Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Kamis, 04 Agustus 2011

P E T R A (Bagian II)


 “APAKAH rasul-rasul lain menganggap Petrus terkemuka di antara mereka?” Begitulah pertanyaan yang diajukan oleh penulis David Yohanes Meyners dalam opininya, “Pergantian Rasuli yang Kontroversi (3). Siapakah Batu Karangnya?” (Timor Express, Rabu, 27 April 2005). Pertanyaan ini kemudian dijawab sendiri oleh Meyners sebagai berikut.
      
“Tidak ada bukti dalam Alkitab atau sejarah bahwa Petrus dianggap lebih unggul di antara rekan-rekannya. Ia tidak menyebut hal ini dalam surat-suratnya sendiri, dan ketiga Injil yang lain—termasuk Injil Markus (rupanya diceritakan oleh Petrus kepada Markus)—bahkan sama sekali tidak menyebut pernyataan Yesus kepada Petrus (Kisah 15:6-22; Galatia 2:11-14). Sejarawan Lukas yang sekaligus dokter, dalam Lukas 22:24-26 menjelaskan, ‘Terjadilah juga pertengkaran di antara murid-murid Yesus, siapakah yang dapat dianggap terbesar di antara mereka. Yesus berkata kepada mereka, Raja-raja bangsa-bangsa memerintah rakyat mereka dan orang-orang yang menjalankan kuasa atas mereka disebut pelindung-pelindung. Tetapi kamu tidak demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu hendaknya menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan.’ Jika Petrus adalah ‘batu karang’ itu, apakah akan ada keraguan tentang siapa di antara mereka yang ‘dapat dianggap terbesar’?”
     
 Demikianlah argumentasi yang dibangun oleh Meyners untuk menolak pendapat yang memposisikan Petrus sebagai rasul terkemuka. Argumentasi Meyners tersebut kelihatan cerdas, namun sesungguhnya tidak. Dan ini akan saya singkapkan dalam tinjauan di bawah ini.
     
Meyners mengutip Kisah Para Rasul pasal 15:6-22 untuk membuktikan anggapannya bahwa Petrus bukan rasul terkemuka, karena tidak ada bukti dalam Alkitab atau sejarah. Ini merupakan salah satu ketidakcermatan Meyners sebagai seorang peneliti dan kolumnis Sejarah Alkitab di dalam membaca dan meneliti Alkitab. Coba Meyners baca Kisah 15:7. Siapakah yang berdiri dan berbicara kepada para rasul dan para penatua yang bersidang di Yerusalem itu? Bukankah yang berdiri dan berbicara itu adalah Petrus? Apakah yang Petrus katakan? “Hai saudara-saudara, kamu tahu, bahwa telah sejak semula Allah memilih aku dari antara kamu, supaya dengan perantaraan mulutku bangsa-bangsa lain mendengar berita Injil dan menjadi percaya.”
      
Apakah pernyataan Petrus tersebut tidak memberi petunjuk bahwa ia (Petrus) adalah rasul terkemuka di antara para rasul dan penatua-penatua yang bersidang di Yerusalem itu? Kisah Para Rasul 15:7 adalah bagian dalam rangkaian pasal 15:6-22, yang Meyners kutip untuk menopang argumentasinya. Dengan demikian, validitas argumentasi Meyners yang menolak keunggulan rasul Petrus di antara rekan-rekannya gugur dengan sendirinya.
      
Kisah Para Rasul adalah juga ‘sejarah’. Peristiwa sejarah terbesar yang dicatat dalam Kisah Para Rasul adalah ‘kebesaran karya Allah pada hari Pentakosta’ (Kisah 2:1-11), di mana Allah dengan perantaraan Roh Kudus memampukan Petrus berdiri dan berkhotbah dengan suara nyaring tentang karya penebusan Allah di dalam Yesus Kristus (Kisah 2:14-40). Inilah awal Allah memilih Petrus dari antara para rasul (kesebelas rasul lainnya itu), supaya dengan perantaraan mulut Petrus bangsa-bangsa lain mendengar berita Injil dan menjadi percaya. Dengan demikian, pernyataan Petrus dalam Kisah 15:7 menunjuk kepada Kisah 2:14-40. Dan berkenaan dengan Kisah 2:14-40, apakah Meyners tidak melihat rasul Petrus sebagai rasul terkemuka yang dimampukan Allah dengan perantaraan Roh Kudus?
      
Kisah Para Rasul juga adalah ‘sejarah tentang pertumbuhan jemaat Yesus yang mula-mula’. Orang-orang yang mendengar dan menerima perkataan Petrus memberi diri dibaptis, dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa (Kisah 2:41-47). Peristiwa ini merupakan kegenapan pernyataan Yesus kepada Petrus yang dikisahkan dalam Matius 16:18: “Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” Dengan demikian, pada peristiwa Pentakosta Allah dengan perantaraan Roh Kudus telah memampukan Petrus dan menjadikan Petrus ‘batu dasar bangunan’ (Gerika, themelios) yang di atasnya jemaat Yesus, atau ‘Jemaat Allah yang baru’ didirikan, dengan Yesus Kristus sendiri sebagai ‘batu penjuru’ (Gerika, akrogōniaiou). Ini pun berarti, amanat Yesus kepada Petrus di pantai danau Tiberias, “Gembalakanlah domba-domba-Ku”, serentak digenapi. Berkenaan dengan bukti yang dijelaskan ini, apakah Meyners tetap bersikukuh bahwa Petrus bukan rasul terkemuka?
      
Baca pula kesaksian dalam Kisah 5:1-11. Kuasa apakah yang memenuhi diri rasul Petrus dan terpancar melalui suaranya, sehingga Ananias dan Safira rebah dan putuslah nyawa mereka? Bukankah itu kuasa Allah yang menunjuk kepada pernyataan Yesus kepada Petrus: “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga”? ‘Kunci Kerajaan Sorga’ adalah kedaulatan/kekuasaan pemerintahan Allah atas umat-Nya dan dunia yang diciptakan-Nya; kedaulatan/kekuasaan yang menghukum kejahatan yang bertentangan dengan kuasa Allah (T. W. Manson. A Companion To The Bible. Eidenburg 1947:357, 373). Itulah kuasa yang terpancar melalui Petrus, sehingga sangat ketakutanlah seluruh jemaat dan semua orang yang mendengar hal itu (Kisah 5:11). Akibatnya, makin lama makin bertambah jumlah orang yang percaya kepada Tuhan, bahkan mereka membawa orang-orang sakit keluar, ke jalan raya, dan membaringkannya di atas balai-balai dan tilam, supaya, apabila Petrus lewat, setidak-tidaknya bayangannya mengenai salah satu dari mereka (Kisah 5:14, 15). Berdasarkan bukti dan uraian ini, apakah Meyners tetap tidak mau mengakui bahwa Petrus adalah rasul terkemuka?
     
 Selanjutnya, untuk menolak pendapat yang mengatakan Petrus sebagai rasul terkemuka, Meyners mengutip Galatia 2:11-14 yang mengisahkan tentang “Paulus bertentangan dengan Petrus”. Alasan yang Meyners angkat ini tidak relevan, karena dalam Galatia 2:9 martabat Petrus sebagai rasul terkemuka, di samping Yakobus dan Yohanes, sebagai sokoguru jemaat disebutkan oleh Paulus. Selain itu, dalam Galatia 2:7 Paulus mengatakan bahwa ia telah dipercayakan pemberitaan Injil untuk orang-orang tak bersunat, sama seperti kepada Petrus untuk orang-orang bersunat. Dengan kata lain dapat dikatakan begini: Paulus adalah pemberita Injil terkemuka untuk orang-orang tak bersunat, sama seperti Petrus untuk orang-orang bersunat. Dengan demikian, peranan Petrus sebagai rasul terkemuka tidak bisa dipungkiri, sekalipun Paulus bertentangan dengan Petrus, lantaran sikap Petrus sebagaimana dikisahkan dalam Galatia 2:11-14 itu. Persoalannya sama seperti “perselisihan yang tajam antara Paulus dan Barnabas” (Kisah 15:35-41), di mana tidak ada petunjuk bahwa Paulus akhirnya berdamai dengan Barnabas. Apakah lantaran perselisihan tersebut peranan Paulus sebagai pemberita Injil terkemuka untuk orang-orang tak bersunat yang mengajarkan “kasih itu sabar, tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang” (1 Korintus 13:45) tidak diakui orang dan reputasi kerasulan rasul Paulus merosot? Sama sekali tidak.
     
 Argumentasi selanjutnya yang dikembangkan oleh Meyners untuk tidak mengakui Petrus sebagai rasul terkemuka di antara rekan-rekannya didasarkan pada Lukas 22:24-26. Berpangkal pada teks ini, Meyners memberi tekanan lebih kuat pada “terjadinya pertengkaran di antara murid-murid Yesus, siapakah yang dapat dianggap terbesar di antara mereka”. Dengan menekankan “terjadinya pertengkaran di antara murid-murid Yesus” tersebut, Meyners mengajukan pernyataan bernada interogasi sebagai berikut: “Jika Petrus adalah ‘batu karang’ itu, apakah akan ada keraguan siapa di antara mereka yang ‘dapat dianggap terbesar’?”
      
Mengenai pertengkaran di antara murid-murid Yesus tentang siapa yang terbesar di antara mereka, dikisahkan oleh penulis Injil Markus dalam Markus 9:33, 34. Penulis Injil Lukas mengisahkannya pertama kali dalam Lukas 9:46, kemudian disinggung kembali pada pasal 22:24. Pertengkaran di antara para murid Yesus itu wajar-wajar saja, sebab mereka adalah manusia biasa yang niscaya mempunyai ambisi/harapan.
      
Perhatikanlah ambisi/harapan Yakobus dan Yohanes yang dikisahkan dalam Markus 10:35-39. Kedua murid itu meminta kepada Yesus agar kalau boleh keduanya duduk dalam kemuliaan Yesus kelak, seorang di sebelah kiri dan seorang di sebelah kanan Yesus. Pada ayat 41 dikatakan, sepuluh murid yang lain marah kepada Yakobus dan Yohanes. Peristiwa yang sama dikisahkan juga dalam Matius 20:20, 21. Menurut penulis Injil Matius, ibu Yakobus dan Yohaneslah yang meminta kepada Yesus agar kedua anaknya itu dapat duduk kelak di dalam kerajaan Yesus, seorang di sebelah kiri dan yang lainnya di sebelah kanan Yesus. Pada ayat 24 dikatakan bahwa kesepuluh murid yang lain marah kepada Yakobus dan Yohanes. Rupa-rupanya kasus itulah yang kemudian menimbulkan pertengkaran di antara murid-murid Yesus tentang siapa yang terbesar di antara mereka. Selain itu, pendekatan Petrus, Yakobus dan Yohanes dengan Yesus, apalagi Yohanes adalah murid yang dikasihi Yesus, niscaya menimbulkan tanda tanya dan percakapan di antara mereka tentang siapakah murid yang terbesar di antara mereka.
     
 Kelihatannya Meyners memanfaatkan kasus pertengkaran di antara murid-murid Yesus tentang siapa yang terbesar di antara mereka untuk menyanggah pendapat yang mengatakan bahwa Petrus sebagai rasul terkemuka. Ini tersirat dalam pernyataan Meyners bernada interogasi: “Jika Petrus adalah ‘batu karang’ itu, apakah akan ada keraguan tentang siapa di antara mereka yang ‘dapat dianggap terbesar’?” Dengan kata lain, Meyners mau mengatakan bahwa Petrus bukanlah ‘batu karang’ yang dimaksudkan dalam Injil Matius 16:18. Sebab jikalau benar Petrus adalah ‘batu karang’ itu, niscaya murid-murid yang lain tahu bahwa Petruslah yang terbesar, sehingga tidak akan ada keraguan di antara mereka dan tidak mungkin akan terjadi pertengkaran tentang siapa murid yang terbesar di antara mereka.
      
Pembahasan mengenai Matius 16:18,19 telah saya kemukakan dalam tulisan berjudul PETRA (Bagian I), karena itu tidak akan diulangi lagi dalam tulisan ini. Keterkaitan antara Matius 16:18,19 dengan rasul Petrus pada peristiwa Pentakosta, telah dibahas di atas ini. Karena itu, untuk Meyners saya hanya mau katakan begini: “Sangat kentara sekali bahwa Meyners tidak dapat mengenali (identify) Petrus sebagai murid Yesus antara pantai danau Galilea sampai dengan Petrus di halaman rumah Imam Besar; dengan Petrus sesudah kebangkitan Yesus sampai dengan Petrus di pantai danau Tiberias; dan Petrus pada peristiwa hari Pentakosta.” Alhasil, Meyners tidak sampai pada pengenalan yang benar terhadap Petrus sehingga melakukan salah kaprah. Ini dengan sendirinya mengikis reputasi Meyners sebagai....., ‘peneliti dan kolumnis Sejarah Alkitab’.
      
Berkenaan dengan sanggahan Meyners terhadap pendapat yang memposisikan Petrus sebagai rasul terkemuka, saya ingin mengutip pandangan saksi Yehuwa yang dianut oleh Meyners sendiri tentang rasul Petrus sebagai berikut.
     
 “A.D. 33, Nisan 16, the resurrection of Jesus. Matt. 28:1-10” (Tahun 33 Masehi, tanggal 16 bulan Nisan, kebangkitan Yesus. Matius 28:1-10).
     
 “A.D. 33, Sivan 6, Pentecost; outpouring of spirit; Peter opens the way for Jews to Christian congregation; uses first key. Acts 2:1-17; Matt. 16:19; Acts 2:38” (Tahun 33 Masehi, tanggal 6 bulan Sivan, Pentakosta; pencurahan roh; Petrus membuka jalan bagi orang-orang Yahudi untuk menjadi jemaat Kristen; mempergunakan kunci pertama. Kisah 2:1-17; Matius 16:19; Kisah 2:38).
     
 “A.D. 36. End of the 70 weeks of years; Peter uses second key, uncircumcised people of the nations enter the Christian congregation in autumn. Dan. 9:24-27; Acts 10:1, 45” (Tahun 36 Masehi. Akhir dari 70 tahun minggu; Petrus mempergunakan kunci kedua, orang-orang yang berasal dari bangsa-bangsa yang tak bersunat masuk menjadi jemaat Kristen pada musim gugur) (BABYLON THE GREAT HAS FALLEN! God’s Kingdom Rules! Watchtower Bible And Tract Society Of Pennsylvania. 1963:686, 687, vide hlm. 430-440).
      
Kutipan di atas ini memberi petunjuk bahwa ajaran Saksi Yehuwa mangakui bahwa “Petrus memegang kunci Kerajaan Sorga yang diterima dari Yesus” sesuai  kesaksian penulis Injil Matius pasal 16:19 yang berbunyi: “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.”
      
Namun ternyata David Yohanes Meyners, penganut ajaran Saksi Yehuwa, tidak mengakui Petrus sebagai rasul terkemuka. Ini memberi petunjuk bahwa Meyners membangun argumentasi yang bertentangan dengan doktrin Saksi Yehuwa yang seharusnya ia junjung. Dengan memperhatikan ajaran Saksi Yehuwa sebagaimana dikutip di atas, saya ingin bertanya kepada Meyners: “Jika amanat dalam Matius 16:19 diakui dalam ajaran Saksi Yehuwa bahwa amanat itu Yesus tujukan kepada Petrus, mengapa amanat dalam Matius 16:18 ditolak/tidak diakui, padahal Matius 16:17,18,19 adalah satu kesatuan kerugma yang Yesus nyatakan kepada Petrus?”
      
Ya, tidak dapat dipungkiri bahwa Petrus adalah rasul terkemuka, yang Allah dengan perantaraan Roh Kudus sendiri tetapkan untuk tampil ke depan publik untuk berkhotbah pada hari Pentakosta (Kisah 2:14-40). Petrus adalah ‘batu karang’, ‘batu dasar bangunan’, yang di atasnya jemaat Yesus didirikan di Yerusalem pada hari Pentakosta (Kisah 2:41-47), dengan Yesus Kristus sendiri sebagai ‘batu penjuru’. Petrus adalah gembala utama jemaat mula-mula di Yerusalem yang Allah dengan perantaraan Roh Kudus perlengkapi dengan ‘kuasa untuk menghakimi’ (kunci Kerajaan Sorga), demi menjamin pertumbuhan dan perkembangan jemaat Yesus (Kisah 5:1-11).
      
Dalam perkembangan kemudian, ketika Yakobus, saudara Yohanes, mati dibunuh atas perintah Herodes, Petrus ditangkap. Herodes menyuruh memenjarakan Petrus di bawah penjagaan yang ketat (Kisah 12). Mulai saat itu, kepemimpinan gereja/jemaat Yerusalem dipegang oleh Yakobus, saudara Yesus (Kisah 12:17; 15:13; 21:18). Setelah Petrus keluar dari penjara, Petrus menjadi orang kedua sokoguru gereja/jemaat Yerusalem (Galatia 2:9). Sekalipun demikian, Petrus tetap terpandang sebagai rasul terkemuka, yang pandangan-pandangan kerasulannya didengarkan (Kisah 15).
      
Penulis Injil Yohanes mencatat jalan hidup Petrus berdasarkan apa kata Yesus sebagai berikut: “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki” (Yohanes 21:18). Menurut penulis Injil Yohanes, “hal ini dikatakan Yesus untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah” (ayat 19).
      
Berdasarkan sebuah sumber pustaka yang saya peroleh dari Dr. A. L. Netti, akhir jalan hidup Petrus di Roma dikisahkan sebagai berikut:
     
 “Petrus memang tidak mau meninggalkan Roma. Ia ingin tinggal bersama kawanan dombanya, bahkan, apabila Tuhan menghendaki, ia rela menderita sengsara untuk iman. Tetapi lantaran salah satu alasan yang diajukan Linus, kawan sekerja, Petrus terpaksa meninggalkan kota Roma dengan ditemani Markus.

       Sementara di perjalanan bermandi sinar matahari awal pagi yang lembut, tiba-tiba Petrus berhenti. Jalan kecil yang menjulur di hadapannya berpijar gemerlapan cahaya yang menyilaukan mata. Lalu, di pusat cahaya yang menyilaukan itu, Petrus melihat sosok tubuh Yesus, Gurunya yang sangat dicintainya, menghadapi dia, berjalan ke Roma. Petrus jatuh berlutut di jalan berdebu. ‘Domine! Quo vadis?’ ...... ‘Tuhan! Engkau hendak ke mana?’ Markus membelalak, tidak melihat sesuatu apa, namun dia sendiri juga berlutut kaku tak berdaya.
     
 Lalu Petrus mendengar suara yang jelas menakjubkan: ‘Aku pergi ke Roma untuk disalibkan.’ ‘Tuhan, Engkau mau disalibkan lagi?’ ‘Ya, Petrus. Aku mau disalibkan lagi.’ Seketika itu juga menghilanglah sosokYesus yang Petrus lihat itu dalam ketiadaan.
      
Petrus bangun berdiri, begitu pula Markus, seraya membuang pandangan ke arah kota Roma. ‘Markus! Mari! Mari kita kembali ke Roma. Sudah tiga kali aku menyangkali Dia. Tapi tidak pernah berulang lagi.’ Lalu Petrus dan Markus berjalan kembali ke Roma sebagai seorang pemenang yang gagah perkasa......
     
Petrus ditangkap kemudian digiring ke tiang gantungan. Ia mengulurkan tangannya. Panglima serdadu-serdadu pengawal mengikat pergelangan tangannya dengan tali dan rantai. Petrus digiring mendaki bukit Vatikan, menuju ke taman-taman pribadi Nero. Tiang-tiang kayu yang dilaburi ter terpancang di tiap sudut jalan. Masih banyak lagi yang belum dipancangkan. Yang lain pula tegak dengan mayat-mayat orang Kristen yang hangus terbakar.
      
Dengan sikap yang tegap kokoh, biar sudah tua, Petrus berdiri tak gentar di hadapan panglima serdadu pengawal dekat sebuah tiang kayu salib. Ia tidak mengucapkan sepatah katapun, kecuali doa yang didaraskan diam-diam dalam hatinya. Petrus hanya punya satu permintaan terakhir: ‘Tidak pantaslah aku ini mati seperti Tuhanku, di kayu salib. Jika aku mesti mati disalibkan, biarlah—asalkan  dengan kepala ke bawah.’
      
Tiga puluh menit kemudian Petrus sudah tergantung di salib. Kakinya yang sudah berkerak karena perjalanan-perjalanan jauh menjulang di angkasa. Rambutnya melambai-lambai bebas ditiup angin. Jenggotnya yang putih keemasan mencadari wajah penuh berlumuran darah, wajah Santu Petrus!” (Fulton Oursler-April Oursler Armstrong. Di atas Bukit Karang Ini. Penerbit Nusa Indah/Percetakan Arnoldus-Ende Flores 1966:403-407).
      
Ya, menurut tradisi gereja sampai sekarang, diyakini bahwa Petrus mati di Roma saat penganiayaan yang dilakukan oleh Nero pada tahun 64/65 Masehi. Dan nama Petrus selalu dikaitkan dalam tradisi dengan Gereja Roma (T. W. Manson, Ibid, hlm. 114, 118, 339).
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar