Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Minggu, 05 Juni 2022

 

“yang mati dan bangkit itu

telah naik ke surga,

maka turunlah roh kudus

menyemangati hidup

bagi yang hidup

di tengah pergumulan

antara pengharapan dan harapan

untuk memperoleh”

 

« Oleh; A. G. Hadzarmawit Netti »

 

Catatan pengantar

JUDUL tulisan ini layaknya sebuah puisi. Nosi dan emosi yang tersirat

di dalam larik-lariknya niscaya menjuruskan perhatian umat kristiani

terhadap  Kristus Yesus yang mati di kayu salib; dikuburkan dan bangkit;

kemudian naik ke surga; serta turunnya Roh Kudus,

sebagaimana disaksikan di dalam kitab Injil (Perjanjian Baru).

 

Berkenaan dengan judul tulisan yang puitis ini, saya menyajikan lima  puisi

seorang penyair kristen Indonesia bernama ABE Poli,

seorang Pendeta (Emeritus) Gereja Masehi Injili [di] Timor

yang kini berdomisili di kota Bogor.

ABE Poli juga memiliki keahlian dan teknik penyusunan karya dramatik (dramaturgi).

Di bawah ini saya kutip lima puisi karya ABE Poli

untuk direnungkan dan dihayati.

 

1. “Ajaib Salib versus Aib Salib”

I

Tentang Kristus yang didera

serta mengalami aib salib dan sengsara,

tak ada yang tak kentara. Semua terungkap jelas.

Begitu pun tentang pilihan bebas,

Sang Kristus ataukah sang Barabas

tak ada yang menyangkal,

yang satu terlepas dan yang lain terpental.

Yang satu beruntung dan yang lain digantung.

Yang satu sebelumnya terpidana

dan yang lain harus menerima bencana.

 

Akhirnya untuk mengatasi konflik,

tibalah pilihan pelik

lewat tawaran Pilatus kepada publik,

dan keputusan pun terkesan terbalik,

bukan hukum tapi politik.

Sebab menjadi sahabat Kaisar demi ketenaran,

jauh lebih berharga dari pada sahabat kebenaran.

 

Di sini bukan lagi siapa yang menjadi sahabat hukum,

tapi siapa yang menjadi sahabat hakim!

Di sini bukan lagi siapa yang benar,

tapi siapa yang dibayar dengan nama besar Kaisar!

 

Inikah takdir? Inikah nasib?

Bukan takdir, bukan pula nasib,

tapi mengatasi akhir dari aib salib,

Salib menunggangi Kristus menanggung

Itulah  yang agung dari peristiwa Jumat Agung!

Terlalu indah untuk disebutkan lagi!

***

2. “Ajaib Salib versus Aib Salib”

II

Tentang siapa yang harus bebas,

Sang Kristus ataukah sang Barabas,

semua sudah faham!

Siapa sesuai  kepentingan di sisi hakim;

siapa sesuai nurani di sisi hukum.

Rasa keadilan ataukah kuasa kelaliman!

 

Begitu pun tentang peristiwa sebuah taman,

mereka bergegas pergi selaku teman.

Tetapi yang terjadi di sana,

di taman Getsemani,

taman tanpa teman yang tulus menemani.

 

Yang satu menghadapi saat-saat yang gelap,

yang lain terbuai tidur yang lelap.

Yang satu peluhnya seperti titik-titik darah,

yang lain luluh bersama dengkur malam karena lelah.

 

Sengsara Kristus, begitu kata Alkitab

adalah sengsara kita,

sakitnya adalah sakit kita,

Peluh-Nya adalah peluh manusia,

keluh-Nya adalah keluh semua insan.

Aib salib-Nya adalah aib dosa kita.

Yang Ia tanggung sendirian,

yang Ia gumuli dalam kesepian,

demi mereka yang diam

dalam bayang-bayang kematian.

Ia, seperti dalam Injil tertera,

adalah surya pagi yang mengarahkan kaki kita

kepada jalan damai sejahtera.

***

3. “Ketika Kristus Mudik ke Surga”

 

Tentang Kristus yang terangkat ke surga,

itu sudah pasti. Betapa pun juga:

tanda kuasa Allah yang tak terhingga!

 

Tetapi kepergian itu, begitu nyata dan hidup;

dahsyat serta ajaib, konon mereka takjub,

bagai terbuai mimpi.

 

Tak heran kalau mereka heran,

lantaran pikiran tak curiga

terhadap kesadaran.

 

Dibelai cita-cita dan semangat yang berpengharapan,

Diterpa badai kesan tentang masa depan,

Ditatapnya Sang Kristus yang terangkat

dalam lebat kemuliaan dan berkat.

 

Sesaat semuanya terasa dirundung sepi, lupa,

bahwa di bumi tantangan misi mesti dihadapi

dan seakan tersadar dari mimpi

mereka pun terayun rindu,

sebelum disapa suara merdu utusan surga:

 

“Hai orang-orang Galilea,

mengapa kamu berdiri melihat ke langit?

Yesus ini yang terangkat ke surga

meninggalkan kamu

akan datang kembali dengan cara yang sama

seperti kamu menatap Dia ke surga!”

***

4. “Sketsa Kedatangan Roh Kudus”

I 

Suatu bunyi dari langit, begitu dicatat Lukas,

tiba-tiba memecah sunyi.

Ia seperti tiupan angin keras.

Tapi hati-hati, Ia bukan angin!

 

Lidah-lidah, sebagaimana terlihat,

bertebaran mencari sasaran

dan murid-murid pun dihinggapi.

Ia seperti nyala api.

Tapi hati-hati, Ia bukan api!

 

Berbagai bahasa, begitu mereka alami,

segera terasa dapat dipahami

seperti yang diberikan oleh roh itu,

tapi hati-hati,

Ia bukan  bahasa tertentu yang tak menentu!

Ia terlalu tinggi untuk diandaikan dengan kata

seperti.

Sebab Ia adalah Roh Allah,

oleh-Nya, kita mengerti.

Kuasa pemberi kehidupan yang tak terlihat

dari Sang Diri yang hidup

 

dan di mana ada sentuhan roh pengertian,

di situ ada rangkulan roh ketulusan.

Siapa dipenuhi Roh Kudus

selalu setia melayani dengan tulus.

***

5. “Sketsa Kedatangan Roh Kudus”

II

Di Hari Pentakosta, begitu kata Alkitab,

tak sepi dari tanda ajaib. Menakjubkan.

Memang!

Karena datang-Nya dari langit.

Menghebohkan.

Sudah tentu!

Karena tak kalah hebat

dengan Kristus yang bangkit.

Mencengangkan.

Pasti!

Karena terbukti, para murid tak tersentuh curiga

seperti ketika Sang Guru terangkat ke surga.

 

Ternyata dalam kehidupan sebagai umat,

iman terasa tak lengkap

tanpa disertai sejumlah tanda yang tetap.

 

Tetapi tentang hal ini,

sejak dini Kristus pernah bersabda:

“Berbahagialah mereka yang tidak melihat,

namun percaya!”

 

 

Bukit Horgen-Sikumana Atas,

Kupang-Nusa Tenggara Timur, 2015

 

 

Catatan akhir

Demikianlah lima puisi karya penyair ABE Poli

tentang penderitaan;

 penyaliban dan kematian Yesus,

tentang kebangkitan dan kenaikan-Nya ke surga,

serta turunnya Roh Kudus. 

 

Apabila Victor Collance berkata:

“The poet  is a man who seeing something ineffable

behind the things of this world, and seeing it as beauty,

makes an effort to express it in words that, even as they come,

make the vision itself a little clearer to himself and to others”

(“More For Timothy”, dalam The World of Poetry, hlm.11);

maka bagi penyair ABE Poli, penderitaan,

penyaliban dan kematian Yesus di kayu salib,

kebangkitan dan kenaikan Yesus ke surga,

serta turunnya Roh Kudus adalah  peristiwa

 yang maha menakjubkan (sublimity),

dan oleh karena sublimity dalam sastra Inggris juga 

memiliki medan makna beauty  (indah; keindahan)

« Roget’s Pocket Thesaurus. New York 1946: 247, 254;

 entry No. 828, 829, 845 »

maka penderitaan, penyaliban dan kematian Yesus di kayu salib,

kebangkitan dan kenaikan-Nya ke surga, serta

turunnya Roh Kudus, dihayati pula sebagai suatu keindahan

yang maha menakjubkan;

yang tersurat dan tersirat dalam kitab Injil (Perjanjian Baru),

yang menggugah penyair ABE Poli

 untuk mengekspresikan-nya dalam kata-kata

berstruktur puisi,

agar pada kerinduan pertama

membuat visi penyair ABE Poly menjadi jelas

bagi dirinya sendiri,

 serta kerinduan berikutnya

sedapat mungkin mencerahkan visi orang lain,

sesama manusia.

Menutup catatan akhir ini

saya mengutip  tema amanat indah dan menawan

yang tersurat dan tersirat dalam kitab Injil Yohanes 3:16:

 

“Karena Allah begitu mengasihi dunia ini,

sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal,

supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa,

melainkan beroleh hidup yang kekal.”

 

Ya, Dia, Kristus Yesus adalah Anak Domba Allah

yang menghapus dosa dunia (Yohanes 1:29)!

 

“Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki,

ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam,

tetapi Ia menyerahkan diri-Nya kepada Dia

yang menghakimi dengan adil.

Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya

di kayu salib,

supaya kita, yang telah mati terhadap dosa,

hidup untuk kebenaran.

Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh” (1Petrus 2:23,24).

Ya, oleh bilur-bilur-Nya, kamu  dalam relasi dengan  kami:

( kamu + kami ) =  kita sekalian telah sembuh!

 

 ***

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar