Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Kamis, 04 Agustus 2011

P E T R A (Bagian I)


        PETRA, kata Gerika, artinya ‘batu karang, batu karang yang teguh, batu’. Dari kata petra terbentuklah sebuah kata nama diri, Petros, yang bersinonim dengan kata nama diri, Kephas, dari bahasa Aram yang juga berarti ‘batu karang’. Dalam bahasa Indonesia, Petros diucapkan Petrus dan Kephas diucapkan Kefas.

       
Dengan menyebut nama Petrus, atau Kefas, kita (yang membaca Injil) niscaya teringat kepada salah satu murid Yesus, yakni Simon anak Yohanes, atau Simon bin Yunus, atau Simon saudara Andreas yang dinamai Kefas (artinya: Petrus). Dalam Injil Yohanes pasal 1: 41, 42 dikatakan: “Andreas mula-mula bertemu dengan Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya: ‘Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus).’ Ia membawanya kepada Yesus. Yesus memandang dia dan berkata: ‘Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus).” Dalam Injil Matius pasal 10:2 dikatakan: “Simon yang disebut Petrus.” Dalam Injil Markus pasal 3:16 dan Lukas pasal 6:14 disebut: “Simon, yang diberi-Nya nama Petrus.”
       
Nama Kefas, atau Petrus yang diberikan oleh Yesus kepada Simon anak Yohanes itu bukan suatu keisengan, melainkan suatu kesungguhan. Penulis Injil Yohanes mengatakan: “.... Yesus memandang dia dan berkata: ‘Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus).” Kata ‘memandang’ yang dipakai dalam Injil Yohanes 1:42 dalam teks bahasa Gerika ialah kata emblepsas, artinya ‘mengarahkan pandangan dengan penuh perhatian/pertimbangan’. Dengan demikian, nama Kephas (artinya: Petros) yang Yesus berikan kepada Simon, anak Yohanes, adalah nama yang diberikan melalui suatu pertimbangan yang mendalam, karena itu niscaya memiliki makna khusus. Kata ‘akan’ yang terdapat dalam frasa, ‘.... engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus)’, menunjuk ke masa depan, bukan ‘masa kini’ (saat Yesus berkata kepada Simon, anak Yohanes, maupun ketika Yesus masih bersama-sama dengan murid-murid-Nya).
       
Ya, Petrus = batu karang. Simon Petrus = Simon batu karang. Simon, artinya ‘orang, pribadi, diri’ (person). Chambers Twentieth Century Dictionary 1972:1261 mencantumkan nama diri, Simon Pure, yang artinya ‘the real person’ (orang sejati, pribadi sejati, diri sejati). Dengan demikian, Simon Petrus niscaya akan dinamakan ‘Simon, the rock person (Simon, orang batu karang; Simon, pribadi batu karang; Simon, diri batu karang), walaupun Simon Petrus tidak punya watak yang kuat seperti batu karang.
       
su klēthēsē(i) Kēphas, ho hermēneuetai Petros’. Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) menerjemahkan ayat ini sebagai berikut: “engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus).” Adapun terjemahan yang berterima dengan srtruktur kalimat (teks) Gerika tersebut sebagai berikut: “engkau akan dinamai Kefas, yang artinya Petrus.” Kata Gerika klethese(i) selain berarti ‘akan dinamai, akan diberi nama, akan disebut’, juga mengandung arti ‘akan dipanggil oleh Tuhan untuk menjalani kehidupan keagamaan yang penuh tanggung jawab’.
       
Berdasarkan tinjauan di atas ini maka makna frasa su klēthēsē(i) Kēphas, ho hermēneuetai Petros (engkau akan dinamai Kefas, yang artinya Petrus) menunjuk kepada penegasan Yesus kepada Petrus, sebagaimana disaksikan oleh penulis Injil Matius pasal 16:18 yang berbunyi: “Kagō de soi legō hoti su ei Petros, kai epi tautē(i) tē(i) petra(i) oikodomēsō mou tēn ekklēsian kai pulai ha(i)dou ou katiskhusousin autes.” Terjemahan LAI: “Dan akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” Atau terjemahan berterima sesuai dengan struktur kalimat (teks) Gerika: “Dan Aku sekarang berkata kepadamu bahwa engkau memang Petrus, dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan (membangun) sidang jemaat-Ku dan (pintu) alam maut tidak mengalahkannya.”
      
 “Siapakah batu karang yang Yesus nyatakan di Matius 16:18, Petrus atau Yesus? Begitulah pertanyaan yang dimunculkan oleh David Yohanes Meyners (baca: “Pergantian Rasuli yang Kontroversi (3). Siapakah Batu Karangnya?” Timor Express, Rabu, 27 April 2005, hlm. 4). Berkenaan dengan pertanyaan tersebut, Meyners berkata: “Perhatikan konteksnya di ayat 13 dan 20 bahwa percakapan berkisar pada identitas Yesus. Pokok yang dibahas adalah identifikasi Yesus sebagai ‘.... Mesias, Anak Allah yang hidup!’, seperti yang Petrus sendiri akui (Matius 16:16). Karena itu masuk akal bahwa Yesus sendirilah batu karang yang kokoh, fondasi gereja, bukan Petrus, yang belakangan menyangkali Kristus tiga kali (Matius 26:33-35, 69-75).”
      
 David Yohanes Meyners ternyata menunjukkan kekurangcermatan pengamatan dan tinjauannya atas teks Injil Matius 16:13-20. Meyners hanya memfokuskan pengamatan dan tinjauannya pada ayat 13 dan 20 terkait dengan pengakuan Simon Petrus (ayat 16). Meyners mengabaikan ayat 17, 18, 19 yang sangat erat kaitannya dengan pengakuan Simon Petrus pada ayat 16 tentang siapakah Yesus, Anak Allah itu, yang direka-reka orang (ayat 13, 14). Akibat kekurangcermatan pengamatan dan tinjauan, Meyners membuat kesimpulan yang keliru tentang ‘batu karang’ yang Yesus katakan dalam ayat 18. Meyners bersikukuh bahwa ‘batu karang’ yang Yesus katakan dalam ayat 18 itu adalah Yesus sendiri sebagai batu karang yang kokoh, fondasi gereja, bukan Petrus yang belakangan menyangkal Kristus tiga kali.
       
Katakanlah seandainya kesimpulan Meyners benar bahwa ‘batu karang’ yang Yesus katakan dalam ayat 18 itu adalah Yesus sendiri, maka pertanyaannya ialah bagaimana hubungan dialektikal antara ayat 18 dan ayat 19 yang berbunyi: “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga”? Apakah ucapan atau pernyataan Yesus dalam ayat 19 itu adalah ucapan atau pernyataan yang Yesus tujukan kepada diri-Nya, bukan ditujukan kepada Petrus?
       
Matius 16:17-19 merupakan satu kesatuan amanat yang Yesus tujukan kepada Simon Petrus, yang Yesus sapa dengan nama Simon bin Yunus, terkait dengan pengakuannya: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” tatkala orang mereka-reka tentang siapakah Anak Manusia itu. Lantaran pengakuan inilah Yesus berkata: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga (ayat 17). Sehingga selanjutnya Yesus berkata lagi kepada Simon bin Yunus: “Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (ayat 18).
       
Dalam ayat 18 Yesus tidak menyebut nama Simon bin Yunus, melainkan menyebut Petrus, yang artinya ‘batu karang’. Simon bin Yunus disebut Petrus, yang artinya ‘batu karang’, karena “pengakuan akan Yesus, Anak Manusia itu, adalah Mesias, Anak Allah yang hidup”. Karena pengakuan inilah maka “Petrus dipilih menjadi dasar jemaat Allah yang baru” (Gerardus Duka, Pr. “Peranan Petrus Dalam Gereja”. Timor Express, Rabu, 4 Mei 2005, hlm. 4), dengan “Yesus Kristus sebagai ‘batu penjuru’-nya” (Kisah Para Rasul 4:10, 11, 12). Dan karena Petrus dipilih menjadi dasar jemaat Allah yang baru, maka selanjutnya Yesus berkata kepada Petrus: “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga” (ayat 19).
      
 Benar, Petrus belakangan menyangkal Yesus tiga kali. Tetapi Meyners sebagai seorang peneliti dan kolumnis Sejarah Alkitab ternyata tidak teliti (tidak cermat). Bukankah sesudah kebangkitan Yesus, kemudian Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya di pantai danau Tiberias, Petrus yang pernah menyangkal Yesus tiga kali itu kembali ‘dirangkul’ oleh Yesus demi pelaksanaan missi kerasulan? Apakah Meyners tidak membaca Injil Yohanes 21:1-25, khususnya ayat 15-19? Ataukah dalam Alkitab terjemahan Dunia Baru yang Meyners junjung, Yohanes pasal 21:1-25 telah dihilangkan?
       
Di atas telah dikatakan bahwa kata Gerika, klethese(i), dalam frasa ayat ‘su klēthēsē(i), Kēphas, ho hermēneuetai Petros’ (Engkau akan dinamai Kefas, yang artinya Petrus), selain berarti ‘akan dinamai, akan diberi nama, akan disebut’, juga mengandung arti: ‘akan dipanggil oleh Tuhan untuk menjalani kehidupan keagamaan yang penuh tanggung jawab’. Dalam terang medan makna kata klēthēsē(i) inilah, di pantai danau Tiberias Yesus kembali merangkul Petrus untuk mengemban missi kerasulan yang penuh tanggung jawab.
       
Meyners boleh saja mengucilkan Petrus dengan alasan Petrus pernah menyangkal Yesus tiga kali, tetapi Yesus tidak mengucilkan Petrus, sebab Yesus mengenal secara mendalam siapa Petrus (baca Lukas 22:31-33). Jikalau pada waktu lalu Yesus berkata kepada Petrus: “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (Matius 16:18), maka di pantai danau Tiberias Yesus berkata kepada Petrus: “Gembalakanlah domba-domba-Ku” (Yohanes 21:15-17).
       
Dapatkah Petrus menjadi dasar di mana Jemaat Yesus, atau seperti kata Gerardus Duka, Pr.: ‘Jemaat Allah yang baru’, didirikan atau dibangun? Jawabnya: “Ya, dapat.” Alasannya? Pertama, karena Yesus sendiri yang berkata seperti yang tertulis dalam Matius 16:18. Kedua, menurut Paulus, jemaat Tuhan sebagai orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru (Efesus 2:19, 20).
       
Berdasarkan kedua ayat tersebut maka dapat dikatakan begini: “Di atas dasar para rasul (Petrus, Yakobus, Yohanes, Andreas, Filipus, dan lain-lain termasuk Paulus yang memperoleh panggilan khusus menjadi rasul), jemaat Yesus atau ‘Jemaat Allah yang baru’ didirikan/dibangun, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.”
       
Teks Gerika Efesus 2:20 berbunyi sebagai berikut; “epoikodomēthentes epi tō(i) themeliō(i) tōn apostolōn kai prophētōn, ontos akrogōniaiou autou Khristou Iēsou.” LAI menerjemahkan ayat ini sebagai berikut: “yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.” Kata Gerika, themeliō(i), themelios, artinya ‘batu dasar bangunan’; ontos, artinya ‘sesungguhnya’; autou, artinya ‘sendiri’; akrogōniaiou, artinya ‘batu penjuru’ (cornerstone, keystone). Dengan demikian, terjemahan berterima sesuai struktur kalimat (teks) Gerika Efesus 2:20 akan berbunyi sebagai berikut: “yang dibangun di atas batu dasar bangunan para rasul dan para nabi, (dan) Kristus Yesus sendiri (adalah) batu penjuru (yang) sesungguhnya.”
       
Ya, Yesus adalah ‘batu penjuru’ yang sesungguhnya; para rasul dan para nabi adalah ‘batu dasar bangunan’. Yesus adalah ‘batu karang’ yang sejati, ‘batu karang’ yang teguh, ‘batu karang rohani’ (1 Korintus 10:3, 4). Tetapi Yesus berkenan meneguhkan Petrus: “Engkaulah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (Matius 16:18), karena ‘pengakuan iman’ Petrus terhadap Yesus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” (ayat 16).
      
 Berkenaan dengan Matius 16:18, 19, Origenes berkata: “If thou hast Peter’s faith, thou art a rock like him; if thou hast Peter’s virtures, thou hast Peter’s keys” (Jika engkau memiliki iman Petrus, engkau adalah batu karang seperti Petrus; jika engkau memiliki kesalehan seperti Petrus, engkau memiliki kunci-kunci Petrus) (Alan Richardson. A Theological Word Book Of The Bible. SCM Press Ltd London 1962:204). Sementara Alan Richardson berkata: “The church in every age is stayed upon its ‘rock-men’; they are rocks—Peters—because they rest upon the one Petra, Christ himself” (Gereja setiap masa ditetapkan di atas ‘manusia-manusia batu karang’-nya. Mereka adalah batu karang-batu karang—Petrus-Petrus—sebab mereka bertumpu di atas satu-satunya Batu Karang, Kristus sendiri) (Ibid. Hlm. 204).
       
Apakah alasan-alasan di atas ini belum cukup meyakinkan bahwa Yesus berkenan memakai Petrus sebagai ‘batu dasar bangunan’ yang di atasnya jemaat Yesus, atau ‘jemaat Allah yang baru’ didirikan, dengan Yesus sendiri sebagai ‘batu penjuru’ yang sesungguhnya? Apakah alasan-alasan di atas ini belum cukup meyakinkan bahwa para rasul dan para nabi telah dipakai oleh Tuhan sebagai ‘batu dasar bangunan’ di mana orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah ( = Jemaat Yesus/Jemaat Allah yang baru) dari segala abad dibangun di atasnya, dengan Yesus Kristus sendiri sebagai ‘batu penjuru’ yang sesungguhnya? Apabila belum cukup, satu alasan lagi dapat diberikan berikut ini.
       
Perhatikanlah apa kata malaikat kepada Yohanes di Patmos: “Marilah ke sini, aku akan menunjukkan kepadamu pengantin perempuan, mempelai Anak Domba.” “Lalu di dalam roh ia membawa aku ke atas sebuah gunung yang besar lagi tinggi dan ia menunjukkan kepadaku kota yang kudus itu, Yerusalem, turun dari sorga, dari Allah. Kota itu penuh dengan kemuliaan Allah dan cahayanya sama seperti permata yang paling indah, bagaikan permata yaspis, jernih seperti kristal....” (Wahyu 21:9-11). Lalu apakah yang dilukiskan mengenai “tembok kota yang kudus itu, Yerusalem, yang turun dari sorga, dari Allah itu?” Pada ayat 14 dikatakan: “Dan tembok kota itu mempunyai dua belas batu dasar dan di atasnya tertulis kedua belas nama kedua belas rasul Anak Domba itu.” Dan satu batu dasar di antaranya pasti tertulis nama rasul Petrus, yang di atasnya Yesus mendirikan jemaat-Nya. Dalam buku doktrin Saksi Yehuwa yang dijunjung oleh Meyners berjudul “BABYLON THE GREAT HAS FALLEN!” God’s Kingdom Rules! 1963:658, dua belas nama kedua belas rasul Anak Domba itu disebutkan paling pertama adalah Petrus, kemudian Andreas, Yakobus, Yohanes, Philipus, Bertholomeus (Natanel), Thomas, Matius, Yakobus anak Alpius, Tadeus (Yudas anak Yakobus), Simon Kananaen, dan Paulus.
       
Lalu, bagaimanakah dengan kita sebagai warga jemaat yang berimankan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, Anak Allah yang hidup? Dalam 1 Petrus 2:5, penulis surat 1 Petrus berkata: “Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah.”
     
 Apakah yang dimaksudkan dengan “sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, .....?” Dalam teks Gerika, frasa ayat ini berbunyi sebagai berikut: “hōs lithoi zōntes oikodomeisthe oikos pneumatikos eis hierateuma hagion”. Terjemahan berterima sesuai struktur kalimat teks Gerika tersebut adalah sebagai berikut: “sebagai batu hidup untuk melakukan tugas pengurus rumah rohani, seperti tugas kependetaan (tugas pelayanan) yang diperuntukkan bagi Allah.” Untuk tugas/pelayanan seperti inilah setiap warga gereja atau orang-orang percaya yang mengabdikan dirinya dalam tugas/pelayanan seperti itu disebut seperti “batu hidup” (lithoi zōntes).
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar