Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Selasa, 01 September 2015

Vibrasi Krisis Belum Berakhir

Ilustrasi: http://inhusatu.com

Oleh: A. G. Hadzarmawit Netti

Catatan pendahuluan
Ketika bangsa Indonesia hendak merayakan “tahun emas” kemerdekaan pada 17 Agustus 1995, Buletin Akademi Leimena Jakarta Vol.1/Th I, edisi Juli 1995 bertema, “Nasionalisme Memasuki Milenium Ketiga” memuat artikel saya berjudul “Presensi dan Doa Bagi Negeri Berwajah Cerah”. Artikel itu diterbitkan bersama-sama dengan artikel-artikel yang ditulis oleh Siswono Yudohusodo, Laksamana Madya TNI A. Hartono, Prof. Dr. Midian Sirait,  John Pieris, SH., MS, dan Dr. Phil. J. Garang. Inilah enam orang Indonesia yang pertama kali merenungkan “Nasionalisme (Indonesia) memasuki milenium ketiga”, masing-masing menurut kepakarannya,  ketika bangsa Indonesia hendak merayakan “tahun emas” kemerdekaan pada 17 Agustus 1995.


Berdasarkan teori vibrasi sejarah yang saya kembangkan pada tahun 1992 – 1994, saya memperoleh petunjuk bahwa Indonesia akan mengalami suatu vibrasi yang sangat mencemaskan sebelum memasuki abad ke-21. Vibrasi krisis besar akan terjadi, sehingga berdasarkan perenungan sebagai seorang pengamat Sastra Kristen (ini sebutan dari Redaksi Buletin Akademi Leimena Jakarta untuk saya) dalam konteks bangsa Indonesia yang bineka dalam suku dan agama, saya merefleksikan sebuah pergumulan dalam bentuk artikel sastrais berkenaan dengan presensi (Kristen) dan doa bagi negeri (Indonesia) berwajah cerah yang bakal mengalami cobaan dan tantangan besar.  Dan ternyata, pada tahun 1998 terjadi vibrasi krisis luar biasa, yang akhirnya disebut “reformasi”.

Pada 8 Januari 1999, Mingguan DIAN yang terbit di Ende, Flores, memuat artikel saya berjudul “Menghadapi Gelombang Depresi, Bagaimana Sikap Kita?” Dalam artikel itu saya menguraikan tentang gelombang depresi yang muncul pada tahun 1930-an –1940-an; tahun 1950-an – 1960-an; tahun 1970-an – 1980-an; dan tahun 1990-an. Saya sebutkan pula bahwa Letupan-letupan vibrasi depresi masih akan muncul pada tahun 2001 – 2006 dan tahun 2010 – 2015, sementara vibrasi yang tersirat dalam tahun 2007 –2009 memiliki kepekaan dan kerawanan yang patut di cermati.

Pada 8 Februari 1999, Koran POS KUPANG memuat artikel saya berjudul “Pergolakan Timor Timur menurut teori vibrasi” berkenaan dengan “dua opsi tentang Timor Timur” yang dikeluarkan oleh Presiden B.J. Habibie pada waktu itu. Pada dua alinea terakhir artikel itu saya tegaskan bahwa Timor Timur akan terlepas dari NKRI. Dan terbukti, menjadi kenyataan menjelang akhir tahun 1999.

Menjelang akhir Desember tahun 1999 Trisna Dano, Wartawati Tabloit Mingguan KOMPAK di Kupang, mewawancarai saya tentang gelombang depresi dan vibrasi kemelut bangsa memasuki tahun 2000.  Hasil wawancara dimuat di Tabloit Mingguan KOMPAK edisi 28 Desember 1999  – 3 Januari 2000 di bawah dua judul: “Tahun 2000 gelombang depresi masih berlanjut” dan “Vibrasi kemelut bangsa belum kunjung berhenti”.  Sekali lagi saya tandaskan mengenai letupan depresi/kemelut yang bakal muncul pada tahun 2001 – 2006 dan tahun 2010 – 2015. Mengenai siklus gelombang depresi yang diuraikan di atas ini telah saya muat di blog www.bianglalahayyom.blogspot.com, waktu pemuatan Kamis, 04 Agustus 2011.

Demikianlah sedikit catatan kilas balik mengenai gelombang depresi/krisis dari masa ke masa yang telah saya analisis berdasarkan teori vibrasi sejarah, dan yang telah dimuat di beberapa media surat kabar lokal di Nusa Tenggara Timur.

Perkembangan kini dan nanti
Memperhatikan apa yang dikemukakan pada catatan pendahuluan di atas saya ingin menekankan bahwa letupan-letupan krisis/depresi yang muncul dan terasa agak mencolok pada tahun 2014 sampai dengan tahun 2015 adalah bagian ujung yang tak terpisahkan dari letupan krisis/depresi yang tersirat dalam kurun waktu tahun 2010 – 2015. Dengan demikian, depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika yang sempat menembus Rp.14.142,-  kemudian menguat ke level Rp.13.993,- Rp.13.999 dan Rp.14.004,- per dolar Amerika menjelang akhir bulan Agustus 2015; serta muncul pula kelesuan di bidang ekonomi/perdagangan  pada hakikatnya inheren dengan dinamika vibrasi sejarah perkembangan bangsa, serta turut ditentukan oleh vibrasi kepemimpinan dan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.  

Seandainya mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono yang menjadi Presiden RI masa bakti 2014 – 2019, letupan-letupan krisis/depresi  akan tetap muncul dan berkembang. Sebab, kepemimpinan mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono yang muncul pada masa bakti 2004 – 2009 dan 2009 – 2014 itu berada dalam siklus vibrasi dan dinamika vibrasi letupan krisis/depresi kurun waktu 2001 – 2006; 2007 – 2009; dan 2010 – 2015, yang telah saya sebutkan di atas. Perhatikanlah dan renungkan berbagai letupan krisis/depresi yang muncul dalam kurun waktu 2001 – 2006. Perhatikan dan renungkan letupan-letupan krisis/depresi yang muncul dalam kurun waktu 2004 – 2009 dan  2009 – 2014, ketika Soesilo Bambang Yudhoyono menjadi Presiden RI dua periode.  

Perlu saya tekankan di sini bahwa letupan-letupan krisis/depresi yang terjadi pada tahun 2014 dan tahun 2015 adalah merupakan letupan depresi/kemelut yang terhisab pada kurun waktu 2010 – 2015.  Krisis/depresi yang terjadi pada tahun 2014 bertepatan dengan masa transisi pemerintahan (dari Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono kepada penggantinya, Joko Widodo,  yang memenangkan pemilihan Presiden). Pada masa transisi tahun 2014 itu pun telah muncul dan berkembang vibrasi politis tidak sehat di luar parlemen, yang akhirnya menembus dan membelah parlemen. Terjadi pula vibrasi politis tidak sehat yang mengakibatkan perpecahan pada partai-partai politik tertentu, yang penyelesaiannya berbelit-belit.  Demikian pula dengan vibrasi yang memasygulkan yang muncul di bidang penegakan hukum yang menjerat beberapa menteri, kader inti partai, dan petinggi institusi penegak hukum.

 Krisis/depresi yang terus menembus pada tahun 2015, sebagaimana disebutkan di atas, adalah krisis/depresi paling ujung dari  krisis/depresi yang tersirat dalam kurun waktu 2010 – 2015. Dengan demikian, semua perkembangan krisis/depresi yang terjadi pada tahun 2014 saat Joko Widodo secara sah dan resmi menjadi Presiden/Kepala Negara RI mulai bulan Oktober 2014 sampai dengan Desember 2015, adalah merupakan ujian bagi kepemimpinan Joko Widodo sebagai Presiden/Kepala Negara, yang mengoper (mengambil alih) segala sesuatu yang sudah ada dan berkembang selama kurun waktu 2009 – 2014 masa kepemimpinan mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Ujian bagi kepemimpinan Presiden Joko Widodo ini akan terus berlanjut pada tahun 2016. Dan apabila Presiden Joko Widodo lulus ujian pada tahun 2016, maka vibrasi kepeloporan/kepemimpinan Presiden Joko Widodo akan berkembang dalam ritme yang harmoni dan berterima sampai dengan tahun 2019, sekalipun dalam kurun waktu 2016 – 2019 depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika tetap ada atau tetap berlanjut.

Dapat saya tambahkan di sini bahwa vibrasi depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika, dan depresi di bidang ekonomi/perdagangan antara bulan September sampai Desember 2015 masih tetap ada. Depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika akan berada pada level di atas Rp.14.000, dan bisa mendekati Rp.15.000.  Akan terjadi kelesuan di bidang ekonomi/moneter. Meskipun demikian, kita tidak perlu khawatir, sebab tidak akan terjadi krisis besar di bidang ekonomi/moneter.  Pada tahun 2016 vibrasi depresiasi rupiah terhadap dolar AS masih terus terjadi. Depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika bisa berada pada level Rp.16.000 per dolar  pada bulan Mei 2016. Dan juga akan muncul vibrasi politis yang merongrong vibrasi kepeloporan Presiden Joko Widodo. Karena itu, vibrasi ini patut dicermati. Walaupun begitu, tidak perlu dikhawatirkan, sebab vibrasi kepeloporan Presiden Joko Widodo tetap eksis sesuai ritme dan dinamikanya. Dan berkenaan dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara serentak pada bulan Desember 2015 di Indonesia, kita tidak perlu khawatir bahwa akan terjadi kericuhan sebab vibrasinya  bergerak dalam ritme yang tidak merisaukan keamanan dan kestabilan nasional.

Catatan akhir
Lalu, bagaimanakah kita harus menghadapi dan menanggulangi depresi yang sedang terjadi?  Dalam artikel, “Menghadapi Gelombang Depresi, Bagaimana Sikap Kita?” (DIAN, 08 Januari 1999” dan “Menelusuri Siklus Gelombang Krisis dari Masa ke Masa” (www.bianglalhayyom.blogspot.com Kamis, 04 Agustus 2011), saya katakan begini: Pertama, menurut siklus Simon Kuznetz, resep untuk meniadakan depresi tidak ada. Penyebabnya inheren dalam sistem itu sendiri. Itulah sebabnya, dalam menghadapi gelombang depresi kita tidak boleh terlalu mengharapkan yang terbaik (hope for the best), melainkan kita harus bersedia menghadapi dan menerima kenyataan yang terburuk (be prepared for the worst). Ini tidak berarti bahwa kita pasrah/menyerah, tetapi sabar dan tabah dalam menghadapi kenyataan. Kedua, menurut teori vibrasi, depresi inheren dengan dinamika vibrasi sejarah perkembangan bangsa serta turut ditentukan oleh vibrasi kepemimpinan dan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara (cermati apa yang telah saya uraikan dalam buku Vibrasi Sejarah Pergerakan Kemerdekaan dan Vibrasi Eksistensi Bangsa Indonesia. B You Publishing Surabaya 2010). Dengan demikian, gelombang depresi dapat dikurangi atau diperkecil dengan jalan memperbaiki vibrasi kepemimpinan, sekaligus memperbaiki sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.

Menurut pertimbangan saya, dua simpulkan pemikiran di atas ini patut diperhatikan dan diamalkan. Seluruh rakyat dan komponen bangsa Indonesia harus bisa mengamalkan simpulan pemikiran yang pertama Dan terutama  bagi para pihak yang karena kedudukan, jabatan dan peranannya  terkait dengan kepemimpinan (bangsa dan negara) serta tak terpisahkan dari sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, simpulan pemikiran kedua yang disebutkan di atas merupakan kewajiban yang tidak boleh diabaikan. Simpulan pemikiran kedua di atas inilah yang terutama harus diperhatikan dan dikerjakan oleh Presiden Joko Widodo yang memimpin Kabinet Kerja yang dibentuknya. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar