Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Minggu, 30 Oktober 2022

Gereja Masehi Injili Di Timor -- Api Reformator Martin Luther Yang Membara Di Timor

Analisis Berdasarkan Teori Vibrasi

Oleh: A. G. Hadzarmawit Netti

Catatan pengantar

JUDUL tulisan ini dapat mengundang orang untuk menyebutnya sebagai judul yang muluk-muluk! Peneliti dan penulis sejarah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) misalnya M. A. Noach yang menulis diktat, “Langkah Pertama Suatu Tinjauan Terhadap Periode 25 Tahun GMIT 31 Oktober 1947—31 Oktober 1972” (Kupang, 1972); F. L. Cooley yang menulis tentang  “Memperkenalkan Gereja Masehi Injili Timor”—dalam Benih yang Tumbuh XI  (LPS DGI, Jakarta, 1976); Gordon Dicker yang menulis naskah buku, “Pengabaran Injil Di Pulau Timor” (Kupang, 1960); dan Pdt. Dr. Frederiek Djara Wellem yang menulis buku, Sejarah Gereja Masehi Injili Di Timor Jilid 1  (Permata Aksara Jakarta, 2011) mungkin dapat juga berkata begitu, atau dengan sentilan tambahan, “Ah, terlalu muluk-muluk!”

Untuk menjawab komentar dan/atau penilaian seperti itu, melalui tulisan ini saya ingin membuktikan bahwa Gereja Masehi Injili di Timor yang diproklamasikan  di Kupang pada 31 Oktober 1947 itu adalah benar-benar “api reformator Martin Luther yang membara di Timor”! Sebagai seorang peneliti sejarah dan kepeloporan tokoh sejarah berdasarkan teori vibrasi (baca, Vibrasi Sejarah Pergerakan Kemerdekaan dan Vibrasi Eksistensi Bangsa Indonesia, B You Publishing Surabaya, 2010), saya akan membuktikan kebenaran yang tersirat dalam judul tulisan ini.

Ada tiga teori vibrasi yang saya tekuni dan geluti yaitu: 1 vibrasi yang tersirat dalam bilangan (angka-angka); 2 vibrasi yang tersirat dalam nama, pernyataan, dan peristiwa; 3 vibrasi yang saya peroleh berdasarkan nous (intellectual faculty yang terkait erat dengan intuisi). Teori vibrasi rangkap tiga ini saya akui sebagai karunia TUHAN yang berkenan mengangkat saya dari kekecilan dan keterpencilan, untuk bersaksi demi kemuliaan nama-Nya. Berkenaan dengan judul tulisan ini, saya akan melakukan analisis berdasarkan teori yang disebutkan pada butir 1 dan 2 di atas, yakni vibrasi yang tersirat dalam bilangan (angka-angka); dan vibrasi yang tersirat dalam nama, pernyataan, dan peristiwa yang terkait dengan api reformator Martin Luther.

Referensi yang saya andalkan dalam melakukan analisis dan wedaran dalam tulisan ini bukan dari dan/atau menurut tuturan (cerita) orang, melainkan berdasarkan arsip-arsip yang dibengkalaikan oleh Pendeta GMIT tempo doeloe.  Dengan demikian, apabila pembaca menemukan beberapa data (keterangan; penjelasan) dalam tulisan ini ternyata tidak sama (berbeda) dengan  data (keterangan; penjelasan)  dalam buku  empat penulis sejarah Gereja Masehi Injili Timor yang disebutkan di atas, harap dimaklumi.

Dari empat penulis sejarah GMIT yang disebutkan di atas, ada satu penulis yang memiliki satu arsip yang sama dengan arsip yang saya miliki. Penulis sejarah itu yakni Pdt. Dr. Frederiek Djara Wellem. Arsip itu berjudul, “Hikajat Kehidoepan Djoema’at Masehi Kota Koepang, Selama Pendoedoekan Djepang Di Timor, Tahoen 1942 – 1945”. Arsip itu ditulis oleh  Pendeta Kota  Kupang,  J. J. Arnoldus, sebagai suatu kesaksian dan laporan pertanggungjawaban pelayanan Jemaat Kota Kupang tertanggal 31 Desember 1945. Kesaksian dan laporan pertanggungjawaban pelayanan Jemaat itu telah disahkan oleh Madjelis Geredja Djoem’at  Masehi Kota Kupang di Bakoenase, pada 25 Februari 1947.

·         Catatan sisipan

Arsip laporan pertanggungjawaban pelayanan Jemaat Kota Kupang berjudul, “Hikayat Kehidoepan  Djoema’at Masehi Kota Koepang, Selama Pendoedoekan Djepang Di Timor, Tahoen 1942 – 1945” yang ditulis oleh J. J. Arnoldus itu sejatinya berasal dari arsip yang saya koleksi. Saya serahkan arsip laporan itu kepada Dr. A. L. Netti yang ingin menulis tentang Sejarah Gereja Masehi Injili di Timor. Namun kemudian Dr. A. L. Netti memberikan tulisan itu kepada Pdt. Dr. F. Djara Wellem!

Penelitian berdasarkan teori vibrasi

Api reformator Martin Luther tersirat dalam angka 1517, tahun ketika Martin Luther mencetuskan perlawanannya atas praktik penjualan Surat Indulgensia (Surat Penghapusan Dosa) melalui 95 dalil yang ditempelkannya di gerbang gereja Istana Wittenberg pada 31 Oktober 1517. Untuk mengetahui vibrasi dan luas siklus vibrasi api reformator Martin Luther yang tersirat dalam angka tahun 1517, kita lakukan analisis sebagai berikut:

Pertama, angka tahun 1517 kita jumlahkan angka-angkanya sebagai berikut: 1+5+1+7 = 14; setelah itu jumlahkanlah angka 1+4 maka hasil penjumlahannya adalah 5. Angka 5 ini adalah kernel (inti) yang di dalamnya tersirat secara masif suatu vibrasi peristiwa atau sejarah sangat penting dan menentukan yang terkait dengan angka tahun 1517. Kemudian jumlahkanlah  angka tahun 1517 dengan angka 5 secara terus-menerus sebagai berikut: 1517+5 = 1522; 1522+5 = 1527: 1527+5 = 1532; 1532+5 = 1537; 1537+5 = 1542; 1542+5 = 1547; 1547+5 = 1552; 1552+5 = 1557 … Jumlahkan terus angka-angka seperti itu, niscaya akan sampai pada hasil penjumlahan 1947 (tahun berdirinya Gereja Masehi Injili di Timor pada 31 Oktober).

Kedua, angka tanggal 31 Oktober (bulan ke-10) kita jumlahkan sebagai berikut: 3+1+1+0 = 5. Angka 5 ini adalah kernel (inti) yang di dalamnya tersirat secara masif suatu  vibrasi peristiwa atau sejarah sangat penting dan menentukan  yang terkait dengan angka tahun  1517  yakni tahun Martin Luther melakukan reformasi pada tanggal 31 Oktober (bulan ke-10). Setelah itu jumlahkanlah angka tahun 1517+5 secara terus-menerus seperti prosedur penjumlahan yang dilakukan di atas. Hasil penjumlahannya akan  sampai bertemu dengan angka 1947 (tahun berdirinya Gereja Masehi Injili di Timor  pada 31 Oktober).

Ketiga, angka 5 yaitu  hasil penjumlahan angka 3+1+1+0 (31 Oktober, bulan ke-10) sebagaimana dianalisis pada bagian kedua, kita jumlahkan dengan angka 5 yaitu hasil penjumlahan angka tahun 1517 sebagaimana dianalisis pada  bagian pertama, hasil penjumlahannya = 10. Angka 10 ini kita jumlahkan atau tambahkan pada angka tahun 1517 secara terus-menerus niscaya akan “bermuara” pada 31 Oktober 1947 (tanggal, bulan dan tahun berdirinya Gereja Masehi Injili di Timor).

Keempat, angka 95 (yaitu 95 dalil yang Martin Luther tempelkan di gerbang gereja Wittenberg pada 31 Oktober 1517) kita jumlahkan angkanya sebagai berikut: 9+5 = 14; kemudian jumlahkan lagi angka 1+4 = 5. Selanjutnya, angka tahun 1517 kita jumlahkan dengan angka 5 secara terus-menerus seperti prosedur penjumlahan di atas, niscaya akan sampai pada angka hasil penjumlahan 1947, yakni angka  tahun berdirinya Gereja Masehi Injili di Timor pada 31 Oktober 1947.  

Kelima, Martin Luther lahir pada tahun 1483. Angka tahun kelahiran ini kita jumlahkan sebagai berikut: 1+4+8+3 = 16. Angka 16 ini kita jumlahkan lagi: 1+6 = 7. Angka 7 ini adalah kernel yang di dalamnya tersirat secara masif vibrasi jejak langkah kehidupan Martin Luther yang lahir pada tahun 1483. Vibrasi jejak langkah kehidupan Martin Luther yang tersirat secara masif dalam angka 7 menentukan luas siklus vibrasi jejak langkah kehidupan Martin Luther yang lahir pada tahun 1483 sampai akhir hayatnya. Dan untuk mengetahui luas siklus vibrasi jejak langkah kehidupan Martin Luther yang lahir pada tahun 1483 sampai akhir hayatnya, maka jumlahkanlah angka tahun 1483+7 secara terus-menerus sebagai berikut: 1483+7 = 1490; 1490+7 = 1497; 1497+7 = 1504; 1504+7 = 1511; 1511+7 = 1518; 1518+7 = 1525; 1525+7 = 1532; 1532+7 = 1539; 1539+7 = 1546.

Tahun 1546 adalah tahun kematian Martin Luther!  Angka tahun 1546 (tahun kematian Martin Luther), apabila angka-angkanya dijumlahkan maka hasil penjumlahan akhirnya sama dengan hasil penjumlahan angka tahun kelahiran Martin Luther sebagaimana telah dianalisis di atas ini.  Perhatikan hasil penjumlahan angka tahun kematian Martin Luther berikut ini. Angka 1+5+4+6 = 16; 1+6 = 7. Angka 7 ini adalah kernel yang di dalamnya tersirat secara masif vibrasi akhir jejak langkah kehidupan  Martin Luther,  yang tersirat dalam tahun 1483 (tahun kelahiran), yang terbukti menjadi kenyataan (realitas faktual dan realitas objektif ) pada tahun 1546 (tahun kematian Martin Luther).

Keenam, Bardasarkan analisis pada bagian kelima di atas ini maka apabila angka 7 yang merupakan kernel angka tahun kelahiran Martin Luther (1483) dan angka 7 yang merupakan kernel angka tahun kematian Martin Luther (1546) kita jumlahkan, yakni 7+7 = 14; kemudian kita jumlahkan lagi angka 1+4 maka hasil akhir penjumlahannya adalah 5. Hasil penghitungan seperti ini sama dengan hasil penjumlahan angka tahun kelahiran 1483 yang dijumlahkan dengan angka tahun kematian 1546 sebagai berikut: 1+4+8+3+1+5+4+6 = 32; kemudian kita jumlahkan lagi angka 3+2 maka hasil penjumlahannya adalah 5. Dan apabila penghitungan kita lanjutkan lagi dengan menjumlahkan angka 5 kepada angka 1517 (tahun reformasi yang dicetuskan Martin Luther pada 31 Oktober), yakni: 1517 +5 = 1522; 1522+5 = 1527; 1527 +5 = 1532; 1532+5 = 1537; 1537+5 = 1542; 1542+5 = 1547 … dan seterusnya, maka hasil penjumlahannya akan sampai pada angka 1947 (tahun berdirinya Gereja Masehi Injili Timor  pada 31 Oktober).  

Analisis berdasarkan teori vibrasi sebagaimana diwedarkan di atas ini membenarkan dan/atau mengukuhkan judul artikel ini, “Gereja Masehi Injili Di Timor—Api Reformator Martin Luther Yang  Membara Di Timor Pada 31 Oktober 1947”. “Api” dalam judul tulisan ini bukan dipakai untuk menyatakan arti “panas atau cahaya yang berasal dari sesuatu yang terbakar; nyala; kebakaran”; melainkan “api” dalam arti kiasan yang menyatakan “perasaan yang menggelora (tentang perjuangan dan  semangat) dalam melakukan reformasi”. Dan “membara” dalam judul tulisan ini bukan dipakai untuk menyatakan arti “menjadi bara”, melainkan “membara” dalam arti kiasan untuk menyatakan “berapi-api” (tentang perjuangan untuk mewujudkan cita-cita reformasi).

Analisis di atas ini juga memberi petunjuk bahwa: sejak dari kandungan ibu, Martin Luther telah ditetapkan oleh ALLAH untuk kelak menjadi seorang reformator Gereja sebagaimana dapat dibuktikan dalam jejak langkah kehidupan serta pengabdian  Martin Luther yang lahir pada tahun 1483 sampai meninggal pada tahun 1546. Analisis ini—dalam hubungannya dengan Martin Luther sebagai seorang reformator Gereja—ibarat jari yang menunjuk kepada kebenaran yang tersirat dalam teks Mazmur 139:13-16.

Menyelisik Pendirian Gereja Masehi Injili Di Timor

“Menyelisik” dalam tulisan ini menyatakan arti “mencari keterangan; mengusut dengan teliti; “menyelidiki” guna memperoleh “bukti” yang benar dan/atau “akurat” (tepat benar). “Pendirian” dalam tulisan ini bukan saja dimaksudkan untuk menyatakan arti “pendapat atau keyakinan yang dipakai sebagai tumpuan memandang atau mempertimbangkan sesuatu” melainkan juga  “pendirian” yang menyatakan arti “proses, cara, perbuatan” mendirikan Gereja Masehi Injili di Timor pada 31 Oktober 1947. Dengan demikian, dalam tulisan ini tidak diwedarkan tentang perkembangan agama kristen di pulau Timor dan pulau-pulau sekitarnya antara tahun 1614—1800; 1800—1819; 1819—1860; 1860…

Dalam tulisan ini hanya akan diwedarkan secara khusus mengenai “gagasan pembentukan suatu Gereja Timor yang mandiri”, yang sebenarnya telah dicita-citakan dan disebutkan pada tahun 1933 dalam Keputusan Sidang Am Indische Kerk  di Batavia. Keputusan Sidang Am Indische Kerk tersebut menyatakan bahwa gereja-gereja yang berdiri sendiri ialah “Gereja Masehi Injili Minahasa” (GMIM), “Gereja Protestan Maluku” (GPM), dan “Gereja Timor”. Berdasarkan keputusan tersebut maka pada tahun 1934 “Gereja Masehi Injili Minahasa” (GMIM) didirikan, pada tahun 1935 “Gereja Protestan Maluku” (GPM) didirikan, dan pada tahun 1947 Gereja Masehi Injili di Timor didirikan.

·         Catatan sisipan

Sidang Am Indische Kerk di Batavia pada tahun 1933 sesungguhnya telah tersirat di dalamnya vibrasi tahun 1947, yakni tahun berdirinya Gereja Masehi Injili di Timor. Perhatikan luas siklus vibrasi tahun 1933 sebagai berikut: Tahun 1933 kita jumlahkan angka-angkanya, 1+9+3+3 = 16; kemudian kita jumlahkan lagi angka 1+6 = 7. Angka 7 ini adalah kernel luas siklus vibrasi tahun 1933 yang tersirat di dalamnya ide pemandirian Gereja Masehi Injili Minahasa, Gereja Protestan Maluku, dan Gereja Timor. Penghitungan selanjutnya, kita tambahkan angka 7 pada angka tahun 1933 sebagai berikut: 1933+7 = 1940; 1940+7 = 1947. Berdasarkan analisis ini terlihat secara jelas (realitas objektif dan realitas faktual) bahwa Gereja Masehi Injili di Timor yang didirikan pada tahun 1947 tepat terjadi pada tahun yang di dalamnya tersirat  kernel luas siklus vibrasi tahun 1933, yang di dalamnya tersirat ide pemandirian Gereja sebagaimana digumulkan dan didiskusikan dalam Sidang Indische Kerk di Batavia—sekaligus tepat terjadi sesuai dengan luas siklus vibrasi api reformator Martin Luther yang menyala di Wittenberg pada 31 Oktober 1517, yang ternyata membara di Timor pada 31 Oktober 1947. Dengan demikian, realisasi pemandirian Gereja Masehi Injili Minahasa pada tahun 1934 dan pemandirian Gereja Protestan Maluku pada tahun 1935 terjadi terkait erat dan tak terpisahkan dari ide pemandirian Gereja yang dicetuskan dalam Sidang Indische Kerk di Batavia pada tahun 1933 yang niscaya tak terpisahkan pula dari kobaran api reformasi Gereja. Sedangkan Gereja Masehi Injili di Timor yang didirikan pada 31 Oktober 1947 terjadi tepat benar sesuai dengan luas siklus vibrasi  ide pemandirian Gereja yang dicetuskan pada tahun 1933—sekaligus terjadi tepat benar sesuai dengan api reformator Martin Luther yang menyala di Wittenberg (Jerman) pada 31 Oktober 1517, yang membara di Timor pada 31 Oktober 1947.

Untuk mendirikan “Gereja Timor” yang mandiri sesuai Keputusan Sidang Am Indische Kerk  di Batavia itu, maka pada tahun 1937 Komisi Persiapan Konstitusi “Gereja Timor” di bawah pimpinan Ds. G. P. H. Locher mulai melaksanakan tugasnya di Kupang.  Namun, karena pecah Perang Dunia II sehingga Jepang menduduki Kupang pada tahun 1942, maka komisi tersebut tidak dapat menyelesaikan tugasnya. Ds. G. P. H. Locher dan Ds. I. H. Enklaar ditangkap dan ditawan oleh Jepang kemudian  diasingkan  ke  Batavia.

Pada tanggal 10 Agustus 1943 (masa pendudukan Jepang di Timor), oleh karena terjadi suatu kemelut dalam pelayanan jemaat yang dilakukan oleh seorang tokoh gereja (namanya tidak perlu saya sebutkan dalam tulisan ini), maka dibentuklah suatu Badan Pengurus Gereja yang disebut “Badan Pengoeroes Djoema’at Masehi Timoer-Selatan” (BPDMTS). Penjelasan  autentik  mengenai  “apa, siapa, mengapa, di mana, dan bagaimana”  BPDMTS dibentuk, dapat dibaca dalam tulisan Inl. Leeraar J. J. Arnoldus berjudul, “Hikajat Kehidoepan Djoema’at Masehi Kota Koepang Dimasa Perang, Selama Pendoedoekan Djepang Di Timor, Tahoen 1942-1945” (Koepang [Batoepoetih], 31 Desember 1945.

·         Catatan sisipan:

1.      Nilai autentisitas terkait dengan peristiwa-peristiwa dan/atau kejadian-kejadian yang diwedarkan dalam tulisan Inl. Leeraar J. J. Arnoldus tersebut tidak dapat secara serampangan diragukan dan/atau ditolak oleh peneliti dan penulis Sejarah Gereja Masehi Injili di Timor yang muncul pada tahun 1970-an dan/atau tahun 2011, karena tulisan tersebut bukan tulisan yang bersumber pada rerum gestatum (percakapan umum; buah bibir umum; kisah umum yang penuh fantasi), melainkan merupakan  suatu res gestae (catatan sejarah yang relevan dengan peristiwa, kejadian yang sungguh terjadi, yang dialami oleh Jemaat Kota Kupang pada masa pendudukan Jepang, yang telah dibahas dan disahkan oleh Madjelis Geredja Djoem’at Masehi Kota Koepang di Bakoenase  pada tanggal 25 Februari 1947. Berdasarkan penelitian saya, dan saya memiliki data autentik, hanya beberapa orang saja yang berkolaborasi dengan penguasa Jepang pada tempo itu, yang berani memutarbalikkan fakta sejarah demi pemenuhan fungsi kepentingan tertentu.

2.      Selain itu, data yang berkaitan dengan penyebutan  tanggal, hari, bulan dan tahun yang dicatat oleh Inl. Leeraar J. J. Arnoldus dalam tulisannya itu telah saya uji dengan  Perpetual Calendar  atau yang lazim disebut  Kalender 1000 Tahun, dan ternyata semua tanggal, hari, bulan, dan tahun yang dicatat oleh J. J. Arnoldus,  benar.

Ketika Jepang menyerah kepada Sekutu pada tahun 1945, Gereja (Jemaat) Masehi di Timor segera diperhatikan kembali oleh Het Bestuur Van De Protestansche Kerk In Ned-Indie yang berkedudukan di Batavia. Pendeta (berkebangsaan Belanda) yang pertama mengunjungi Jemaat Masehi di Kupang ketika tentara Sekutu mendarat di Kupang pada 11 September 1945 pagi, yakni Ds. Pik. Ia langsung mengadakan pertemuan perkenalan dengan Inl. Leeraar J. J. Arnoldus di Bakunase. Kemudian pada 13 September 1945 Ds. Pik  dan Inl. Leeraar J. J. Arnoldus mengadakan pertemuan dengan “Badan Pengoeroes Djoema’at Masehi Timoer-Selatan” (BPDMTS) di Rumah Gereja kota Kupang di Bakunase. 

Selanjutnya, pada hari Minggu, 16 September 1945 Ds. Pik memimpin Kebaktian Pengucapan Syukur kepada Tuhan, karena Tuhan telah mengakhiri Perang Dunia II yang mahadahsyat. Pada kebaktian Minggu, 16 September 1945 itu ada dua pengkhotbah. Pengkhotbah pertama yakni Ds. Pik memilih pembacaan kitab Mazmur 97:1-12; dan pengkhotbah kedua yakni Inl. Leeraar  J. J. Arnoldus memilih  pembacaan Injil Lukas 17:15,16. Jemaat Kristen yang menghadiri  kebaktian pada waktu itu  sebanyak 550 orang.

Pada 5 Desember 1945 Ds. E. Durkstra tiba di Kupang untuk melaksanakan tugas sebagai wd. Predikant Voorzitter untuk “Gereja Protestan Timor” (Protestansche Kerk in Timor). Sebagai langkah awal penataan pelayan dan pelayanan Jemaat, Ds. E. Durkstra bersama-sama dengan Ds. Van Alpen dan Inl. Leeraar J. J. Arnoldus membentuk sebuah Komisi yang disebut Vergadering  Commissie Keperiksaan  di Kupang. Komisi tersebut melaksanakan tugasnya pada tanggal 29 dan 30 Juli 1946.  Personalia Vergadering Commissie Keperiksaan  sebagai berikut:

1.      Ds. Durkstra, wd. Predikant  (Ketoea)

2.      Ds. Van Alpen, Ind. Predikant: Z. M. Timor

3.             J. J. Arnoldus, Pendeta Koepang    

4.             P. Baoen, Pendeta Tjamplong

5.             E. Rohi, Penatoea  Tjamplong

6.                  Oematan, Penatua Afd. Koepang

7.             W. D. Frans,  Penatua Kota Koepang

8.             M. Bolla, Pendeta SoE (Penoelis).

Ada 11 orang yakni dua orang pendeta; satu orang guru; tujuh bekas siswa Stovil kelas enam; dan satu orang staf Raja Kupang (nama mereka tidak perlu saya sebutkan) yang tercatat akan diperiksa oleh Vergadering Commissie Keperiksaan terkait dengan beberapa kasus yang terjadi dalam pelayanan Jemaat; namun yang diperiksa hanya sembilan orang saja, karena seorang yang berstatus guru mangkir untuk diperiksa, dan seorang yang merupakan staf Raja Kupang tidak diperiksa karena yang bersangkutan bukan pelayan Jemaat. (Arsip autentik Vergadering Commissie Keperiksaan 20-30 Juli 1946).

Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1945-1946,  “Badan Pengoeroes Djoema’at Masehi Timoer-Selatan” (BPDMTS) yang dibentuk pada 10 Agustus 1943 diubah menjadi  “Badan Pengurus Geredja Masehi Timor-Selatan” (BPGMTS).

            Pada tahun 1946, para Pelayan Jemaat di Timor telah bertekad untuk segera mendirikan suatu organisasi gereja yang mandiri di Timor. Pada konferensi awal para Pelayan Jemaat Gereja Timor yang diselenggarakan di kota SoE, Timor Tengah Selatan tanggal 27-28 Mei 1946, ada niat dari peserta konferensi untuk memilih pola Gereja Maluku yakni “Gereja Protestan Maluku”, sehingga gereja di Timor dan pulau-pulau sekitarnya akan disebut “Gereja Protestan Timor”. Namun dalam suatu rapat persiapan di Bakunase, banyak peserta yang lebih menyetujui pola Gereja Minahasa, sehingga kesepakatan mengenai nama “Gereja Protestan Timor” yang diperjuangkan kemandiriannya itu disebut “Gereja Masehi Injili Timor”.

Pada tanggal 25 Maret 1947—bertempat di Kantor Gereja Protestan Goeverneurslaan 1 Makassar—Gereja-Gereja dan Zending mengadakan konferensi untuk membicarakan masalah “kemandirian dan keesaan Gereja”.  Para peserta yang menghadiri konferensi tersebut yakni: (1) Ketua Kerkbestuur, Ds. G. P. H. Locher; (2) Zendingsconsul, Jhr. Mr. Dr. U. H. van Beyma; (3) Utusan Gereja Protestan Maluku: Ds. S. Marantika, Pdt. J. Uneputty, Pdt. W. D. F. Amanupunnjo; (4) Utusan Geredja Masehi Injili Minahasa (GMIM): Ds. R. M. Luntungan, Ds. W. J. Rumambi,  Pdt. M. Sondakh; (5) Utusan bakal Gereja Protestan Timor: Ds. E. Durkstra, Ds. D. Ngefak, Pdt. M. Bolla, Pdt. E. F. Tokoh;  (6) Utusan Klasis Makassar: Ds. F. de Boer, dan Pdt. S. Undap.

Setelah kembali dari  Konferensi Gereja-Gereja dan Zending di Makassar, maka sesuai kesepakatan yang telah ambil pada kongres para Pendeta Gereja Protestan Timor di SoE pada 27-28 Mei 1946 dan rapat persiapan di Bakunase pada 19 Februari 1947, maka protosinode Gereja Masehi Injili di Timor akan dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 1947. Namun rencana tersebut kemudian dibatalkan (bukan oleh Kerkbestuur Batavia, melainkan oleh  para Pendeta Gereja Protestan di Timor). Para Pendeta Gereja Protestan di Timor sepakat dan menetapkan tanggal protosinode Gereja Masehi Indjili di Timor (GMIT)  diulurkan ke tanggal 31 Oktober 1947 agar bertepatan dengan “Hari Peringatan Reformasi Gereja” yang dilakukan oleh Martin Luther pada 31 Oktober 1517. 

Berkenaan dengan perubahan tanggal dan hari peresmian protosinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada tanggal 20 Oktober 1947 diselenggarakan sidang untuk membicarakan peraturan Am, peraturan Sinode, peraturan Klasis, dan peraturan Majelis Gereja yang pernah dibahas dalam sidang sebelumnya pada tanggal 19 Februari 1947.

 Sidang pemantapan dilanjutkan lagi terakhir kali pada tanggal 30 Oktober 1947. Namun sehari sebelum sidang pemantapan, pada tanggal 29 Oktober 1947 (hari Rabu; jam 18:00 atau jam 6:00 petang), bertempat di Rumah Gereja kota Kupang di Bakunase, diadakan kebaktian yang dipimpin oleh Inl. Leeraar J. J. Arnoldus untuk mendoakan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) yang akan diresmikan pada tanggal 31 Oktober 1947.

Dan pada tanggal 31 Oktober 1947 (hari Jumat, jam 9:00 pagi), bertempat di Rumah Gereja kota Kupang di Bakunase, diadakanlah kebaktian penahbisan; pelantikan; dan peresmian protosinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) yang dipimpin oleh Inl. Leeraar J. J. Arnoldus. Setelah selesai kebaktian, semua peserta kebaktian diundang ke gedung Mulo untuk  bersuka-suka karena karunia Tuhan, berkenaan dengan telah terbentuknya badan gereja yang bernama Gereja Masehi Injili di Timor.

Mengenai Badan Pengurus Sinode Gereja Masehi Injili di Timor yang terbentuk pada 31 Oktober 1947, ada satu lembar arsip yang tercatat nama anggota badan pengurus sebagai berikut:

·         Ds. E. Durkstra    : Ketua.

·         Ds. J. J. Arnoldus: Ketua Muda (Wakil Ketua).

·         Ds. E. F. Tokoh    :Sektretaris.

·         H. Pajouw             :Bendahara

·         Ds. A. H. Smits     :Anggota.

·         Ds. A. Rotti           :Anggota.

Catatan pertama

1.      Badan Pengurus Sinode GMIT tersebut, berdasarkan data arsip, bersifat sementara, karena sama dengan badan persiapan pembentukan protosinode GMIT. Ketika Sinode GMIT diresmikan pada 31 Oktober 1947 J. J. Arnoldus menolak pencalonan dirinya untuk duduk dalam badan pengurus Sinode GMIT. Meskipun demikian, J. J. Arnoldus selalu hadir dalam setiap persidangan badan pengurus Sinode, karena diundang oleh Ketua Sinode E. Durkstra, dan Sekretaris, E. F. Tokoh.

2.      Yang jelas dalam setiap lembaran arsip surat-menyurat sesudah 31 Oktober sampai November 1948, Ketua Sinode GMIT tertanda E. Durkstra dan Sekretaris tertanda E. F. Tokoh. Dalam arsip surat Badan Pengurus Sinode GMIT yang dikirim kepada het Algemeen Moderamen der Protestantse Kerk in Indonesie di Batavia  tertanggal  8 Desember 1948, E. Durkstra dan E. F. Tokoh melaporkan Badan Pengurus Sinode GMIT yang baru sebagai berikut:   

·         E. Durkstra              : Voorzitter.

·         Ds. E. F. Tokoh       : lid. tijdelijk,   

·         Ds. J. J. Arnoldus    : lid. tijdelijk, tot de komst

                           van Ds. A. Rotti die den in

                           plaats treedt van Ds. Arnoldus.

·         Ds. A. H. Smits      : lid.  

·         Oud. E. M. Lanoe .  

·         Oud. J. A. Rumate.

·         Oud. E. Riwu Rohi.

Catatan kedua

1.      Badan Pengurus Sinode GMIT ini pun bersifat sementara, karena jabatan Ketua (Voorzitter) saja yang disebutkan secara jelas yakni Ds. E. Durkstra.  Sedangkan E. F. Tokoh yang semula menjabat Sekretaris disebut  lid tijdelijk (anggota sementara).

2.      J. J. Arnoldus yang semula menolak pencalonan dirinya untuk duduk dalam badan pengurus Sinode GMIT, dicantumkan namanya sebagai Ketua Muda (Wakil Ketua); akan tetapi dalam susunan badan pengurus tertanggal 8 Desember 1948 J. J. Arnoldus duduk sebagai anggota sementara sampai Ds. A. Rotti kembali ( lid tijdelijk , tot de komst  van Ds. A. Rotti… ) dari Belanda.

Catatan ketiga

1.      Ketika protosinode GMIT diresmikan pada 31 Oktober 1947 Ds. A. Rotti tercatat sebagai anggota badan pengurus Sinode GMIT sekaligus menjabat sebagai Indisch-Predikant Koepang/Tjamplong, karena Kupang dan Camplong merupakan satu Klasis. Akan tetapi dalam tahun 1947  Ds. A. Rotti diutus ke Amerika, setelah itu ke Belanda (dalam tahun 1948) untuk mewakili Gereja Protestan Timor di Dewan Gereja Sedunia.

2.      Selama Ds. A. Rotti ke Amerika, kemudian ke Belanda mewakili Gereja Protestan Timor di Dewan Gereja Sedunia, Ds. A. H. Smits ditunjuk oleh Badan Pengurus Sinode GMIT untuk menjadi Indisch-Predikant serta Ketua Klasis Kupang/Tjamplong untuk sementara waktu sampai Ds. A. Rotti kembali dari Belanda.

3.      Pada akhir bulan Desember 1948 dan/atau pada awal bulan Januari 1949 Ds. A. Rotti kembali dari Belanda ke Kupang, Timor. Dan pada tanggal 6 Januari  1949, jam 16:00 (jam 4:00 petang), Badan Pengurus Sinode GMIT mengadakan sidang bertempat di rumah Gereja Airnona.  Dalam sidang ini badan pengurus Sinode GMIT ditata kembali. Ds. A. Rotti dipertimbangkan untuk menduduki jabatannya semula sebagai Ketua Muda Majelis Sinode GMIT serta sebagai Indisch-Predikant Kupang/Tjamplong seperti sebelum keberangkatannya ke Amerika kemuliaan ke Belanda.  Tetapi karena menghargai peranan J. J. Arnoldus yang sudah lama menjadi Wakil Ketua, serta tetap menghargai E. F. Tokoh yang sudah lama menjabat Sekretaris, dan terpilih kembali menjadi Sekretaris dalam sidang tertanggal 6 Januari 1949, Ds. A. Rotti minta pertimbangan dan kesediaan peserta sidang agar ia menjadi Sekretaris 2. Akan tetapi E. F. Tokoh yang pada mulanya terpilih sebagai Sekretaris oleh peserta sidang—lantaran menghormati dan menghargai profil dan citra Ds. A. Rotti yang sangat menonjol hingga ke luar negeri—mengusulkan perubahan posisi dalam susunan badan pengurus. Dengan ikhlas E. F. Tokoh minta agar ia menduduki jabatan sebagai Sekretaris 2, dan Ds. A. Rotti menjadi Sekretaris 1. Sidang mengabulkan usul E. F. Tokoh.  

4.      Kupang dan Camplong  menjadi satu Klasis  pada waktu  Sinode GMIT diresmikan pada 31 Oktober 1947 (perhatikan catatan butir  1 di atas), tetapi pada awal tahun 1949 Kupang dan Camplong dimekarkan menjadi dua Klasis. Ds. A. H. Smits ditunjuk dan/atau ditetapkan menjadi Ketua Klasis Kupang; dan Pdt. Adi ditetapkan menjadi Ketua Klasis Camplong. Namun sementara menunggu kedatangan Pdt. Adi dari Rote, Klasis Camplong berada di bawah tanggung jawab Ds. A. Rotti.  Ketua Sinode GMIT Ds. E. Durkstra kemudian  mengambil alih tanggung jawab pelayanan atas Klasis Tjamplong ketika Pdt. Adi menolak menjadi Ketua Klasis Tjamplong.

5.      Inl. Leeraar J. J. Arnoldus—ketika pembentukan badan pengurus (sementara) Sinode GMIT pada tahun 1947—menolak  pencalonan dirinya sebagai anggota badan pengurus—secara resmi ditetapkan menjadi Wakil Ketua Sinode pada sidang tertanggal 6 Januari  1949.

6.      Pada tanggal 9 Agustus 1949, bertempat di rumah Gereja Airnona, jam 17:00 (jam 5 petang), diadakan acara serah terima jabatan Ketua Klasis Kupang dari pejabat lama, A. H. Smits kepada pejabat yang baru E. F. Tokoh.

7.      Klasis Alor dan Pantar dipimpin oleh Ds. W. N. Hubner.

8.      Pendeta A. M. Naiola baru disebutkan menjadi Ketua Klasis Tjamplong pada tahun 1954; juga pada tahun 1954 Pendeta A. R. Therik (mantan Ketua Klasis Flores) dipindahkan ke Oepura, Kupang; dan Pendeta D. Liman dipindahkan dari Babau untuk menjadi Ketua Klasis Flores; sedangkan Pendeta J. E. Manuain menjadi Ketua Klasis Rote (sumber,  “Warna  Warta” Berita GMIT - Tahun III - No 5-Djuni 1954, hlm.11).

Berdasarkan 7 catatan di atas maka penjelasan dalam beberapa buku sejarah GMIT yang menyatakan bahwa ketika GMIT didirikan pada tahun 1947  Klasis Kupang/Amarasi dipimpin oleh Pdt. J. Arnoldus; Klasis Camplong/Amfoang dipimpin oleh Pdt. Naiola; Klasis Alor/Pantar dipimpin oleh Pdt. M. Molina, adalah penjelasan yang tidak benar. Data autentik (arsip tahun 1947-1949) ada pada saya!

Catatan akhir

Wedaran tentang “Gereja Masehi Injili di Timor—Api Reformator Martin Luther Yang Membara di Timor pada 31 Oktober 1947”  saya batasi sebagaimana terbaca di atas. Sebab tujuan saya bukan menguraikan Sejarah Gereja Masehi Injili di Timor sebagai res gestae yang lengkap dan/atau sebagai rerum gestatum yang tidak berpangkal pada kenyataan yang sejati.  Tujuan saya hanya untuk menganalisis  presensi Gereja Masehi Injili di Timor berdasarkan teori vibrasi yang berpangkal pada kenyataan sesuai data autentik arsip gereja, guna membuktikan tentang “vibrasi api reformator Martin Luther yang membara di pintu gerbang gereja Istana Wittenberg di Jerman pada 31 Oktober 1517 bersiklus dan membara dalam pendirian Gereja Masehi Injili di Timor pada 31 Oktober 1947”.

Saya tertarik untuk mengutip salah satu surat pemberitahuan  dari de Predikant-Voorzitter te Koepang yang ditandatangani oleh E. Durkstra. Surat tersebut hanya satu kalimat saja. Bunyi surat itu begini: “Diberitahoekan  pada  toean, bahwa Proto-synode jang akan datang telah disorong dan ditentoekan  pada tanggal 31 hb. Oktober 1947, berbetoelan dengan Hari Peringatan Pembaharoean Gereja.”  Tembusan surat itu ditujukan kepada Toean Pendeta t/b Savoe-Seba.

Surat seperti itu dikirim juga kepada:  Indisch-Predikant Koepang, Pendeta t/b Tjamplong, fg. Ind. Predikant Z.M. Timor, Ind. Predikant Alor c.s., Pendeta t/b Rote, Pendeta Protestan Endeh (Djoema’at2 bersama di poelau Flores), dan Pendeta Protestan di poelau Soembawa (Djoema’at2 bersama di Bima + Soembawa Besar).

Berita kilat yang dikirim kepada Kerkbestuur Batavia, bunyinya begini: “opening protosynode 31 october verz toezending reglementen”  Durkstra.  ***

 

Citra dan Profil A. G. Hadzarmawit Netti

Dengan autodidaktik (belajar sendiri) setelah tamat SMA Negeri Kupang Bagian A (Jurusan Sastra) tahun 1963,

A. G. Hadzarmawit Netti menjadi autodidak

(orang yang mendapat keahlian dengan belajar sendiri).

Dan ALLAH berkenan menjulangkan namanya sebagai Author

 melalui tiga karya tulis. Kristen Dalam Sastra Indonesia (BPK Gunung Mulia Jakarta 1977) tersimpan di 14 Perpustakaan Universitas terkemuka di mancanegara;

Vibrasi Sejarah Pergerakan Kemerdekaan dan Vibrasi Eksistensi Bangsa Indonesia (B YOU Publishing Surabaya 2010) tersimpan di 13 Perpustakaan Universitas terkemuka

di mancanegara;

Sajak-Sajak Chairil Anwar dalam Kontemplasi Penyair (B YOU Publishing Surabaya 2011) tersimpan di 16 Perpustakaan Universitas terkemuka di mancanegara.

Di samping itu, namanya tercatat sebagai Author

Di rumah karya agung (The Home Of Great Writing) Author Profile BookerWorm.com.

 

***

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar