Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Minggu, 19 Agustus 2018

Majas Simile



Oleh: A. G. Hadzarmawit Netti


DALAM Forum BIBLIKA Jurnal Ilmiah Populer, No.9 – 1999, yang diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia, terdapat tulisan Yonky Karman, M. Th (dosen Perjanjian Lama STT Bandung), berjudul “Puisi Dan Retorika Ibrani” (Ibid. Hlm.18-26). Berkenaan dengan “Gaya Bahasa”, Yonky Karman mengatakan begini: “Bahasa Alkitab bisa harfiah dan bisa juga simbolik. Ini dikarenakan orang Timur suka memakai bahasa simbolik atau gaya bahasa (figure of speech). Dalam gaya bahasa sebuah konsep dipandang dari konsep lain dan dari keduanya ditarik analogi. Efek psikologis dari bahasa simbolik tidak diragukan. Pendengar atau pembaca menjadi lebih terkesan.”  Selanjutnya, Yonky Karman menjelaskan sekitar 13 gaya bahasa: Simile, Metafora, Metonimia, Sinekdoke, Hiperbola, Personifikasi, Ironi, Apostrof, Aposiopese, Eufemisme, Merismus, Pengulangan, dan Permainan Kata (antara lain: Aliterasi, Asonansi, Onomatopi, dan Paronomasia).

Mengenai gaya bahasa simile (selanjutnya akan saya sebut, majas simile), Yonky Karman menjelaskan sebagai berikut: “Simile adalah kiasan pertautan yang membandingkan dua hal yang secara hakiki berbeda namun dianggap mengandung segi-segi yang serupa dan keserupaan ini dinyatakan dengan kata-kata “seperti”, “bagai” atau “laksana”  (A seperti B).”  Arti kata simile yang dikemukakan oleh Yonky Karman sebagaimana dikutip di atas ini sama dengan yang dirumuskan dalam KBBI (2008:1308).Yonky Karman memberikan beberapa contoh sebagai berikut: (a) Dalam Yeremia 23:29, firman Allah dikatakan seperti api dan seperti  palu yang menghancurkan bukit batu berkeping-keping. (b) Dalam Yesaya 53:6, orang berdosa digambarkan tersesat seperti domba. (c) Pemazmur menggambarkan lidah orang jahat yang merencanakan kejahatan seperti pedang dan perkataan mereka seperti panah. Tindakan mereka menjahati orang benar digambarkan sebagai penyergap dari tempat tersembunyi yang sangat mengagetkan. Inilah pengalaman konkret ketika difitnah orang jahat. “Sembunyikanlah aku terhadap persepakatan orang jahat,/ terhadap kerusuhan orang-orang yang melakukan kejahatan/ yang menajamkan lidahnya seperti pedang/ yang membidikkan kata yang pahit seperti panah/ untuk menembak orang yang tulus hati dari tempat tersembunyi/ sekonyong-konyong mereka menembak dia dengan tidak takut-takut” (Mazmur 64:3-5). Demikianlah penjelasan dan contoh yang dikemukakan oleh Yonky Karman mengenai majas simile.

Penjelasan dan contoh-contoh mengenai majas simile yang dikemukakan oleh Yonky Karman sebagaimana dikutip di atas ini belum memadai, dan oleh karena itu belum dapat memberikan pemahaman yang baik dan komprehensif tentang majas simile dalam Alkitab. Untuk itu, di bawah ini, saya akan menguraikan majas simile secara lebih luas, demi pemahaman yang lebih baik dan komprehensif.

Simile diserap ke dalam bahasa Indonesia dari kata bahasa Inggris “simile” yang sebenarnya berasal dari kata Latin “similis”, artinya “serupa”, “seperti”, atau “sama seperti”. Sebagai salah satu majas, simile digunakan untuk menyatakan secara eksplisit beberapa persamaan di antara dua hal yang berbeda dalam hal-hal yang lain. Majas ini sangat efektif teristimewa apabila ide-ide yang abstrak diilustrasikan demi pengertian atau tujuan-tujuan yang konkret secara paralel. Pada umumnya pelukisan dengan majas  simile diungkapkan dengan menggunakan kata-kata: “seperti”, “bagaikan”, “bagai” ….. “demikianlah”, “demikian”, yang berfungsi untuk merangsang perhatian terhadap kesamaan-kesamaan yang dibandingkan. Perhatikanlah contoh-contoh ayat Alkitab di bawah ini yang dibangun dengan majas simile untuk mengungkapkan makna-makna sebagaimana dijelaskan di atas.

Seperti salju di musim panas dan hujan pada waktu panen, demikianlah kehormatan pun tidak layak bagi orang bebal” (Amsal 26:1).
Seperti burung pipit mengirap dan burung layang-layang terbang, demikianlah kutuk tanpa alasan tidak akan kena” (Amsal 26:2).
Seperti anjing kembali ke muntahnya, demikianlah orang bebal yang mengulangi kebodohannya” (Amsal 26:11).
Seperti pintu berputar pada engselnya, demikianlah si pemalas di tempat tidurnya” (Amsal 26:14).
Seperti bunga bakung di antara duri-duri, demikianlah manisku di antara gadis-gadis” (Kidung Agung 2:2).
Seperti pohon apel di antara pohon-pohon di hutan, demikianlah kekasihku di antara teruna-teruna” (Kidung Agung 2:3a,b).

Perhatikan pula Amsal 26:18-19; 26:21; 22-23; Amsal 25:13, 25, 26; Amsal 27:19; 28:15 dan lain-lain. Adakalanya, kata “demikianlah” tidak digunakan, melainkan kata “seperti” saja yang digunakan dalam gaya bahasa simile.  Perhatikan beberapa contoh berikut ini.

“Amsal di mulut orang bebal adalah seperti kaki yang terkulai dari pada orang yang lumpuh” (Amsal 26:7. Ayat ini dapat dibaca pula sebagai berikut: “Seperti kaki yang terkulai dari pada orang yang lumpuh, demikianlah amsal di mulut orang bebal.”
“Amsal di mulut orang bebal adalah seperti duri yang menusuk tangan pemabuk” (Amsal 26:9). Ayat ini dapat dibaca pula sebagai berikut: “Seperti duri yang menusuk tangan pemabuk, demikianlah amsal di mulut orang bebal.”
“Siapa yang mempekerjakan orang bebal dan orang-orang yang lewat adalah seperti pemanah yang melukai tiap orang” (Amsal 26:10). Ayat ini dapat dibaca: “Seperti pemanah yang melukai tiap orang, demikianlah orang yang mempekerjakan orang bebal dan orang-orang yang lewat.”
“Orang yang ikut campur dalam pertengkaran orang lain adalah seperti orang yang menangkap telinga anjing yang berlalu” (Amsal 26:17). Ayat ini dapat dibaca: “Seperti orang yang menangkap telinga anjing yang berlalu, demikianlah orang yang ikut campur dalam pertengkaran orang lain.”
“Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak” (Amsal 25:11). Ayat ini dapat dibaca: “Seperti buah apel emas di pinggan perak, demikianlah perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya.”

Perhatikan pula contoh-contoh lain dalam Amsal 25:12,13,18,19,20. Dalam Amsal 25:14, kata “seperti” tidak digunakan, tetapi kata “demikianlah” yang digunakan: “Awan dan angin tanpa hujan, demikianlah orang yang menyombongkan diri dengan hadiah yang tidak pernah diberikannya.” Apabila kata “seperti” digunakan, maka ayat ini akan berbunyi sebagai berikut: “Seperti awan dan angin tanpa hujan, demikianlah orang yang menyombongkan diri dengan hadiah yang tidak pernah diberikannya.” Dan dalam Amsal 27:15, kata “demikianlah” tidak digunakan, dan kata “seperti”  diganti dengan kata “serupa”: “Seorang istri yang suka bertengkar serupa dengan tiris yang tidak henti-hentinya menitik pada waktu hujan” Dengan menggunakan kata “demikianlah”, ayat ini dapat disusun pula sebagai berikut: “Demikianlah seorang istri yang suka bertengkar, serupa dengan tiris yang tidak henti-hentinya menitik pada waktu hujan”. Atau: “Serupa dengan tiris yang tidak henti-hentinya menitik pada waktu hujan, demikianlah seorang istri yang suka bertengkar”.

Perlu kiranya diperhatikan bahwa pada contoh ayat-ayat Alkitab yang dibangun dengan majas simile di atas ini adalah majas simile berdasarkan “hubungan pembandingan untuk memperlihatkan kemiripan (kesamaan) antara pernyataan yang diutarakan dalam klausa utama dan klausa sematan”. Selain penggunaan majas simile sebagaimana dijelaskan di atas, majas simile pun dapat dibangun dengan menggunakan “keterangan similatif” (atau laksana), yaitu keterangan yang menyatakan kesetaraan atau kemiripan antara suatu keadaan, kejadian atau perbuatan, dengan keadaan, kejadian, atau perbuatan yang lain. Wujud keterangan ini selalu berbentuk frasa dengan preposisi “seperti”, “laksana”,  “sebagai”, atau “bagaikan”. Perhatikanlah contoh berikut ini.

“Dia yang bertakhta di atas bulatan bumi yang penduduknya seperti belalang” (Yesaya 40:22).  Dalam ayat ini, keterangan similatif “seperti” digunakan untuk menyatakan kesetaraan atau kemiripan “penduduk bulatan bumi” dengan   “belalang”.
“Memang hitam aku, tetapi cantik, hai puteri-puteri Yerusalem, seperti kemah orang Kedar, seperti tirai-tirai orang Salma” (Kidung Agung 1:5). Dalam ayat ini, keterangan similatif “seperti” digunakan untuk menyatakan kesetaraan atau kemiripan “kehitaman tokoh aku”  dengan “kemah orang Kedar” (yang dibuat dari bulu domba berwarna hitam), tetapi cantik (= elok) seperti “tirai-tirai (kain [sutra, dsb] berumbai-rumbai yang dipakai untuk perhiasan langit-langit tempat tidur atau tempat duduk) orang Salma”.
“Kekasihku seperti kijang (Kidung Agung 2:9); “Sebelum angin senja berhembus dan bayang-bayang menghilang, kembalilah, kekasihku, berlakulah seperti kijang,” (Kidung Agung 2:17). Pada larik ini, “tokoh kekasih” dan “gerak-gerik (tingkahnya)” disimilekan dengan “kijang” dan “gerak-gerik “kijang” yang lincah/luwes.
“Lihatlah, cantik engkau, manisku, sungguh cantik engkau! Bagaikan merpati matamu dibalik telekungmu. Rambutmu bagaikan kawanan kambing yang bergelombang turun dari pegunungan Gilead” (Kidung Agung 4:1). Perhatikan pula ayat 2: “Gigimu bagaikan kawanan domba”; ayat 3: “Bagaikan seutas pita kirmizi bibirmu”, yang dapat dibaca: “Bibirmu bagaikan seutas pita kirmizi”;Bagaikan belahan buah delima pelipismu”, yang dapat dibaca: Pelipismu bagaikan belahan buah delima”; ayat 4: “Lehermu seperti menara Daud”. Dan masih banyak lagi contoh yang dapat pembaca temukan sendiri.

Contoh-contoh yang dikemukakan oleh Yonky Karman, yang dikutip dari Yeremia 23:29: “Bukankah firman-Ku seperti api, … dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu”; Yesaya 53:6: “Kita sekalian sesat seperti domba”; Mazmur 64:4: “yang menajamkan lidahnya seperti pedang,” ….. “yang membidikkan kata yang pahit seperti panah,” semuanya tergolong pada contoh majas simile yang dibangun dengan menggunakan “keterangan similatif”, dan bukan contoh majas simile yang dibangun berdasarkan “hubungan pembandingan antara klausa utama dan klausa sematan”.

Berkenaan dengan majas simile sebagaimana telah diuraikan di atas ini, saya teringat akan “Pengakuan Iman GMIT”. Ada satu klausa yang dibangun dengan majas  simile yang rancu dalam “Pengakuan Iman GMIT”, yaitu klausa yang berbunyi: “Yang mengasuh dan memelihara kami seperti seorang ibu”. Dalam klausa ini terdapat  “keterangan similatif” (seperti) yang menghubungkan  pronomina persona “kami” menjadi satu frasa dengan “seorang ibu”, sehingga frasa itu menyarankan arti: “kami seperti seorang ibu”. Jadi, yang dibandingkan “seperti seorang ibu” itu bukan klausa “Yang mengasuh dan memelihara kami”, melainkan pronomina persona “kami” yang dibandingkan “seperti seorang ibu”. Begitu pula jika klausanya berbunyi: “Allah mengasuh dan memelihara kami seperti seorang ibu”. Yang dibandingkan “seperti seorang ibu”  itu, bukan klausa “Allah yang mengasuh dan memelihara kami”, melainkan pronomina persona “kami” yang dibandingkan “seperti seorang ibu”.

Klausa Pengakuan Iman GMIT yang berbunyi, “Yang mengasuh dan memelihara kami seperti seorang ibu” yang dikutip di atas adalah versi tahun 2008. Versi tahun 2017 yang dipakai dalam Liturgi HUT Reformasi ke-500 dan HUT GMIT ke-70 serta Penutupan Bulan Keluarga pada Minggu, 31 Oktober 2017, klausa Pengakuan Iman GMIT yang dikutip di atas telah diubah menjadi, “Ia mengasuh dan memelihara kami seperti seorang ibu”.  Ada perubahan: kata ganti penghubung “yang” diganti dengan kata ganti orang ketiga tunggal “Ia”. Akan tetapi makna klausa Pengakuan Iman GMIT tersebut tidak berubah. Keterangan similatif “seperti” yang menghubungkan pronomina persona “kami” menjadi satu frasa dengan “seorang ibu”, tetap menyarankan arti: “kami seperti seorang ibu”—bukan “Ia mengasuh dan memelihara…”, seperti seorang ibu.

Sebagai contoh perbandingan demi pemahaman yang lebih baik, perhatikan dan pertimbangkanlah arti dan/atau makna klausa ini: “Ia memperlakukan saya seperti seekor anjing.” Apakah pada klausa ini “Ia memperlakukan…” itulah yang disimilekan “seperti seeokor anjing”, atau “saya [yang mendapat perlakuan…]yang disimilekan “seperti seekor anjing”?
Apabila tim penyusun “Pengakuan Iman GMIT” bermaksud membandingkan pengasuhan dan pemeliharaan Allah seperti seorang ibu, maka rumusan kalimatnya dalam majas simile yang dibangun berdasarkan “hubungan pembandingan antara klausa utama dan klausa sematan” yang seharusnya digunakan, sehingga rumusan klausanya berbunyi: “Yang mengasuh dan memelihara kami seperti seorang ibu mengasuh dan memelihara anak-anaknya”. Atau: “Allah mengasuh dan memelihara kami seperti seorang ibu mengasuh dan memelihara anak-anaknya”. Atau: “Ia mengasuh dan memelihara kami seperti seorang ibu mengasuh dan memelihara anak-anaknya”.

Struktur kalimat seperti inilah yang baik dan benar berdasarkan Tata Bahasa Indonesia. Perhatikan dua contoh yang saya kutip berikut ini: (1) Pak Hamid menyayangi semua kemenakannya seperti dia menyayangi anak kandungnya; (2) Penjahat itu dengan cepat menyambar perhiasan korbannya seperti seekor kucing menerkam mangsanya (Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Perum Balai Pustaka Jakarta, 1988:325,326).

Dalam Alkitab terdapat ayat-ayat yang dibangun dalam majas simile seperti ini untuk melukiskan pemeliharaan dan/atau perlindungan TUHAN antara lain misalnya: “Seperti burung yang berkepak-kepak melindungi sarangnya, demikianlah TUHAN semesta alam akan melindungi Yerusalem, …”  (Yesaya 31:5). Ayat ini dapat diinversi menjadi: “Demikianlah TUHAN semesta alam akan melindungi Yerusalem, seperti burung yang berkepak-kepak melindungi sarangnya”. “Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya….” (Lukas 13:34; Matius 23:37); “Seperti seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku ini akan menghibur kamu” (Yesaya 66:13) Ayat ini dapat diinversi menjadi: “Demikianlah Aku ini akan menghibur kamu, seperti seseorang yang dihibur ibunya.”

Berkenaan dengan pembahasan mengenai majas simile, saya ingin mengutip  Lukas 22:44 yang berbunyi sebagai berikut: “Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.”  Dalam ayat ini terdapat kalimat yang dibangun dengan keterangan similatif, yaitu kalimat yang berbunyi: “Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.”  Ayat (kalimat) dalam Lukas 22:44b ini adalah ayat (kalimat) yang dibangun dengan keterangan similatif. Dalam ayat ini, “peluh atau keringat Yesus yang jatuh bertetesan ke tanah” dibandingkan kesetaraan, kesamaan, atau kemiripannya dengan “titik-titik darah yang jatuh bertetesan ke tanah”  Jadi, tidaklah benar apabila ayat ini ditafsirkan: “keringat Yesus yang jatuh bertetesan ke tanah itu adalah keringat yang bercampur darah akibat pecahnya kapiler-kapiler dalam kelenjar keringat. Gejala keringat yang Yesus alami di taman Getsemani itu sesungguhnya dikenal sebagai hyperhidrosis, yaitu keringat berlebihan luar biasa yang dapat mempengaruhi seluruh permukaan kulit, atau hanya beberapa bagian seperti tangan, kaki atau dahi, lantaran ketegangan saraf atau rasa takut yang luar biasa. Dalam Lukas 22:44a  disebutkan bahwa “Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa.” Jadi, bukan merupakan gejala hematidrosis atau hematohidrosis, seperti yang ditafsirkan secara mengada-ada oleh beberapa pendeta dan/atau penginjil.

Berdasarkan penjelasan yang terkait dengan Lukas 22:44b  di atas ini, saya persilakan para pembaca (khususnya para Pendeta Gereja Masehi Injili di Timor) untuk mencoba memahami dan/atau menafsirkan ayat-ayat Alkitab berikut ini yang dibangun dengan keterangan similatif.

Kejadian 3: 5: “Tetapi Allah mengetahui bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.”
Kejadian 3:22: “Berfirmanlah TUHAN Allah: ‘Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat, …”
Mazmur 128:3a: Istrimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahmu;” 

Yesaya 40:22: “Dia yang bertakhta di atas bulatan bumi yang penduduknya seperti belalang;” Dia yang membentangkan  langit seperti kain dan memasangnya seperti kemah kediaman!” ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar