Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Kamis, 03 Juli 2014

VIBRASI KEPELOPORAN JOKO WIDODO

Oleh: A. G. Hadzarmawit Netti

Shakespeare berkata, “All the world’s a stage, and all the men and women merely players: They have their exits and entrances, and one man in his time plays many parts, …” (Garth Boomer, 1970:139). Berdasarkan pernyataan Shakespeare ini saya ingin menguraikan tentang vibrasi kepeloporan Joko Widodo (selanjutnya akan disingkatkan dengan sapaan, Jokowi). Pintu masuk Jokowi ke dunia sebagai sebuah pentas kehidupan  yaitu melalui pintu kelahirannya di Surakarta, Jawa Tengah, pada 21 Juni 1961. Niscaya pada mulanya Jokowi hanyalah seorang bayi yang diasuh dan dibesarkan oleh orang tuanya, yaitu Noto Mihardjo (ayah) dan Sujiatmi Notomiharjo (ibu).

Ketika Jokowi mencapai usia sekolah, ia mulai memainkan peranan sebagai seorang anak sekolah yang diawali dengan masuk SD Negeri 111 Tirtoyoso. Setelah menamatkan pendidikan sekolah dasar, Jokowi memainkan peranan sebagai siswa SMP Negeri 1 Surakarta. Setelah menamatkan pendidikan sekolah menengah pertama, Jokowi memainkan peranan sebagai siswa SMA Negeri 6 Surakarta. Setelah menamatkan pendidikan sekolah menengah atas, Jokowi memainkan peranan sebagai seorang mahasiswa pada Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Dan pada tahun 1985  Jokowi  berhasil meraih gelar insinyur.

Jokowi kemudian bekerja di BUMN PT Kertas Kraft Aceh dan ditempatkan di area Hutan Pinus Merkusii di Dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah. Namun ia merasa tidak betah dan pulang ke Solo lantaran istrinya yang sedang hamil tujuh bulan. Jokowi kemudian bertekad untuk berbisnis di bidang kayu dan bekerja di usaha milik Pakdenya, Miyono, di bawah bendera CV Roda Jati. Pada tahun 1988 Jokowi memberanikan diri membuka usaha sendiri dengan nama CV Rakabu, yang diambil dari nama anak pertamanya. Usahanya sempat berjaya, namun kemudian mengalami kemunduran lantaran tertipu pesanan yang ahirnya tidak dibayar. Akan tetapi pada tahun 1990 usaha Jokowi bangkit kembali dengan pinjaman modal tiga puluh juta rupiah dari ibunya. Berkat kebangkitan usahanya inilah yang menghentar Jokowi bertemu dengan Micl Romaknan, yang akhirnya memberinya panggilan yang populer hingga saat ini, ”Jokowi”. Dengan kejujuran dan kerja keras, Jokowi mendapat kepercayaan dan bisa berkeliling Eropa. Jokowi berkesempatan menimba pengalaman dan belajar dari pengamatan selama menyinggahi kota-kota di Eropa ketika berbisnis. Penataan kota yang baik di Eropa menginspirasi dan memotivasinya untuk memasuki dunia politik, agar kelak, jika berhasil, ia dapat berperan sebagai pemimpin, untuk membangun masyarakat, serta menata kota dan lingkungan hidup yang baik demi kesejahteraan masyarakat.

Demikianlah adegan-adegan yang diperankan oleh Jokowi di atas pentas   kehidupannya antara tahun 1961 sampai dengan tahun 1985—1988; kemudian tahun 1988—1990 dan seterusnya. Berdasarkan teori vibrasi yang terkait erat antara vibrasi tahun kelahiran dan vibrasi kepeloporan, maka keberhasilan Jokowi meraih gelar insinyur pada tahun 1985 itu selaras dengan vibrasi kelahiran Jokowi pada tahun 1961. Pembuktian sederhana berdasarkan teori vibrasi kepeloporan yang saya kembangkan, sebagai berikut:  Angka tahun 1961, yaitu tahun kelahiran Jokowi, kita jumlahkan angka-angkanya begini: 1+9+6+1 = 17; setelah itu kita jumlahkan lagi angka 17 begini: 1+7 = 8. Kemudian, perhitungan kita lakukan begini: 1961+8 = 1969; 1969+8 = 1977; 1977+8 = 1985. Dari perhitungan ini kita melihat bahwa angka tahun 1961 (tahun kelahiran Jokowi) memiliki vibrasi yang terkait erat dengan angka tahun 1985 (tahun Jokowi berhasil menyelesaikan studi dan meraih gelar insinyur di Universitas Gajah Mada Jurusan Fakultas Kehutanan).  Berdasarkan perhitungan teori vibrasi di atas ini, kita melihat bahwa  tahun 1988 dan tahun 1990 tidak memiliki vibrasi yang terkait langsung secara erat dengan tahun 1961  sebagai tahun yang di dalamnya tersirat vibrasi kepeloporan seorang anak manusia bernama Jokowi yang lahir pada tahun 1961.

Dalam perkembangan selanjutnya, vibrasi kepeloporan Jokowi tidak lagi berpangkal pada angka 1961 (tahun kelahiran Jokowi), melainkan berpangkal pada angka 1985 (tahun Jokowi berhasil meraih gelar insinyur di Universitas Gajah Mada Jurusan Fakultas Kehutanan). Perhitungan luas siklus vibrasi kepeloporan Jokowi yang tersirat dalam angka tahun 1985 kita lakukan sebagai berikut: Angka 1985 (tahun keberhasilan Jokowi meraih gelar insinyur di Universitas Gajah Mada Jurusan Fakultas Kehutanan) kita jumlahkan sebagai berikut: 1+9+8+5= 23. Angka 23 kita jumlahkan lagi begini: 2+3 = 5. Setelah itu perhitungan kita lanjutkan sebagai berikut: 1985+5 = 1990; 1990+5 = 1995; 1995+5 = 2000; 2000+5 = 2005; 2005+5 = 2010; 2010+5 = 2015.

 Perhatikanlah hasil perhitungan di atas ini, khususnya hasil perhitungan yang menunjuk kepada angka tahun 1990; 2000; 2005; 2010; 2015.  Pada tahun 1990 (tahun yang terkait erat dengan vibrasi kepeloporan Jokowi yang tersirat dalam tahun 1985) usaha Jokowi bangkit kembali, setelah mengalami kemunduran pada tahun-tahun sebelumnya. Vibrasi kepeloporan Jokowi yang mulai muncul kembali pada tahun 1990 terus berkembang  memasuki tahun 1995 – 2000 – 2005 – 2010 menuju ke tahun 2015. Pada tahun 1990 vibrasi kepeloporan Jokowi muncul sebagai Pendiri Koperasi Pengembangan Industri Kecil Solo. Pada tahun 1992 sampai tahun 1996 (kurun waktu yang berada dalam periode 1990 – 2010), vibrasi kepeloporan Jokowi muncul sebagai Ketua Bidang Pertambangan & Energi Kamar Dagang dan Industri Surakarta. Pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2007 (kurun waktu yang berada dalam periode 2000 – 2010), vibrasi kepeloporan Jokowi muncul sebagai Ketua Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan Indonesia Surakarta.

Perkembangan vibrasi kepeloporan Jokowi muncul secara luar biasa pada tahun 2005 sampai tahun 2012 di Solo dan berlanjut/berkembang ke Jakarta pada pertengahan tahun 2012 sampai tahun 2014. Pada pemilihan kepala daerah  kota Solo tahun 2005, Jokowi diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk maju sebagai calon Wali Kota Solo. Jokowi berhasil memenangkan pemilihan dengan persentase suara sebesar 36,62%. Dengan demikian, Jokowi menjadi Wali Kota Solo periode 2005 – 2010. Dalam periode ini Jokowi berhasil membangun dan menata kota Solo dan masyarakatnya. Berkat keberhasilan-keberhasilan yang dicapai selama memimpin Kota Solo, Jokowi terpilih kembali sebagai Wali Kota Solo pada tahun 2010 untuk masa jabatan periode kedua tahun 2010 – 2015 dengan persentase perolehan suara sebesar 90,09%.

Pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012, Jokowi yang baru saja dua tahun menjalani  masa jabatannya yang kedua (periode 2010 – 2015)  sebagai Wali Kota Solo, atas dukungan PDI-P, ikut menjadi calon Gubernur DKI Jakarta, berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), atas dukungan Partai Gerindra, sebagai calon Wakil Gubernur. Dengan demikian, Jokowi meninggalkan jabatannya sebagai Wali Kota Solo. Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 11 Juli 2012 diikuti  enam pasang calon gubernur dan wakil gubernur yaitu: (1) Fauzi Bowo – Nachrowi Ramli; (2) Hidayat Nur Wahid – Didik Junaedi Rachbini; (3) Joko Widodo (Jokowi) – Basuki Tjahaja Purnama (Ahok); (4) Faisal Basri – Biem Benyamin; (5) Hendardji Soepandji – Ahmad Riza Satria; (6) Alex Noerdin – Nono Sampono. Pada pemilihan tanggal 11 Juli 2012,   yang diwarnai persaingan yang sangat ketat, pasangan Joko Widodo (Jokowi) – Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)  muncul sebagai pemenang dengan meraih persentase suara pemilih 42,6%,  disusul pasangan Fauzi Bowo – Nachrowi Ramli di urutan kedua yang meraih persentase suara pemilih 34,05%. Dengan demikian, pemilihan putaran kedua dilakukan pada tanggal 20 September 2012 bagi kedua pasangan ini, yang juga diwarnai persaingan yang sangat ketat. Dan hasilnya, pasangan Joko Widodo (Jokowi) – Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memenangkan pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada putaran  kedua dengan meraih persentase suara pemilih hampir 54%. Kenyataan ini membuktikan vibrasi kepeloporan Jokowi yang benar-benar luar biasa.

Perkembangan vibrasi kepeloporan Jokowi memang unik dan fenomenal. Ketika menjadi Wali Kota Solo periode kedua (2010 – 2015) Jokowi, pada tahun kedua masa jabatannya, maju dari Solo ke Jakarta untuk menjadi calon Gubernur DKI Jakarta yang “pintunya terbuka pada tahun 2012”. Perhatikan keunikan luas siklus vibrasi kepeloporan Jokowi berkenaan dengan masa jabatannya yang kedua (2010 – 2015) sebagai Wali Kota Solo yang dapat dibuktikan berdasarkan perhitungan teori vibrasi berikut ini: Angka tahun 2010 (tahun pertama masa jabatan kedua Jokowi sebagai Wali Kota Solo) kita jumlahkan dengan angka 2+0+1+2 (angka tahun 2012, tahun kedua masa jabatan kedua, ketika Jokowi maju ke Jakarta untuk menjadi calon Gubernur DKI Jakarta dan berhasil terpilih menjadi gubernur). Hasil penjumlahannya = 2015 (tahun akhir masa jabatan kedua Jokowi sebagai Wali Kota Solo yang seyogianya, seandainya Jokowi terus melaksanakan tugasnya sebagai Wali Kota Solo periode kedua). Dengan demikian, sesungguhnya dalam vibrasi tahun 2012 tersirat vibrasi akhir masa jabatan Jokowi sebagai Wali Kota Solo periode kedua (2010 – 2015).

Perhatikan lagi keunikan vibrasi kepeloporan Jokowi, setelah terpilih dan menjadi Gubernur DKI Jakarta untuk masa bakti tahun 2012 – 2017. Pada tahun 2014, tahun kedua masa jabatan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi maju menjadi calon Presiden RI masa jabatan tahun 2014 – 2019, karena dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) yang memperoleh suara terbanyak pada pemilihan umum legislatif tahun 2014. Bagaimanakah vibrasi yang tersirat dalam tahun 2014 dalam kaitannya dengan vibrasi kepeloporan Jokowi yang seyogianya melaksanakan tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2012 – 2017? Perhatikan perhitungan teori vibrasi berikut ini: Angka tahun 2012 (tahun pertama masa jabatan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta) kita jumlahkan dengan angka 2+0+1+4 (angka tahun 2014, tahun kedua  masa jabatan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta dan tahun Jokowi maju sebagai calon Presiden RI masa bakti 2014 – 2019). Hasil penjumlahannya = 2019. Hasil perhitungan ini menunjuk ke tahun terakhir masa jabatan Presiden RI hasil pemilihan presiden tahun 2014. Dengan demikian, vibrasi kepeloporan Jokowi  yang maju sebagai calon Presiden RI pada tahun  2014 ternyata selaras dengan vibrasi masa jabatan Presiden RI masa bakti tahun  2014 – 2019.

Dan apabila vibrasi kepeloporan Jokowi berhasil mengorbitkannya menjadi Presiden RI masa bakti tahun 2014 – 2019 pada pemilihan presiden yang diselenggarakan pada tanggal 9 Juli 2014, maka vibrasi kepeloporan Jokowi akan bersiklus selaras dengan vibrasi masa bakti presiden periode kedua (tahun 2019 – 2024).  Vibrasi ini pun sesuai dengan vibrasi  kepeloporan Jokowi yang tersirat dalam vibrasi tahun  2012 dalam kaitannya dengan vibrasi tahun 2019, maupun vibrasi tahun 2019 dalam kaitannya dengan vibrasi tahun 2012. Perhatikan perhitungan teori vibrasi berikut ini:

Angka tahun 2012 (tahun terpilihnya Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta) kita jumlahkan dengan angka 2+0+1+9, tahun terakhir masa jabatan Presiden RI periode 2014 – 2019). Hasil penjumlahannya = 2024 (tahun terakhir masa jabatan Presiden RI periode 2019 – 2024). Atau, angka tahun 2019 (tahun terakhir masa jabatan Presiden RI periode  2014 – 2019) kita jumlahkan dengan angka 2+0+1+2 (angka tahun 2012, tahun terpilihnya Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta). Hasil penjumlahannya = 2024 (tahun terakhir masa jabatan Presiden RI periode 2019 – 2024).

Demikianlah analisis vibrasi kepeloporan Joko Widodo, alias Jokowi, seorang putera bangsa Idonesia yang tampil dan berperan secara fenomenal di pentas politik dan pemerintahan, bermula dari  peran yang dimainkannya sebagai  Wali Kota  Solo, beralih menjadi Gubernur DKI Jakarta, kemudian menjadi calon Presiden RI masa bakti 2014 – 2019. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar