Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Kamis, 14 November 2019

Kesinambungan Kepemimpinan Serta Kemapanan Kerajaan Menurut Pandangan Leluhur Etnis Rote



Oleh: A. G. Hadzarmawit Netti


SEMENJAK berabad-abad yang lalu para leluhur etnis Rote telah memiliki pandangan yang jelas mengenai kesinambungan kepemimpinan serta kemapanan kerajaan (nusak). Tugas dan tanggung jawab apa yang harus dirampungkan oleh seorang pemimpin demi kesinambungan kepemimpinan serta kemapanan kerajaan selanjutnya yang menjamin kemaslahatan rakyat, telah disadari sedalam-dalamnya oleh para leluhur etnis Rote.

Berikut ini saya akan turunkan salah satu bini’ (syair) etnis Rote yang bertema kesinambungan kepemimpinan serta kemapanan kerajaan demi kemaslahatan rakyat.. Syair ini, hingga kini, sering dikumandangkan oleh para manahelo (penyair) etnis Rote pada upacara-upacara adat berkenaan dengan pergantian pemimpin lantaran wafatnya seorang pemimpin dan/atau terpilihnya seorang pemimpin baru menggantikan pemimpin lama. Syair etnis Rote tersebut, yang parafrasanya saya sertakan dalam tanda kurung, berbunyi sebagai berikut:  Nggongo ingu lai lalo; ma Lima le dale sapu (Nggongo dari tanah tinggi wafat; dan Lima dari palung sungai berlalu). De lalo ela Latu Nggongo; ma sapu ela Engga Lima (Mereka berlalu meninggalkan latu Nggongo; dan pergi meninggalkan Enga Lima). Boe te ela batu na ngatun; ma ela ai na salain (Namun mereka meninggalkan batu tempat duduk; dan meninggalkan tonggak tempat bersandar). De koluk Nggongo ingu lai; te Latu Nggongo na-ngatu (Agar kendatipun Nggongo telah tercabut dari tanah tinggi; namun kini Latu Nggongo bisa duduk). Ma haik Lima le dale; te Enga Lima na-salai (Dan meskipun Lima telah tercabut dari palung sungai; namun kini Enga Lima bisa bersandar). Fo lae: Nggongo tutu’u batun; na tao ela Latu Nggongo (Maka kata orang: inilah batu tempat duduk Nggongo; yang diletakkan dan diwariskan kepada Latu Nggongo). Ma Lima lalai ain; Na peda ela Enga Lima (Dan inilah tonggak sandaran Lima; Yang dipancangkan dan diwariskan kepada Enga Lima).

Syair etnis Rote yang dikutip di atas ini menyiratkan pandangan leluhur etnis Rote tentang kesinambungan kepemimpinan maupun pergantian pimpinan dan/atau regenerasi yang dapat dijelaskan sebagai berikut: Nggongo dan Lima adalah tokoh pemimpin dan kepemimpinan simbolis terdahulu dan/atau generasi terdahulu yang berlalu (lengser) dari pentas sejarah (kepemimpinan) kerajaan simbolis Tanah Tinggi dan Palung Sungai. Sedangkan Latu Nggongo dan Enga Lima adalah tokoh pemimpin simbolis yang menggantikan dan/atau melanjutkan kepemimpinan pemimpin terdahulu yang telah berlalu  demi kemaslahatan rakyat.

 Dituturkan melalui syair tersebut bahwa pemimpin terdahulu (Nggongo dan Lima) tidak berlalu begitu saja; dan pemimpin pengganti tidak tampil dalam kevakuman atau kaos. Sebab Nggongo dan Lima selaku pemimpin terdahulu telah merampungkan tugas dan tanggung jawab mereka yakni: meletakkan batu (alas/landasan) serta tonggak (penopang) yang kukuh bagi Latu Nggongo dan Enga Lima selaku pemimpin pengganti. Di atas batu (alas/landasan) dan pada tonggak (penopang) yang kukuh itulah Latu Nggongo dan Enga Lima sebagai pemimpin pengganti menyandarkan strategi kepemimpinan dan perjuangan selanjutnya, demi kejayaan dan kemaslahatan  rakyat kerajaan  simbolis Tanah Tinggi dan Palung Sungai.
Kesinambungan kepemimpinan menurut pandangan leluhur etnis Rote demi kemapanan kemaslahatan rakyat sebagaimana diwedarkan di atas dapat diaplikasikan dalam proses kesinambungan kepemimpinan nasional Indonesia  periode 2014 – 2019 dan 2019 – 2024 sebagai berikut: Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla telah mengakhiri kepemimpinan nasional mereka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI masa bakti 2014 – 2019. Memasuki periode kedua kepemimpinan nasional 2019 – 2024, Jusuf Kalla telah lengser dan digantikan oleh Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden mendampingi Joko Widodo yang masih dipilih rakyat untuk melanjutkan kepemimpinan nasional sebagai Presiden RI demi melanjutkan karya dan bakti bagi kesejahteraan rakyat dari Sabang sampai Merauke.

Pada periode kepemimpinan nasional 2014 – 2019 Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah meletakkan landasan pembangunan infrasruktur sebagai skala superprioritas dalam rangka memperlancar dan  meningkatkan gerak pembangunan di sektor-sektor lain bagi kesejahteraan rakyat. Memasuki periode kepemimpinan nasional 2019 – 2024, Jusuf Kalla telah lengser secara terhormat sebagai Wakil Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; sedangkan Joko Widodo—berhasil melanjutkan kepemimpinan nasionalnya sebagai Presiden dalam periode 2019 – 2024  bersama Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan—meskipun menghadapi penghadangan yang tidak boleh dianggap remeh!

Berdasarkan kearifan leluhur etnis Rote sebagaimana tersirat dalam syair yang bertema kesinambungan kepemimpinan di atas, Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden terpanggil untuk melanjutkan dan memantapkan landasan dan tonggak kepemimpinan yang telah diwariskan oleh Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden yang telah lengser. Dan sebagai pendamping Joko Widodo yang  melanjutkan kepemimpinannya sebagai Presiden RI masa bakti 2019 – 2024, Ma’ruf Amin terpanggil untuk menyinkronisasikan kepemimpinannya dengan kepemimpinan Presiden Joko Widodo dalam rangka memajukan dan meningkatkan kerja keras di setiap sektor pembangunan demi kesejahteraan  seluruh rakyat Indonesia. Dan yang paling utama yang harus diperhatikan oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin yaitu: peningkatan upaya memperkuat landasan dan memperkokoh tonggak penopang keajekan dan kelanggengan eksistensi bangsa Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika,  yakni Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Inilah landasan tempat duduk dan tonggak tempat bersandar  seluruh generasi bangsa yang multietnis (lebih dari 740 etnis) dan multiagama serta aliran kepercayaan di Indonesia dari masa ke masa.

Menyongsong kurun waktu tahun 2024 sampai tahun 2049, vibrasi krisis dan kemelut bangsa tetap ada dalam jalur perkembangan sejarah eksistensi bangsa dan negara Indonesia. Karena itu, letupan-letupan krisis dan depresi akan muncul sesuai dengan siklus dan luas siklus vibrasinya. Di dalam menghadapi gelombang krisis dan depresi, kita tidak boleh terlalu mengharapkan yang terbaik, melainkan kita harus bersedia menghadapi dan menerima kenyataan yang terburuk. Ini tidak berarti menyerah, melainkan sabar dan tabah menghadapi kenyataan di tengah-tengah perjuangan membangun kesejahteraan bangsa. Vibrasi gelombang krisis dan depresi dapat dikendalikan, dikurangi dan/atau diperkecil dengan jalan: memperbaiki vibrasi kepemimpinan, serta memperbaiki dan memantapkan vibrasi sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Selain itu, dan ini yang sangat penting yaitu, konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundang-undangan demi terbinanya stabilitas keamanan yang mapan bagi keajekan dan kelanggengan vibrasi eksistensi bangsa Indonesia. Sebab, kelompok-kelompok ekstremis dan teroris tetap merupakan musuh laten di Indonesia.

Yang perlu saya catat di akhir tulisan ini ialah: maneuver politik Presiden Joko Widodo dalam kurun waktu lima tahun ke depan (2019 – 2024) adalah bukan maneuver politik untuk memperpanjang  masa jabatan kepresidenan periode ketiga (2024 – 2029); melainkan maneuver politik pembangunan demi ketenteraman, kenyamanan, kedamaian, dan kesejahteraan  seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Inilah maneuver politik Presiden Joko Widodo yang tersirat dalam Kabinet Indonesia Maju masa bakti 2019 – 2024. *** 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar