 26 September 2007 yang lalu itu ternyata tidak melenceng, karena itu diharapkan dapat menjadi masukan yang berharga bagi tim penerjemah  Perjanjian Baru dalam dialek Kupang.

Sekali Lagi Tentang: Marginalia Atas JANJI BARU (1)


PADA tanggal 24, 25, dan 26 September 2007 yang lalu, Harian Pagi Timor Express telah memuat tulisan saya  berjudul “Marginalia Atas ‘Janji Baru’—Perjanjian Baru versi GMIT”. Secara garis besar, ketiga tulisan tersebut menyentil tentang kontekstualisasi Injil Yesus Kristus dalam dialek Kupang yang dilakukan oleh tim penerjemah ‘Janji Baru’ versi GMIT. Melalui ketiga tulisan tersebut, telah saya tunjukkan bahwa tim penerjemah ‘Janji Baru’ ternyata tidak mempedulikan inti (core) Injil Yesus Kristus yang patut dipertahankan demi menjamin identitas kristiani, nilai-nilai kekudusan, keagungan, dan kekhidmatan. Tim penerjemah lebih menomorsatukan dan/atau mengistimewakan  dialek Kupang  yang bersifat manasuka dan asal-asalan di dalam penyampaian ide/konsepsi, dan tidak ragu-ragu meredupkan, bahkan menafikan, nilai-nilai kekudusan, keagungan, dan kekhidmatan Injil Yesus Kristus. Dan untuk  mengukuhkan  pernyataan yang disebutkan di atas ini, maka tinjauan dan sorotan atas Janji Baru—yakni Perjanjian Baru Versi GMIT, yang dikerjakan oleh sepuluh penerjemah dan ditopang oleh empat pakar yang diakui oleh para lembaga penerjemahan Alkitab itu, saya lanjutkan kali ini di bawah judul “Sekali Lagi Tentang: Marginalia Atas Janji Baru”.

LEONARDO DA VINCI (3)


PADA bulan Agustus 2006 yang lalu, kakak saya, Dr. A.L. Netti meminjamkan kepada saya sebuah buku berjudul, Biografi Dan Brown The Man Behind The Da Vinci Code. Buku ini adalah terjemahan Burhan Wirasubrata ke dalam edisi bahasa Indonesia dari judul aslinya, The Man Behind The Da Vinci Code: An Unauthorized Biography Of Dan Brown, yang ditulis oleh Lisa Rogak, New York 2005. Edisi bahasa Indonesianya diterbitkan oleh Ufuk Press, PT. Cahaya Insan Suci, Jakarta 2006. Ada beberapa hal menarik dari buku ini yang ingin saya ungkapkan dalam tulisan ini.

LEONARDO DA VINCI (2)


PADA tanggal 19 Juni 2006 yang lalu, saya membaca sebuah percakapan jenaka: “Dialog santai Ama tukang batanya & Om Pandita banyak tahu” yang termuat di Harian Pagi Timor Express. Salah satu bagian dari percakapan jenaka tersebut sebagai berikut.

            “Ama: Satu pertanyaan lagi om Pandita. Kenapa itu buku diberi judul ‘The Da Vinci Code’? yang beta dengar dari orang-orang dalam bahasa Indonesia berarti ‘Kode Da Vinci’. Beta tahu ada banyak kode di jalan menuju pelabuhan Tenau tapi belum pernah dengar kode yang bernama Da Vinci. Selain itu setahu beta ‘Da Vinci’ itu nama toko dan merk sandal. Jangan marah ho om Pandita. Namanya juga orang kampung.”

LEONARDO DA VINCI (1)


N A M A  Leonardo da Vinci ramai dibicarakan orang akhir-akhir ini. Hal ini terkait erat dengan novel The Da Vinci Code karya Dan Brown yang diterbitkan pada tahun 2003. Novel tersebut kemudian difilmkan dan dirilis pertama kali pada 15 Mei 2006, setelah itu ditayangkan serentak di bioskop-bioskop di seluruh dunia pada tanggal 19 Mei 2006. Di Kupang, ibu kota Provinsi NTT,  nama Leonardo da Vinci serta novel dan film The Da Vinci Code pertama kali digosipkan secara heboh oleh Esra Alfred Soru melalui tulisannya “The Da Vinci Code” – Dialog Santai Ama Tukang Batanya & Om Pandita Banyak Tahu, yang terdiri atas tiga seri tulisan yang dimuat di Harian Pagi Timor Express, edisi Senin, 19 Juni sampai dengan Rabu, 21 Juni 2006. Sedangkan film The Da Vinci Code ditayangkan untuk pertama kalinya bukan di gedung bioskop, tetapi di gedung kebaktian jemaat AGAPE pada hari Rabu, 21 Juni 2006, jam 16.00 petang, dalam acara: “Nonton Bareng Film The Da Vinci Code”. Setelah itu, pada hari Kamis, 22 Juni 2006, di tempat yang sama, diadakan seminar tentang The Da Vinci Code. Pembicara utama pada seminar itu adalah Yakub Tri Handoko, Th. M., Rektor Sekolah Tinggi Teologia Injili Abdi Allah (STTIAA) Pacet-Jatim.

MARGINALIA ATAS “JANJI BARU” (2)


(Perjanjian Baru Versi GMIT)

SAYA sungguh sedih dan larut dalam perasaan kasihan ketika membaca JANJI BARU  (Perjanjian Baru versi GMIT). Mulai dari halaman 1, Tuhan Yesus pung Carita Bae iko Mateos yang mengisahkan tentang Tuhan Yesus pung daftar nene-moyang,  sampai halaman 908 yaitu halaman terakhir Kitab Dunya Model Baru yang ditutup dengan Yohanes pung pasán tarahir, hati saya tidak mengalami  “suka cita” dan “kedamaian”. Saya benar-benar merasa seperti berada di sebuah “dunia baru” yang sangat asing dan merisaukan, karena di dunia baru itu norma-norma kekudusan, keagungan, dan kekhidmatan telah mengalami erosi.

MARGINALIA ATAS “JANJI BARU” (1)


(Perjanjian Baru Versi GMIT)

Catatan pendahuluan

HARI Jumat, 7 September 2007, merupakan hari yang bersejarah buat Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT). Mengapa? Sebab pada sore hari itu, bertempat di Gedung Olah Raga (GOR) Flobamor-Kupang, GMIT mengadakan acara peluncuran Perjanjian Baru versi GMIT yang diberi judul, JANJI BARU, yaitu sebuah Perjanjian Baru yang diterjemahkan ke dalam “bahasa Kupang”. JANJI BARU ini adalah hasil karya dari sepuluh penerjemah (baik laki-laki maupun perempuan) yang dibantu oleh konsultan yang terdiri dari empat orang pakar yang diakui oleh para lembaga penerjemahan Alkitab, yang datang dari luar dan memeriksa hasil kerja tim penerjemah. Selain itu, dilibatkan pula 242 penutur “bahasa Kupang” (kaum awan) dari berbagai latar belakang suku, yang diminta membantu ujicoba susunan “bahasa Kupang” agar meyakinkan bahasa yang jelas dan wajar (Baca, “Kata Pengantar Janji Baru”, viii). Memperhatikan pertanggungjawaban hasil karya seperti ini, sepatutnya Kitab Perjanjian Baru versi GMIT yang diberi judul, JANJI BARU  itu harus dikatakan, sekurang-kurangnya  “memuaskan” , jikalau tidak mencapai standar “sangat memuaskan” , atau “terpuji”, bukan sebatas bahasanya semata-mata, melainkan—dan ini yang paling utama—“mempertahankan kebenaran, khidmat, dan kekudusan amanat Injil Yesus Kristus yang hendak diwartakan melalui wahana “bahasa Kupang”.

Kamis, 04 Agustus 2011

Renungan di hari Proklamasi:

DALAM KERUNTUHAN DAN KEBANGUNAN

KETIKA memperingati Hari Ulang Tahun ke-65 Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia, 17 Agustus 2010, terlintas dalam imajinasi saya sebuah bayangan yang mencemaskan dan mengharukan. Ada dua bayangan yang beroposisi dan baku hantam. Bayangan yang satu berjubah keruntuhan dan bayangan yang satu lagi berjubah kebangunan.

TAHUN BERPACU LEWAT



MANUSIA dan waktu tak terpisahkan. Manusia berada dalam waktu, terkurung dalam waktu, namun serentak mengatasi waktu dan sadar akan waktu, sehingga manusia dapat bermenung tentang waktu. Itulah kelebihan manusia jika dibandingkan dengan binatang.

Pada umumnya manusia melakukan pembabakan waktu atas dua fase, yaitu waktu yang lalu dan waktu yang akan datang. Waktu yang lalu benar-benar telah berlalu, sedangkan waktu yang akan datang masih terbentang di muka. Karena itu sadar akan waktu berarti sadar akan waktu yang sudah lalu dan sadar akan waktu yang akan datang. Kedua fase waktu ini masuk ke dalam kesadaran manusia, karena manusia mempunyai prinsip yang mempersatukan waktu yang sudah lalu dan waktu yang akan datang dalam suatu perpaduan dalam momen yang disebut saat sekarang.

MENELUSURI SIKLUS GELOMBANG KRISIS DARI MASA KE MASA

Oleh: A. G. Hadzarmawit Netti *)

Sejarawan Filipina J. R. M. Taylor pernah memberi nasihat agar sejarah masa lalu tidak boleh diabaikan. Nasihat ini sesungguhnya mau mendorong kita untuk tetap setia mencermati sejarah masa lalu. Sebab, setelah mencermati sejarah masa lalu, akan ketahuan bahwa pengertian dan pemahaman kita tentang masa kini sebenarnya sangat terbatas dan sangat kurang. Berbagai aspek sejarah tersembunyi dari pandangan kita. Kita tidak mempunyai akses yang cukup terhadap fakta atau kebenaran sejarah masa lalu, sehingga kesadaran sejarah kita makin tipis. Akibatnya, kita kehilangan apresiasi terhadap hubungan kita dengan masa lalu yang sesungguhnya mengandung banyak hikmah yang dapat menjelaskan berbagai duduk perkara masa kini.

EKONOMI KERAKYATAN

(Sebuah percakapan dengan Drs. H. E. Lay via telepon)

ADA pengamat yang berpendapat bahwa ekonomi kerakyatan bukan suatu sistem ekonomi yang merupakan bagian dari mainstream economics. Dikatakan pula bahwa ide ekonomi kerakyatan memang khas Indonesia, merupakan bagian dari pemikiran politik ekonomi Moh. Hatta; jadi bukan pemikiran ekonomi murni sebagaimana layaknya pemikiran ekonomi dalam mainstream economics. Basis pemikiran ekonomi kerakyatan berasal dari gagasan Moh. Hatta tentang “demokrasi ekonomi”. Ketika Sukarno lebih menonjolkan demokrasi politik, Hatta tergerak untuk memberi keseimbangan dengan menampilkan gagasan demokrasi ekonomi, yaitu suatu praktik ekonomi yang memberi tempat pada aspek pemerataan. Gagasan utamanya adalah membangun ekonomi berdasarkan kekuatan rakyat dan untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya…” (Frits O. Fanggidae. “Jangan Terkecoh Ekonomi Neolib dan Kerakyatan”, Timor Express, Senin, 1 Juni 2009, hlm.4).

T A O


       Beberapa ratus tahun sebelum Masehi orang-orang Tionghoa telah menganut suatu sistem kepercayaan yang disebut ‘Tao’, yang diajarkan oleh Lao-tze (lahir pada tahun 604 sebelum Masehi). Tao tidak diungkapkan, disebutkan dan dilukiskan dengan kata-kata (Sacret Book of the East [SBE], 14:1-3; 32:1: 37:3). Namun demikian, demi pemahaman, orang mengartikan dan menjelaskan Tao secara etimologis dan secara teknis.

P E T R A (Bagian II)


 “APAKAH rasul-rasul lain menganggap Petrus terkemuka di antara mereka?” Begitulah pertanyaan yang diajukan oleh penulis David Yohanes Meyners dalam opininya, “Pergantian Rasuli yang Kontroversi (3). Siapakah Batu Karangnya?” (Timor Express, Rabu, 27 April 2005). Pertanyaan ini kemudian dijawab sendiri oleh Meyners sebagai berikut.

P E T R A (Bagian I)


        PETRA, kata Gerika, artinya ‘batu karang, batu karang yang teguh, batu’. Dari kata petra terbentuklah sebuah kata nama diri, Petros, yang bersinonim dengan kata nama diri, Kephas, dari bahasa Aram yang juga berarti ‘batu karang’. Dalam bahasa Indonesia, Petros diucapkan Petrus dan Kephas diucapkan Kefas.