Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Kamis, 02 Januari 2025

“Sujud Selembar Daun” (2)

 (Oleh: A. G. Hadzarmawit Netti)

“Sujud Selembar Daun” adalah judul kumpulan sajak; sanjak; yang  sudah lazim disebut puisi. Kumpulan puisi yang berisi 40 untaian puisi ini adalah karya sastrawan Mezra E. Pellondou, diterbitkan pada bulan Maret 2020, dicetak oleh CV Oase Group Surakarta, Jawa Tengah. Arti leksikal kata sujud yakni: berlutut serta meletakkan dahi ke lantai, misalnya pada waktu salat sambil membaca tasbih (bagi umat Islam); atau menyembah sebagaimana dilakukan oleh murid-murid Yesus (misalnya, Lukas 24:52, atau Wahyu 1:17) dan pernyataan hormat dengan berlutut serta menundukkan kepala sampai ke tanah. Sujud  juga berarti jatuh atau gugur,  kena goda, tergoda, berserah diri sambil meratap  atau meneteskan air mata. Ungkapan selembar daun  memiliki makna figuratif seseorang (dengan seluruh lembaran hidupnya).


Dengan demikian, kumpulan puisi sastrawan Mezra E. Pellondou yang berjudul “Sujud Selembar Daun”  (Worship of a leaf     Shedding of a leaf) menyarankan makna “seseorang dalam totalitasnya sebagai manusia sujud di hadapan yang ditakziminya, yakni Tuhan dan/atau ALLAH, seraya membuka dan/atau menanggalkan lembaran hidupnya [yang lama] demi memulai  lembaran hidup baru”. “Sujud Selembar Daun” juga berarti  “jatuhnya atau gugurnya seseorang dalam merambah kehidupan”; “kena goda atau tergodanya seseorang dalam menghadapi cobaan hidup yang membuatnya berserah diri sambil meratap atau meneteskan air mata penyesalan dan/atau kesedihan, lalu bangkit kembali setelah memperoleh kekuatan baru”. Inilah makna yang tersirat dalam judul kumpulan puisi “Sujud Selembar Daun” berdasarkan analisis bahasa bersumber pada Chambers Twentieth Century Dictionary (London 1972); yang mengakhiri analisis makna entri “leaf” (daun) dengan suatu frasa “turn over a new leaf”  yang artinya “to begin a new and better course of conduct”, yang dapat diterjemahkan “memulai suatu hidup baru yang lebih baik…” dan/atau “berbalik dari hidup yang lama ke hidup yang baru”, “memperbaharui kembali perilaku kehidupan”. Makna yang tersirat di dalam frasa ini menyatakan tentang sifat, ciri-ciri seseorang (apakah itu diri sendiri atau diri orang lain) telah memiliki sifat yang baik atau lebih baik, setelah sujud yang dilakukannya dengan segenap hati, segenap jiwa, dan segenap akal budi.. Semua yang diwedarkan di atas inilah yang merupakan poetry (the essential quality of a poem /kualitas esensial sajak; sanjak; yang sudah lazim disebut  puisi) yang tersirat dalam buku kumpulan puisi berjudul, “Sujud Selembar Daun”  karya sastrawan Mezra E. Pellondou.

Berdasarkan Kriteria Sastra yang saya anut, terlihat bahwa: (1) Pendalaman masalah manusia yang luas dan universal terpenuhi dalam buku kumpulan puisi yang berjudul Sujud Selembar Daun. (2) Wawasan Cipta Penyair, yakni keterlibatan penyair dengan masalah manusia yang digumuli dan dikontemplasikan dalam buku kumpulan puisi ini, luas dan dalam. Serta (3) motif berpuisi, yakni pencapaian estetik harus personal dan tidak imitatif, juga terpenuhi……. « Ah, maaf…,  ada suatu peristiwa masa lalu [yang terjadi pada 1 Februari 2020] tiba-tiba muncul dalam imajinasi dan fantasi saya…, serta mengharukan kalbu…, sehingga analisis atas kumpulan puisi, Sujud Selembar Daun tidak dapat  saya lanjutkan ….»   Dan sebagai catatan penutup, saya digugah untuk mengutip tiga bait puisi penyair berbahasa Inggris yang menyiratkan desah Sujud Selembar Daun… . 

 

“O Love that will not let me go,

I rest my weary soul in Thee:

I give thee back the life I owe

That in thine ocean depths its flow

May richer, fuller be.”       

                                                (Rev. G. Matheson)

 

“Make me a captive, Lord,

And than I shall be free;

Force me to render up my sword,

And I shall conqueror be.

I sink in life’s alarms

When by myself I stand;

Imprison me within thine arms,

And strong shall be my hand.”  

                                               (Rev. G. Matheson)

 

“Though, like the wanderer,

The sun gone down,

Darkness be over me,

My rest a stone;

Yet in my dreams I’d be

Nearer, my God, to thee,

Nearer to thee.”

                                           (Mrs. S. F. Adams)

 

***

 

Kupang, menyongsong 9 Oktober 2024

(saat genap berusia 84 tahun)

                                                                                                                              A. G. Hadzarmawit Netti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar