Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Rabu, 05 Desember 2018

Marginalia: Meng-hari-ini-kan Injil di bumi Pancasila Bergereja dalam Cita Rasa Indonesia


(Bagian kedua)

Oleh: A. G. Hadzarmawit Netti


Catatan pendahuluan
Dalam Marginalia bagian kedua tentang buku  MENG-HARI-INI-KAN INJIL DI BUMI PANCASILA—Bergereja dengan Cita Rasa Indonesia, karya Ebenhaizer Nuban Timo (selanjutnya saya sapa Nuban Timo), saya akan  menyoroti tafsiran Nuban Timo atas Yohanes 21:1-14, yang terdapat dalam halaman 59-60 buku tersebut, khususnya ayat 10-11.  “Kata Yesus kepada mereka: ‘Bawalah beberapa ikan, yang baru kamu tangkap itu’. Simon Petrus naik ke perahu lalu menghela jala itu ke darat, penuh ikan-ikan besar: seratus lima puluh tiga ekor banyaknya, dan sungguhpun sebanyak itu, jala itu tidak koyak.”
           
Sebenarnya, Nuban Timo menguraikan dua cerita tentang penangkapan ikan. Pertama, penangkapan ikan yang diceritakan dalam Lukas 5:4-8; kedua, penangkapan ikan yang diceritakan dalam Yohanes 21:1-14. Nuban Timo menguraikan dan/atau menafsirkan  kedua cerita tersebut secara alegori. Dalam KBBI  edisi ke-4 tahun 2008, alegori  diartikan sebagai “cerita yang dipakai sebagai lambang (ibarat atau kias) perikehidupan manusia yang sebenarnya untuk mendidik (terutama moral) atau menerangkan sesuatu (gagasan, cita-cita, atau nilai kehidupan, seperti  kebijakan, kesetiaan, dan kejujuran). Dalam tulisan ini, saya hanya artikan alegori (berkenaan dengan cerita atau bentuk cerita yang dipahami secara simbolis).  Berikut ini saya kutip sedikit penjelasan Nuban Timo:

“Cerita tentang penangkapan ikan kali kedua, yakni setelah kebangkitan, sungguh berbeda. Ini menunjuk pada Gereja di akhir zaman. Yesus memerintahkan agar murid-murid menebarkan pukat “di sebelah kanan” perahu. Sebelah kanan menunjuk pada orang-orang yang masuk golongan domba. Sebelah kiri adalah tempat kambing (Mt. 25:31-33). Juga disebutkan secara jelas jumlah ikan besar yang tertangkap, 153 ekor….  Ada 153 ekor ikan besar yang tertangkap dalam pukat setelah dibuang ke sebelah kanan perahu. 153 itu bukan sebuah jumlah matematis. Ia lebih merupakan sebuah simbol. 153 merujuk pada hasil penjumlahan angka satu sampai tujuh belas. Artinya, 1+2=3, 3+3=6, 6+4=10, 10+5=15. Lanjutkan menambahkan itu sampai angka tujuh belas. Maka hasilnya bakal 153. Dasar dari bilangan 153 adalah 17. Tujuh belas terdiri dari 10 dan 7. Angka sepuluh menunjuk pada Hukum Taurat dan ucapan bahagia Allah sendiri yang menetapkannya. Angka tujuh menunjuk pada pengudusan di dalam Roh Kudus….  Jadi, 153 menunjuk pada orang-orang yang tekun memperhatikan Hukum Taurat dan Injil sampai mereka tiba pada pengudusan hidup yang dikaruniakan Allah…” Jadi ke-153 orang itu adalah mereka yang setiap hari menghasilkan buah iman yang berpadanan dengan panggilan sebagai murid Kristus sebagai wujud dari ketaatan mereka kepada Hukum Taurat dan Injil di dalam kuasa Roh yang kudus dari Allah.” Demikianlah penafsiran alegoris atas Yohanes 21:10-11 yang Nuban Timo lakukan.

Tafsiran alegoris yang Nuban Timo lakukan atas angka 153 sebagaimana dikutip di atas membuat saya terperangah (terperanjat)! Mengapa? Karena Nuban Timo sangat berani “melompat” dalam penafsiran tanpa mempertimbangkan “bahaya melompat” yaitu terjerumus ke dalam kesesatan. Nuban Timo melakukan analisis untuk menentukan  dasar dari angka 153 adalah 17, dengan cara melakukan penjumlahan 1+2=3, 3+3=6, 6+4=10, 10+5=15, dan seterusnya, sampai pada  angka 136+17=153. Oleh karena pada penjumlahan ke-17 hasilnya 153, maka Nuban Timo menetapkan angka 17 sebagai dasar dari angka 153.  Patut dicamkan bahwa angka 17 itu bukan dasar dari angka 153, melainkan urutan penjumlahan angka menurut perhitungan yang dilakukan. Ketika perhitungan ke-16 diperoleh hasil 136, maka pada perhitungan ke-17 hasilnya 136 + 17 = 153.

Timbul pertanyaan: mengapa angka 53 dibuang atau tidak dimasukkan dalam analisis oleh Nuban Timo? Bukankah angka 153 itu merupakan suatu gugus angka ratusan yang merupakan suatu kesatuan dan kebulatan, yang patut diperhatikan dan diperhitungkan secara utuh? Dengan demikian, telah terjadi suatu penyesatan!  Selanjutnya, atas dasar apa Nuban Timo memastikan bahwa angka 153 itu menunjuk ke Gereja akhir zaman, dan hanya 153 orang saja yang tekun memperhatikan Hukum Taurat dan Injil, menghasilkan buah iman yang berpadanan dengan panggilan sebagai murid Kristus, sampai mereka tiba pada pengudusan hidup yang di karuniakan Allah? Tafsiran seperti ini harus berdasarkan rujukan Alkitab yang benar dan sah, agar jangan dicap sebagai tafsiran yang mengada-ada dan/atau   a j a r a n   s e s a t !   

Dalam buku Meng-hari-ini-kan Injil di Bumi Pancasila (hlm. 94-95), Nuban Timo berkisah tentang Nimrot Lasbaun dan beberapa temannya di Kupang yang bergabung dalam Persekutuan Doa Sion Kota Allah ditangkap polisi pada tahun 2009 dengan tuduhan menyebarkan ajaran sesat. Kesesatan mereka memang parah, sebab bukan tafsiran Alkitab saja yang salah karena mengada-ada, melainkan juga praktik atau perilaku kehidupan yang tidak senonoh! Saya mengetahui dan mengikuti kasus Lasbaun sampai disidangkan di Pengadilan Negeri Kupang.

Akan tetapi tafsiran Nuban Timo tentang 153 ekor ikan itu menunjuk kepada Gereja akhir zaman, dan 153 orang itu adalah orang-orang  yang tekun memperhatikan  Hukum Taurat dan Injil sampai mereka tiba pada pengudusan hidup yang dikaruniakan Allah…,  apakah benar, dan (maaf)  tidak mengada-ada dan/atau tidak sesat?  Dasar Alkitabiahnya apa, dan dapat dirujuk di mana?  Sebagai contoh: Wahyu 7:4 menyebut tentang  seratus empat puluh empat ribu (144.000) orang yang telah dimeteraikan dari semua suku keturunan Israel, rujukannya terdapat pada ayat 5-8, yaitu  dari 12 suku keturunan Israel, setiap suku terdapat 12.000 orang yang dimeteraikan; dan dapat dirujuk pula dalam Wahyu 14:1. Sedangkan 153 ekor ikan yang dilambangkan sebagai 153 orang pilihan yang menunjuk ke Gereja akhir zaman itu dapat dirujuk di bagian mana dari kitab Perjanjian Baru?

Catatan antara
Sebelum melanjutkan pembahasan tentang angka 153 dan tafsiran Nuban Timo atas angka 153 dalam Yohanes 21:10-11, saya ingin mewedarkan hasil penelitian saya tentang temuan bilangan super  yang telah saya terbitkan  dalam sebuah buku berjudul, Bilangan Super dalam Konteks Religi dan Budaya Etnis Rote Ndao, diterbitkan oleh B You Publishing  Surabaya tahun 2012; dan yang telah saya wedarkan pula hasil penelitian itu kepada Dr. Ioanes Rakhmat, sebagaimana saya paparkan di bawah ini. 

Pada bulan Oktober 2015, saya memperoleh sebuah buku dari kakak saya, Dr. Albinus Lodewyk Netti. Buku tersebut berjudul,  Beragama dalam Era Sains Modern (Pustaka Surya Daun. Jakarta 2013). Ternyata dalam buku itu Ioanes Rakhmat menyindir habis-habisan orang beragama yang menjunjung kisah penciptaan, taman Eden, Adam, dan Hawa sebagaimana tertulis dalam Perjanjian Lama (kitab Kejadian). Kisah penciptaan (Kejadian 1:1-31 dan 2:1-4a), taman Eden, Adam, dan Hawa (Kejadian 2:8-25; 3:1-24) merupakan mitos, dongeng, fiksi teologis yang Ioanes Rakhmat rendahkan sampai taraf tak bermakna yang patut disingkirkan.

Berkenaan dengan pendapat dan pandangan Ioanes Rakhmat tersebut di atas, saya merasa terpanggil pada waktu itu untuk memberikan tanggapan terhadapnya dari sudut pandang lain berdasarkan hasil penelitian saya atas Kejadian 1:1-31; 2:1-4a; dan Kejadian 2:8-25 dan 3:1-24. Tanggapan saya terhadap Ioanes Rakhmat, berjudul “Tentang Penciptaan, Taman Eden, Adam dan Hawa”. Dalam tanggapan tersebut saya buktikan adanya bilangan super dalam karya penciptaan oleh Allah, dan bilangan super tersebut tersusun secara ajek dalam karya penciptaan (Kejadian 1:1-31 dan 2:1-4a); karya penebusan dan penyelamatan dalam kematian dan kebangkitan Yesus; dan yang mencapai kepenuhannya dalam  “Yerusalem yang baru” (Wahyu 21-22). Baca: www.bianglalahayyom.blogspot.co.id , Selasa, 16 Februari 2016.

Kepada Nuban Timo yang senang mengutak-atik angka 153 dalam berteologi, saya sajikan kembali tanggapan yang saya tujukan kepada Ioanes Rakhmat itu. Semoga Nuban Timo dapat memungut manfaat, terkait dengan tafsiran angka 153  dalam Yohanes 21:10-11.

Tentang Kejadian 1:1-2:1-4a
Pada tahun 2012 salah satu buku saya yang sangat sederhana berjudul, BILANGAN SUPER Dalam Konteks Religi dan Budaya Etnis Rote Ndao diterbitkan oleh B You Publishing Surabaya. Dalam buku tersebut saya uraikan tentang bilangan super 3, 6, 9, yang, filosofis, merupakan pangkal adanya bilangan 1, 2, 4, 5, 7, 8. Bagaimana menjelaskan adanya bilangan super 3, 6, 9 ini?

Mengenai bilangan super 3, 6, 9, dapat dijelaskan sebagai berikut: 3 tidak perlu dijumlahkan dengan 6, atau 6 tidak perlu dijumlahkan dengan 3 sebab hasil penjumlahannya, 9, sudah ada.  Demikian pula 9 tidak perlu dikurangi 6 sebab hasil pengurangannya, 3, sudah ada; dan juga 9 tidak perlu dikurangi 3 sebab hasil pengurangannya, 6, sudah ada. Selanjutnya, 9 tidak perlu dibagi 3 sebab hasil pembagiannya, 3 sudah ada; dan 3 tidak perlu dikalikan dengan 3 karena hasil perkaliannya, 9, sudah ada. Bilangan super yang dapat dibagi untuk memperoleh bilangan baru hanyalah 6 dibagi 3, yang hasil pembagiannya ialah 2.  Dengan hadirnya bilangan 2 yang diperoleh dari hasil pembagian 6 : 3, maka bilangan-bilangan lain dapat diperoleh dalam suatu harmoni susunan sebagai berikut: 3 – 2 = 1; sehingga tersusunlah bilangan 1, 2, 3. Kemudian, 3 + 1 = 4; 3 + 2 = 5; sehingga tersusunlah bilangan 1, 2, 3, 4, 5, 6. Setelah itu, 3 + 4 = 7 dan 3 + 5 = 8; sehingga tersusunlah bilangan-bilangan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, secara harmonis yang dikenal sebagai bilangan pokok.

Dari manakah saya peroleh pengetahuan bahwa bilangan 3, 6, 9  itu adalah bilangan super?  Jawabnya singkat dan tegas: bukan dari Higgs Boson dan/atau supernovae atau orang-orang yang mendewakan Higgs Boson dan/atau supernovae; dan bukan pula dari Pythagoras maupun orang-orang Pythagorean; melainkan saya peroleh dari kredo demi kearifan yang diwedarkan dalam kitab Kejadian 1:1-31 dan 2:1-4. Apabila dunia diibaratkan sebagai pentas tempat manusia dan semua makhluk ada dan berlakon, masing-masing dengan caranya, maka pada tiga (3) hari pertama ALLAH  menjadikan pentas dan dekorasinya yang kelak bermanfaat dan menunjang manusia dan semua makhluk hidup yang berlakon di atasnya. Dan pada tiga (3) hari kedua  barulah ALLAH  menjadikan para pelaku (makhluk-makhluk hidup dan manusia) yang akan menghuni dan berlakon di pentas kehidupan yang telah dibuat oleh ALLAH.  Di samping itu, dalam penciptaan ada tiga (3) macam pemisahan, dan tiga (3) macam penguasa, yang dapat diuraikan sebagai berikut.

Pada hari pertama, ALLAH memisahkan terang dari gelap. Terang itu dinamai siang, dan gelap itu malam (1:4), sejajar dan saling isi-mengisi dan jalin-menjalin dengan hari keempat, ALLAH menjadikan benda penerang yang besar (matahari) untuk menguasai siang, dan benda penerang yang lebih kecil (bulan) untuk menguasai malam, dan juga bintang-bintang pada cakrawala (1:14-18).

Pada hari kedua, ALLAH  memisahkan air yang ada di bawah cakrawala dari air yang ada di atasnya, dan cakrawala itu dinamai langit (1:7), sejajar dan saling isi-mengisi dan jalin-menjalin dengan hari kelima, ALLAH  menjadikan makhluk yang hidup berkeriapan dalam air, burung beterbangan di atas bumi melintasi cakrawala, binatang-binatang laut yang besar, segala makhluk hidup yang bergerak (1:20-21).

Pada hari ketiga, ALLAH  memisahkan darat yang kering dari air (laut) lalu menjadikan tumbuh-tumbuhan yang berbiji, pohon-pohon yang menghasilkan buah (1:9-12), sejajar dan saling isi-mengisi dan jalin-menjalin dengan hari keenam, ALLAH  menjadikan binatang ternak dan binatang liar dan segala jenis binatang melata di muka bumi, setelah itu ALLAH menjadikan manusia (laki-laki dan perempuan) untuk menguasai bumi, dan semua makhluk lain yang hidup (1:24-27). Kesejajaran dan saling isi-mengisi serta jalin-menjalin antara penciptaan pada hari ketiga dan hari keenam dapat dibaca pada ayat 29-30.

Dari uraian di atas terlihat dengan jelas keteraturan dan harmoni susunan eksistensi bilangan super tiga (3) dan (6) secara konsisten dalam kisah penciptaan langit dan bumi serta segala isinya yang dilakukan oleh ALLAH. Dalam kisah penciptaan itu pula terdapat tiga (3) intensitas pernyataan/penegasan yang berbunyi: “ALLAH  melihat bahwa terang itu baik”; “ALLAH melihat bahwa semuanya itu baik”; dan ALLAH melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik”. Tiga intensitas pernyataan ini terdapat dalam tujuh (7) ayat (1:4, 10, 12, 18, 21, 25, 31). Dan tiga intensitas pernyataan yang terdapat dalam tujuh ayat tersebut terkait erat dan tak terpisahkan dari sembilan (9) pernyataan yang berbunyi: “Berfirmanlah ALLAH…”   yang terdapat dalam sembilan (9) ayat (1:3, 6, 9, 11, 14, 20, 24, 26, 29).

Lebih lanjut, perhatikanlah keteraturan dan harmoni susunan bilangan super 3, 6, 9 dalam enam (6) hari penciptaan berdasarkan patokan pola dasar perkalian sebagai berikut: Hari pertama (bilangan pokoknya, 1): 3 x 1 = 3; 6 x 1 = 6; 9 x 1 = 9. Hari kedua (bilangan pokoknya, 2): 3 x 2 = 6; 6 x 2 = 12 (1 + 2) = 3; 9 x 2 = 18 (1 + 8) = 9. Hari ketiga (bilangan pokoknya 3): 3 x 3 = 9; 6 x 3 = 18 (1 + 8) = 9; 9 x 3 = 27 (2 + 7) = 9. Hari keempat (bilangan pokoknya 4): 3 x 4 = 12 (1 + 2) = 3; 6 x 4 = 24 (2 + 4) = 6; 9 x 4 = 36 (3 + 6) = 9. Hari kelima (bilangan pokoknya 5): 3 x 5 = 15 (1 + 5) = 6; 6 x 5 = 30 (3 + 0) = 3; 9 x 5 = 45 (4 + 5) = 9. Hari keenam (bilangan pokoknya 6): 3 x 6 = 18 (1 + 8) = 9; 6 x 6 = 36 (3 + 6) = 9; 9 x 6 = 54 (5 + 4) = 9.

Berdasarkan hasil kerja di atas ini saya mencatat keteraturan dan harmoni susunan bilangan super 3, 6, 9, yang merupakan hasil perkalian dengan bilangan pokok hari-hari penciptaan sebagai berikut:  Hari pertama memiliki susunan hasil perkalian bilangan super 3, 6, 9 yang sama dengan hari keempat. Hari kedua memiliki susunan hasil perkalian bilangan super 6, 3. 9 yang sama dengan hari kelima. Hari ketiga memiliki susunan hasil perkalian bilangan super 9, 9, 9 yang sama dengan hari keenam. Dan pada hari ketujuh (bilangan pokoknya 7), ALLAH menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya memiliki keteraturan dan harmoni bilangan super sebagai berikut: 3 x 7 = 21 (2 + 1) = 3; 6 x 7 = 42 (4 + 2) = 6; 9 x 7 = 63 (6 + 3) = 9. Kenyataan ini memberi petunjuk bahwa bilangan super 3 dan 6 sebagai lambang keteraturan dan harmoni dasar berperan dalam saling isi-mengisi dan memberi makna di dalam membangun serta mewujudkan keteraturan dan harmoni yang sempurna, yang dilambangkan oleh bilangan super 9.

Memperhatikan hasil analisis sederhana di atas ternyata ALLAH yang diimani dan disembah oleh orang-orang beragama itu sungguh mahabesar dan mahakuasa; ALLAH pencipta yang diimani dan disembah oleh orang-orang beragama itu sungguh sebagai perancang mahacerdas. “Pada mulanya bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya,” (1:2);   Roh ALLAH  melayang-layang di atas permukaan air” (1:2), setelah itu ALLAH berfirman dalam proses penciptaan, maka terciptalah segala sesuatu yang dikisahkan dalam matriks enam (6) hari penciptaan. Pada Kejadian 1:2 itu pun ALLAH sebagai Pencipta dicitrakan dalam 3 citra, yaitu: ALLAH; ROH (ALLAH); dan FIRMAN (ALLAH).  

Ya, ALLAH yang diimani dan disembah oleh orang-orang beragama jauh lebih perkasa dari supernovae yang diagungkan oleh Ioanes Rakhmat yang berkata: “Tanpa supernovae, tak ada kehidupan apapun dalam jagat raya kita. Tanpa bintang-bintang yang meledak, tak akan ada komponen-komponen dasariah molekul DNA. Tanpa DNA, tak akan ada bentuk kehidupan apapun dalam jagat raya” (IR, 2013:203); dan “tanpa Higgs Boson, tak akan ada materi massif dan kohesif dalam jagat raya, dus jagat raya tak akan terbentuk, juga tubuh anda dan kancing-kancing baju anda, dan, maaf, dua puting susu anda” (IR, 2013:118). Demikianlah pemuliaan yang Ioanes Rakhmat rumuskan untuk yang diimaninya: supernovae dan/atau Higgs Boson.

Berkenaan dengan Kejadian 1:1-2:4a yang saya analisis di atas, Ioanes Rakhmat (2013:328, 329), berkata begini: “Jika analisis internal atas kisah penciptaan langit dan Bumi selama 6 hari dalam Kejadian 1:1-2:4a dilakukan, kita akan menemukan informasi-informasi yang tak sesuai dengan fakta-fakta sains, sehingga kita harus menyimpulkan kisah ini bukan kisah sejarah. Beberapa kejanggalan yang menonjol dapat disebutkan. Dalam kisah itu (sampai ayat 13), ‘hari pertama’, ‘hari kedua’ dan ‘hari ketiga’ yang ditetapkan berdasarkan tibanya ‘petang’ dan tibanya ‘pagi’, sudah ada kendatipun Matahari baru diciptakan pada ‘hari keempat’ (ayat 14-19). Kejanggalan lainnya ada pada pernyataan bahwa tetumbuhan sudah ada dan hidup, tumbuh, bertunas dan berbuah, pada ‘hari ketiga’ (ayat 11-12), sementara Matahari yang cahayanya dibutuhkan untuk proses fotosintesis baru ada pada ‘hari keempat’ (ayat 14-18)…”

Analisis berdasarkan metode penulisan ilmu demi kecekatan yang lazim dalam penelitian dan penulisan sains modern seperti yang dilakukan oleh Ioanes Rakhmat atas Kejadian 1:1-2:4a sebagaimana dikutip di atas ini, memang kelihatan benar pada permukaannya. Kelihatannya terdapat kejanggalan-kejanggalan seperti yang ditunjukkan oleh Ioanes Rakhmat. Akan tetapi, analisis berdasarkan kredo demi kearifan, sebagaimana telah saya lakukan guna melihat kesejajaran informasi yang saling terkait, isi-mengisi dan jalin-menjalin di antara hari-hari penciptaan antara ‘hari pertama’ dengan ‘hari keempat’, ‘hari kedua’ dengan ‘hari kelima’ dan ‘hari ketiga’ dengan hari keenam’ yang dibuktikan dengan kesamaan urutan bilangan super: 3, 6, 9 (hari pertama dan hari keempat); 6, 3, 9 (hari kedua dan hari kelima); 9, 9, 9 (hari ketiga dan hari keenam) sungguh sangat menakjubkan dan menggugah perhatian, sebab kenyataan ini membuktikan bahwa otak penulis Kejadian 1:1-2:4a dituntun oleh  kuasa ilahi yang bersumber dari ALLAH, mengutamakan keteraturan dan harmoni yang tersirat di dalam cetak biru penciptaan oleh ALLAH. Dalam pewedaran tentang penciptaan, penulis kitab Kejadian melakukan inversi pada wedaran penciptaan hari pertama dan penciptaan hari keempat. yang tidak dipahami oleh Ioanes Rakhmat. Sebab inversi yang dilakukan oleh penulis kitab Kejadian itu hanya dapat dipahami oleh orang beragama yang memiliki kearifan, atau orang-orang yang kondisi kerja otaknya normal, di mana lobus temporalis otak kiri dan lobus temporalis otak kanan bekerja secara sinkron dan harmonis!

Pada pihak lain, Ioanes Rakhmat benar, ketika menyimpulkan bahwa kisah Kejadian 1:1-2:4a ditulis dalam suatu kebudayaan yang sudah mengenal sistem penanggalan yang membagi 1 minggu ke dalam 7 hari, yang dipakai sebagai bingkai kisah tentang Allah menciptakan langit dan Bumi selama 6 hari, dengan ‘hari ketujuh’ (Ibrani: Sabath) sebagai saat Allah ‘berhenti’ dari segala kegiatannya (2:2-3)”. Hal ini pun telah saya uraikan di atas. Tetapi, Ioanes Rakhmat salah apabila mengatakan bahwa dalam kisah ini muncul enam pernyataan bahwa segala hal yang Allah telah kerjakan dalam hari-hari penciptaan, ‘semuanya baik adanya’ (ayat 10, 12, 18, 21, 25, 31); sebab yang sebenarnya, ada tiga intensitas pernyataan “baik” berkenaan dengan karya penciptaan ALLAH yang terdapat dalam tujuh (7) ayat, yakni: [1] “Allah melihat bahwa terang itu baik(1:4); [2] “Allah melihat bahwa semuanya itu baik(1:10, 12, 18, 21, 25); dan [3] “Allah melihat segala yang dijadikannya itu, sungguh amat baik (1:31).

Selain itu, Kejadian 1:1-2:4a sesungguhnya bukan syahadat Yahudi sebagaimana dikatakan oleh Ioanes Rakhmat, melainkan kredo Yahudi. Alasannya, kata syahadat artinya [1] persaksian (perihal bersaksi); [2] Isl. Persaksian dan pengakuan (ikrar) yang benar, diikrarkan dengan lisan dan dibenarkan dengan hati bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah. Sedangkan kredo artinya, pernyataan kepercayaan, atau pernyataan keyakinan, dan dasar tuntunan hidup. Dengan demikian, Kejadian 1:1-31 dan 2;1-4a itu merupakan wedaran pernyataan kepercayaan, atau wedaran pernyataan keyakinan, dan dasar tuntunan hidup umat Yahudi yang percaya akan ALLAH—sebagai  pencipta langit dan bumi serta segala isinya, termasuk manusia—yang  mereka [umat Yahudi] imani dan sembah.

Demikianlah Kejadian 1:1-31 dan 2:1-4a itu semestinya diarifi, karena ia adalah kredo demi kearifan, yang mengandung kebenaran deskriptif, yaitu kebenaran yang bersifat menguraikan sesuatu secara jelas dan terperinci apa adanya berdasarkan iman/kepercayaan; bukannya suatu laporan hasil penelitian ilmiah demi kecekatan  yang mengandung kebenaran instruksional, yaitu kebenaran eksak yang dapat diukur dan dibuktikan detail-detailnya berdasarkan teori-teori sains modern.

Berkenaan dengan bilangan super 3, 6, 9 yang tersirat dalam enam hari penciptaan dan hari penyelesaian pekerjaan yang dilakukan oleh ALLAH yaitu hari ketujuh, maka bilangan super 3, 6, 9 itu pun ALLAH sangat utamakan dan siratkan  dalam cetak biru karya penebusan/penyelamatan-Nya melalui Yesus. Dalam Markus 15:25 dikatakan bahwa, “Pada jam sembilan pagi Yesus disalibkan.”  Dalam teks Yunani, transkripsinya berbunyi, ēn de hōra tritē kai estaurōsan auton. [Teks Indonesia jam sembilan, merupakan terjemahan kontekstual dari teks Yunani hōra tritē, yang secara harafiah berarti jam ketiga]. Pada Markus 15:23 (Matius 27:45; Lukas 23:44) dikatakan bahwa, “Pada jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu dan berlangsung sampai jam tiga”. Dalam teks Yunani, transkripsinya berbunyi, Kai genomenēs hōras hektēs stokos egeneto eph holēn tēn gēn hōras enatēs. [Teks Indonesia jam dua belas merupakan terjemahan kontekstual dari teks Yunani hōras hektēs, yang secara harafiah berarti jam keenam; dan teks Indonesia  jam tiga merupakan terjemahan kontekstual dari teks Yunani hōras enatēs, yang secara harafiah berarti jam kesembilan].

Perlu kiranya Ioanes Rakhmat insaf bahwa bilangan super 3, 6, 9 yang tersirat dalam cetak biru karya penciptaan dan karya penyelamatan sebagaimana diuraikan di atas ini bukan diatur oleh Higgs Boson dan/atau supernovae yang Ioanes Rakhmat puja dan agung-agungkan, melainkan ditata oleh ALLAH yang diimani di dalam Yesus Kristus. Dan, selain itu,  keberadaan bilangan super 3, 6, 9, tidak dapat disadari dan direnungkan oleh kera-kera besar simpanse dan bonobo, melainkan hanya dapat disadari dan direnungkan oleh manusia yang memiliki  kesadaran dan penyadaran diri, karena  nesyama” dan/atau  nismat hayyim (napas hidup) yang ALLAH berikan kepada manusia.

Bilangan Super dalam Yerusalem yang baru
Dalam kitab Wahyu 21:10 dikatakan bahwa “… kota yang kudus…, Yerusalem, turun dari sorga, dari Allah. Kota itu penuh dengan kemuliaan Allah… Mulai dari ayat 12 sampai ayat 21, struktur kota yang kudus itu, yakni Yerusalem yang baru, diuraikan dan dijelaskan. Pintu gerbang ada 12 buah; di atas pintu gerbang ada 12 malaikat, dan di atasnya tertulis nama 12 suku Israel: 3 x 12 = 36 (3+6) = 9;  6 x 12 = 72 (7+2) = 9; 9 x 12 =108 (1+0+8) = 9.

Di sebelah timur, utara, selatan dan barat, masing-masing terdapat 3 pintu gerbang: 3 x 3 = 9; 6 x 3 = 18 (1+8) = 9; 9 x 3 = 27 (2+7) = 9. Tembok kota itu mempunyai 12 batu dasar, dan di atasnya tertulis ke-12 nama rasul Anak Domba itu: 3 x 12 = 36 (3+6) = 9; 6 x 12 = 72 (7+2) = 9; 9 x 12 = 108 (1+0+8) = 9. Ukuran kota itu 12.000, panjang, lebar dan tingginya sama: 3 x 12.000 = 36.000 (3+6+0+0+0) = 9; 6 x 12.000 = 72.000 (7+2+0+0+0) = 9; 9 x 12.000 = 108.000 (1+0+8+0+0+0) = 9. Ukuran tembok 144 hasta: 3 x 144 = 432 (4+3+2) = 9;  6 x 144 = 864 (8+6+4) = 9;  9 x 144 = 1.296 (1+2+9+6) = 9. Kedua belas pintu gerbang itu adalah  12 mutiara: 3 x 12 = 36 (3+6) = 9; 6x12 = 72 (7+2) = 9; 9 x 12 = 108 (1+0+8) = 9. Dalam Wahyu 22: 2 dikatakan bahwa ada pohon-pohon kehidupan yang berbuah 12 kali: 3 x 12 = 36 (3+6) = 9; 6 x 12 = 72 (7+2) = 9; 9 x 12 = 108 (1+0+8) = 9.

Dari hasil analisis di atas terlihat dengan jelas bahwa kota Yerusalem yang baru, yang turun dari sorga, dari Allah menyiratkan “harmoni super yang tertinggi dan sempurna, yang tersirat dalam angka (bilangan) super 9”. Dan ini benar-benar melambangkan kesucian, kekudusan, kemuliaan, kesempurnaan tertinggi, dan keagungan kota Yerusalem yang baru, yang turun dari sorga, dari Allah. Untuk mengetahui selengkapnya tentang eksistensi bilangan super 3, 6, 9 sebagai suatu realitas transenden, dan keunikan bilangan-bilangan pokok lainnya yaitu 1, 2, 4, 5, 7, 8, baca saja buku saya, Bilangan Super Dalam Konteks Religi dan Budaya Etnis Rote Ndao (B You Publishing Surabaya, 2012:9 – 36).

Kembali ke topik: angka 153
Berdasarkan wedaran di atas, maka analisis yang benar untuk menetapkan angka dasar atau angka pokok  153 ialah begini: 1+5+3= 9. Jadi, angka pokok 153 adalah 9. Angka 9 ini adalah kepenuhan dan kebulatan dari gugus angka ratusan 153. Apabila angka 9 ini dijumlahkan secara terus menerus maka hasil penjumlahan 153 akan ditemukan. Perhatikan: 9+9 =18; 18+9 =27; 27+9 =36; 36+9 =45; 45+9 =54; 54+9 =63; 63+9=72; 72+9 =81; +9 =90; 90+9=99; 99+9=108; 108+9=117; 117+9=126; 126+9=135; 135+9=144; 144+9=153.  

Karena angka 9 adalah bilangan super, maka apabila setiap gugus angka satuan, puluhan, ratusan, ribuan, jutaan dikalikan dengan angka 9, angka-angka hasil perkaliannya jika dijumlahkan sampai pada penjumlahan akhir dalam bilangan pokok, niscaya bilangan pokok itu adalah angka (bilangan super) 9. Contoh: 9 x 3 = 27 (2+7) = 9; 9 x 16 = 144 (1+4+4) = 9; 6 x 17 =  153 (1+5+3) = 9; 9 x 136 = 1224 (1+2+2+4) = 9; 9 x 153 = 1377 (1+3+7+7) = 18 (1+8) = 9; 9 x 874 = 7866 (7+8+6+6) = 27 (2+7) = 9; 9 x 1785 = 16065 (1+6+0+6+5) = 18 (1+8) = 9; 9 x 78452 = 706068 (7+0+6+0+6+8) = 27 (2+7) = 9. (baca, dan perhatikan contoh-contoh perhitungan dalam buku: Bilangan Super dalam Konteks Religi dan Budaya Etnis Rote Ndao, do.ib.).

Dalam uraian  catatan antara saya telah memberi petunjuk bahwa bilangan super 3 dan 6 sebagai lambang keteraturan dan harmoni dasar berperan dalam saling isi-mengisi dan memberi makna di dalam membangun serta mewujudkan keteraturan dan harmoni yang sempurna, yang dilambangkan oleh bilangan super 9.  Dalam Yohanes 21:8 terdapat  sebutan, “kira-kira dua ratus hasta”. Dua ratus (200), angka pokoknya adalah 2+0+0 = 2. Angka 2 x bilangan super 3 = 6; angka 2 x bilangan super 6 = 12 (1+2) =3; angka 2 x bilangan super 9 = 18 (1+8) = 9. Dengan demikian, dalam Yohanes 21:8, 10-11 terdapat bilangan super 6, 3, 9 sebagai lambang keteraturan dan harmoni dasar yang berperan dalam saling isi-mengisi dan memberi makna di dalam membangun serta mewujudkan keteraturan dan harmoni yang sempurna, yang dilambangkan dengan bilangan super 9.

Kisah dalam Yohanes 21:1-14 itu terkait dengan penampakan diri Yesus (ke-3 kalinya) kepada murid-murid-Nya sesudah Ia bangkit. Yesus bangkit pada hari ke-3. Kebangkitan pada hari ke-3 dalam hubungannya dengan bilangan super 3, 6, 9 adalah sebagai berikut: 3 x 3 = 9; 6 x 3 = 18 (1+8) = 9; 9 x 3 = 27 (2+7) = 9. Penampakan ke-3 kali ini dalam hubungannya dengan bilangan super 3, 6, 9 adalah sebagai berikut: 3 x 3 = 9;  3 x 6 = 18 (1+8) = 9;  3 x 9 = 27 (2+7) = 9. Analisis ini memberi petunjuk bahwa “karya penyelamatan yang dilakukan oleh Allah melalui kematian dan kebangkitan Yesus adalah benar-benar karya penyelamatan sempurna, yang memberikan kepastian pengharapan bagi setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Itulah sebabnya, Paulus berkata: “Dan jikalau Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu”; “Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal” (1Korintus 15:17; 20). Dan sebagai jaminannya ialah “… supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16).

Berdasarkan analisis di atas ini saya mau mengatakan bahwa tafsiran Nuban Timo atas Yohanes 21:1-4 khususnya tentang 153 ekor ikan itu sangat lemah dan mengada-ada. Sebab, jikalau Nuban  Timo katakan bahwa  “dasar dari bilangan 153 adalah 17. Tujuh belas terdiri dari 10 dan 7. Angka 10 menunjuk pada Hukum Taurat dan ucapan bahagia. Allah sendiri yang menetapkannya. Angka 7 menunjuk pada pengudusan di dalam Roh Kudus”, maka saya ingin mengatakan begini:  mangapa angka 10 harus merujuk kepada Hukum Taurat? 

Bukankah Yesus berkata: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi (Matius 22:37-40, par.)? Dan tentang angka 7 mengapa harus merujuk pada pengudusan di dalam Roh Kudus?  Bukankah angka 7 juga dapat merujuk pada hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, di mana orang harus berhenti bekerja…, dan menguduskan hari itu (Keluaran 20:8-11)? ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar