Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Selasa, 12 November 2013

BILANGAN SUPER Dalam Konteks Religi Dan Budaya Etnis Rote Ndao


NAMA Pythagoras (570 sebelum Masehi – 495 sebelum Masehi)  sudah tidak asing lagi dalam dunia filsafat, agama, dan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pasti (matematika). Pythagoras berpendapat bahwa segala sesuatu adalah bilangan-bilangan. Betapa pun luasnya alam semesta ini, unsur-unsur dan setiap perubahan di dalamnya dapat ditentukan dengan satuan-satuan bilangan. Sebagai percobaan, Pythagoras menggunakan dawai mono chord (dawai yang memiliki senar tunggal). Setiap perubahan panjang senar dengan perbandingan yang tetap (1:2; 2:3; 3:4) akan menghasilkan nada yang berbeda untuk setiap perbandingan, namun kedengarannya sangat harmonis.
Keempat bilangan (satu, dua, tiga, dan empat) atau keempat angka (1, 2, 3, dan 4) disebut tetraktus, dan dianggap suci oleh kaum Pythagorean. Menurut mereka, setiap perubahan di alam semesta ini dapat dicocokkan dengan kategori-kategori matematis. Suara dawai dengan ukuran-ukuran tertentu dapat dikatakan dalam bilangan atau angka. Setiap perubahan yang terjadi di alam semesta ini dapat dinyatakan dengan bilangan-bilangan atau angka-angka.
Sejak dahulu kala, sudah dari zaman sebelum Pythagoras, bilangan sepuluh, atau angka 10, sudah dianggap sebagai bilangan, atau angka sempurna, yang didapat dengan menjumlahkan 4 angka yang pertama dikenal manusia, yaitu angka 1, 2, 3, dan 4, yang bersama disebut tetraktus. Sejak dari zaman Pythagoras, orang sudah mengenal planet-planet yang berjumlah 9 (Mercury, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto) yang dihisabkan lagi  “bola api” (matahari) ke dalamnya sehingga menjadi 10 siarah.
Demikianlah orang mengenal bilangan pokok yang dilambangkan dengan angka-angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 sebagai angka bilangan yang sempurna menurut Pythagoras. Namun siapakah yang pernah mendengar orang mengatakan tentang bilangan super? Siapakah yang pernah belajar tentang bilangan super ketika duduk di bangku sekolah maupun bangku kuliah? Adakah kamus yang mencantumkan kata gabungan bilangan super? Adakah buku tatabahasa yang menguraikan tentang bilangan super? Dalam buku tatabahasa hanya diuraikan tentang kata bilangan pokok; kata bilangan tingkat; kata bilangan tak tentu; dan kata bilangan kumpulan. Tidak ada uraian tentang bilangan super.  Bahkan Pythagoras sendiri maupun orang-orang Pythagorei, tidak mengidentifikasi bilangan super dari bilangan pokok dalam teori-teori dan ajaran mereka. Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitian saya, sesungguhnya ada bilangan super.
Apakah bilangan super itu? Apakah dan bagaimanakan keunikan dan keistimewaan bilangan super itu? Adakah sesuatu berupa hikmat yang dapat kita peroleh dari keunikan dan keistimewaan bilangan super? Pertanyaan-pertanyaan ini mudah-mudahan dapat dijawab oleh  hasil penelitian dan uraian yang saya tuangkan dalam buku tipis ini, yang  diberi judul, Bilangan Super Dalam Konteks Religi Dan Budaya Etnis Rote Ndao. Tetapi apabila buku tipis ini belum dapat memberikan jawaban yang memuaskan, saya harapkan agar Dr. Felysianus Sanga, M.Pd., dapat melanjutkan penelitian guna menghasilkan suatu analisis yang lebih komprehensif berdasarkan “kertas kerja temuan bilangan super” yang telah saya serahkan beberapa tahun yang lalu. Menurut pertimbangan saya, Dr. Felysianus Sanga, M. Pd. memiliki kualitas kecerdasan di atas rata-rata untuk melakukan analisis atas hasil kerja awal tentang bilangan super yang saya temukan  dan uraikan di dalam buku tipis ini.
Akhirnya—sementara menunggu hasil kerja Dr. Felysianus Sanga, M. Pd., maupun pihak-pihak lain yang ingin menyumbangkan pikiran berupa kritik, tanggapan, dan saran setelah buku tipis ini dibaca—saya ucapkan terima kasih banyak kepada:
Pertama, Drs. Ady Endeson Mandala, M.Si., berkenaan dengan pokok-pokok pikiran tentang garis-garis besar program pembangunan  berdasarkan konteks budaya etnis Rote Ndao, sebagaimana saya muat pada bagian akhir  bab enam buku tipis ini.
Kedua, Drs. Herman Ebenhard Lay, Drs. Jakob Run, Sm.Hk., dan Drs. Beni J. Jakob, yang banyak meluangkan waktu untuk berbincang-bincang dengan saya seputar nilai-nilai luhur budaya etnis Rote Ndao.
Ketiga, Drs. Steven Arly Mbate Mooy, yang memberikan kepada saya “Unsur-unsur Liturgi Tata Ibadah Bulan Keluarga Etnis Rote di Gereja Imanuel Oepura, Kupang” yang di dalamnya terdapat unsur-unsur nilai luhur budaya etnis Rote  yang erat kaitannya dengan uraian pada Bab Enam buku tipis ini.

Kupang, 9 Oktober 2011
menyongsong 1 Februari 2012

A. G. Hadzarmawit Netti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar