Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Jumat, 30 Juni 2023

BAGIAN KETIGA - Hanya Ada Satu ALLAH yang Disebut BAPA Tidak Aada ALLAH Lain yang Disebut IBU


 

(Oleh: A. G. Hadzarmawit Netti)

 

Pada bagian ketiga tulisan ini saya harus mengawalinya dengan menyebut Mery Kolimon, penulis buku Misi PEMBERDAYAAN Prespektif Teologi Feminis (BPK Gunung Mulia Jakarta. Cetakan ke-1, 2022. Banyaknya halaman buku: xxxvi + 539 hlm; tebal 3,5 cm; format: 15 x 23 cm).  Sebelum memulai pembahasan, saya merasa perlu mengemukakan dua pertanggungjawaban. Pertama, nama penulis buku, yakni Mery Kolimon, saya sebut tanpa gelar (sekalipun saya kenal), karena memang Mery Kolimon tidak menyebutkan gelarnya baik pada judul buku ( kover buku bagian depan), maupun pada judul halaman dalam.  Penulis buku hanya menyebut secara singkat identitasnya pada kover buku bagian belakang: “Mery Loise Yuliane Kolimon lahir pada tahun 1972 di SoE, Timor Tengah Selatan Nusa Tenggara Timur. Saat ini mengabdi di Sinode GMIT dan mengajar pada Program Pascasarjana Universitas Kristen Artha Wacana Kupang, NTT, dengan mengampu mata kuliah Misiologi.” Kedua, Tulisan bagian ketiga ini saya sumbangkan, setelah mempertimbangkan  pernyataan dan harapan Mery Kolimon: “Saya menyadari pemikiran saya tidak sempurna. Kesempurnaan hanyalah milik Allah. Untuk itu, saya mengharapkan tanggapan kritis dari para pembaca agar di masa yang akan datang pemikiran dalam buku ini dapat berkembang.” (Kata Pengantar Oleh Penulis, hlm. xxxi). Demikianlah alasan pertanggungjawaban saya sebagai seorang pengarang taat asas.

Setelah membaca buku tersebut, saya mencatat enam puluh tiga paparan pemberdayaan yang dapat didiskusikan secara serius, disamping delapan belas ungkapan atau istilah yang dapat diperdebatkan. Namun sesuai judul tulisan ini, saya hanya ingin membahas tentang  “Hanya Ada satu Allah yang disebut Bapa – Tidak Ada Allah lain yang disebut Ibu” sesuai dengan kesaksian Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru)  yang saya junjung. Yang mendorong saya untuk membahas topik tersebut yakni opini Mery Kolimon tentang Allah yang dirumuskan dalam bukunya itu sebagai berikut:  “Yang Ilahi  disapa sebagai Bapa Penguasa Langit (Ama Uis Neno). Dan Mama Penguasa Bumi (Ena Uis Pah)  yang menafkahi dan menyuapi, yang memangku dan merangkul. Penguasa bumi itu juga sering disebut Uis Afu (Penguasa Tanah). Dialah pemberi kesuburan dan makanan, penyembuhan dan kesejukan. Bapa Penguasa Langit jauh tinggi di sana (transenden) dan tidak berhubungan sehari-hari dengan manusia. Sedangkan Mama Penguasa Bumilah yang mengurusi kebutuhan manusia sehari-hari (imanen).(Misi PEMBERDAYAAN Perspektif Teologi Feminis, hlm. 363, -- 365, dyb. Cermati pula wedaran Mery Koliham pada halaman 162, 163, 164, 167, dyb). Opini Mery Kolimon  yang dicetak dengan kursif tebal di atas terdapat banyak kerancuan dan jelas-jelas bertentangan dengan kesaksian Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru)—bahkan menafikan doktrin Trinitas! Kerancuan yang tersirat dalam rumusan tersebut saya tidak bahas dalam tulisan ini. Saya hanya ingin membahas tentang Allah adalah Bapa!

Pada tulisan bagian kedua, “Allah adalah Bapa dalam Perjanjian Baru” sesungguhnya dasar penyebutannya tersirat dalam Alkitab (Perjanjian Lama). Kesaksian kitab Perjanjian Lama, dalam konteks tertentu dan sangat menentukan bagi eksistensi umat Israel serta karya  perlindungan, penuntunan, pembebasan dan penyelamatan, TUHAN disebut Bapa.  Bagi umat Israel, TUHAN disebut Bapa bukan dalam arti parental (ayah dalam kaitan sistem kekerabatan dalam keluarga sebagai pusat kekuasaan) melainkan (TUHAN) sebagai Bapa yang menciptakan (kreator dan originator), dalam hubungannya dengan umat Israel sebagai anak [sulung] yang diciptakan TUHAN. Umat Israel sebagai anak (sulung) TUHAN dalam konteks Perjanjian Lama adalah suatu “umat  yang dipilih, ditentukan dan ditetapkan oleh TUHAN untuk menjadi anak sulung-Nya”.  Frasa yang diketik dengan kursif tebal dalam tanda kutip ini sering dimetaforakan dalam ungkapan “… umat yang dikandung, dan dilahirkan TUHAN; … umat yang  dilahirkan atau diperanakkan TUHAN; … umat sebagai anak yang dikasihi TUHAN …” Perhatikan beberapa ayat Alkitab Perjanjian Lama  yang dikutip berikut ini: “Maka engkau harus berkata kepada Firaun: ‘Beginilah firman TUHAN: Israel adalah anak-Ku, anak-Ku yang sulung” (Keluaran 4:22).  “Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir Kupanggil anak-Ku itu (Hosea 11:1). “Bukankah Ia Bapamu yang menciptakan engkau, yang menjadikan dan menegakkan engkau (Ulangan 32:6b); “Gunung batu yang memperanakkan engkau, telah kaulalaikan, dan telah kaulupakan Allah yang melahirkan engkau.” (Ulangan 32:18, dyb).  Sebutan Bapa untuk TUHAN dan/atau Allah dalam ayat Alkitab yang dikutip di atas ini bukan sebutan Bapa dalam arti parental, melainkan (sebutan untuk TUHAN) sebagai kreator dan originator sebagaimana telah dikemukakan  di atas.

Ungkapan-ungkapan sebagaimana disebutkan di atas ini oleh para pejuang feminisme dijadikan sebagai alasan untuk mengukuhkan “pengakuan iman” mereka akan Allah Ibu  selain Allah Bapa. Pada halaman 165 buku Misi PEMBERDAYAAN …, Mery Kolimon mengacu kepada Phyllis Trible mengenai konsep rahamim dalam Perjanjian Lama dan bentuk tunggalnya rehem (rahim perempuan) menunjuk kepada gambaran Allah sebagai perempuan. Apabila pendapat Phyllis Trible yang dikutip Mery Kolimon itu memang demikian adanya, maka saya ingin mengatakan secara tegas bahwa pendapat itu salah! Dalam bahasa Ibrani, transliterasi  kata raham (bentuk tunggal)  terdapat dua kata dasar yang sama bunyi pengucapan (homofon) dan/atau sama huruf penulisannya (homograf), akan tetapi kedua kata itu memiliki arti yang tidak sama (berbeda). Dalam konteks tertentu, baik dipakai untuk manusia maupun untuk  TUHAN  kata raham (1) berarti  mengasihi, menyayangi (Mazmur 18:2; 1 Raja-Raja 8:50); mengasihani, menyayangi (2 Raja-Raja 13:23; Hosea 1:6)’ sayang (Mazmur 103:13, dyb); belas kasihan (Kejadian 43:14 ; Yesaya 47:6, dyb). Dalam konteks lain, yang lebih khusus, kata Ibrani raham (2); berarti rahim (kantong selaput di perut, tempat janin [bayi]; peranakan; kandungan) {Amsal 30:16; Kejadian 20:18; 49:25, dyb} « Baca, A Concise Hebrew And Aramaic Lexicon  Of  The  Old Testament (hlm. 337, dyb)… by William L. Holladay. William B. Eerdmans Publishing Company Grand Rapids Michigan 1976 ». Penjelasan kata raham di atas dapat dibandingkan dengan kata rahim dalam bahasa Indonesia: (1) rahim (kata benda) artinya kantong selaput di perut, tempat janin (bayi); peranakan; kandungan; (2) rahim (adjektiva) artinya bersifat belas kasihan, bersifat penyayang (KBBI edisi keempat.  Jakarta 2008, hlm. 1133). Dengan demikian  pendapat Phyllis Trible yang menyatakan bahwa konsep raamim dalam Perjanjian Lama dan bentuk tunggalnya rehem (rahim perempuan) menunjuk pada gambaran Allah sebagai perempuan, sungguh sangat salah! Phyllis Trible tidak meneliti kamus bahasa Ibrani! Kelihatannya Phyllis Trible mengutip pendapat penulis lain berdasarkan pertimbangan, menganggap benar (take for granted) apa yang dikutip. Dan Mery Kolimon juga menganggap benar apa yang disebutkan oleh Phyllis Trible!

Selain itu, disebutkan pula bahwa metafora lain adalah melahirkan dan prokreasi: yeladeka (kata Ibrani). Dikatakan bahwa nyanyian Musa dalam Kitab Ulangan 32:18 berbicara tentang “Allah yang melahirkan”. Semuanya ini merujuk pada Allah yang mengasihi seperti seorang ibu” Frasa yang dicetak dengan kursif tebal ini juga sangat rancu, tetapi tidak saya tanggapi di sini. Yang terpenting untuk ditinjau di sini yakni  kata Ibrani, yeladeka. Kata Ibrani yeladeka, kata dasarnya  yeled, jika subjeknya perempuan, berarti melahirkan [anak]; jika hewan betina, berarti beranak, jika unggas betina berarti, bertelur; jika subjeknya laki-laki yang beristeri, yeled ( yᾱlûd; yᾱlōd ) berarti melahirkan [salah satu arti dari kata atau ungkapan  prokreasi]­­ -- (Periksa, A  Concise Hebrew And Aramaic Lexicon, do.ib. hlm. 134, dyb)karena  laki-laki [yang telah beristeri itu telah menjadi ayah dari anak yang dilahirkan oleh perempuan yang menjadi isterinya itu!  Dalam konteks yang disebutkan di atas, kata Ibrani yeled  ( yᾱlȗd; yᾱlōd ) bukan dipakai untuk menyarankan makna metaforis, melainkan menyarankan makna leksikal. Kata Ibrani, yeled (yᾱlûd; yᾱlōd) yang berarti melahirkan dapat dibandingkan dengan kata melahirkan dalam Kamus Besar( Bahasa Indonesia. Kata melahirkan, memiliki tiga arti (makna leksikal): 1 mengeluarkan anak (dari kandungan); beroleh anak; 2 mengeluarkan (perasaan, pendapat, pikiran, dsb); 3 mengadakan; menjadikan; menimbulkan. Dengan demikian maka kata  melahirkan atau kata Ibrani yeled (yᾱlûd; yᾱlōd) yang disebutkan kepada Allah bukan mengacu kepada arti kata melahirkan butir 1, yakni mengeluarkan anak dari kandungan;  melainkan mengacu kepada arti butir 3 yakni mengadakan, menjadikan; sebab arti  kata mengadakan butir 1 yakni menjadikam; menciptakan, disertai contoh kalimat: Tuhan mengadakan langit dan bumi; (dengan demikian dapat pula dikatakan, Tuhan menjadikan langit dan bumi;  Tuhan menciptakan langit dan bumi!).  Dan arti atau makna kata melahirkan (butir 3) seperti dicontohkan di atas ini banyak disebutkan di dalam Alkitab (Perjanjian Lama).

Catatan sisipan: Dalam Ulangan 32:18a yang berbunyi: “Gunung batu yang memperanakkan engkau,” menyarankan arti: “Allah—yang dilukiskan sebagai tempat perlindungan, pertahanan dan penyelamatan—sebagai kreator yang memperanakkan umat Israel.” Dalam ayat ini ungkapan gunung batu adalah majas metonymy (Yunani: meta = change = berganti; berubah; onoma = name = nama), yang dipergunakan untuk mengganti nama Allah (kreator yang memperanakkan umat Israel).

Demikian pula halnya dengan kata prokreasi. Dalam kitab Kejadian 1:26, 27 dikisahkan tentang rancangan Allah menciptakan manusia (laki-laki dan perempuan) menurut gambar dan rupa-Nya supaya mereka berkuasa atas…. Kemudian pada ayat 28 dikisahkan bahwa Allah memberkati manusia (laki-laki dan perempuan) yang diciptakan-Nya itu seraya berfirman: Beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas…” (baca selengkapnya Kejadian 1:26 – 28).  Frasa yang dicetak dengan kursif tebal itulah yang tersirat dalam ungkapan prokreasi! Kata atau ungkapan prokreasi (kata benda)—procreate ( Inggris, kata kerja transitif) berasal dari kata Latin, prōcreᾱre,   -ᾱtum;  prō (forth  [Inggris] artinya: selanjutnya; seterusnya), creᾱre (to produce);  medan makna kata to produce yakni: to beget; to generate; to reproduce [Inggris] ). « CHAMBERS  TWENTIETH CENTURY DICTIONARY.  A. M. Macdonald.. W & R Chambers LTD 1972, London ». Salah satu medan makna prokreasi dalam analisis ini yakni, to beget, yang artinya: melahirkan (kata Ibrani: yeled; yᾱlȗd; yᾱlōd); memperanakkan; beranak; beranak-cucu; di samping berkuasa atas bumi dan segala isinya dan taklukkanlah itu! Inilah amanat prokreasi yang Allah sebagai kreator dan originator berikan kepada manusia (laki-laki dan perempuan) untuk dilaksanakan selanjutnya dan/atau seterusnya.  Dan dalam proses, cara, dan perbuatan melaksanakan amanat prokreasi ini, manusia (laki-laki dan perempuan) adalah procreator. Berdasarkan amanat prokreasi, maka tidak mungkin seorang perempuan (isteri) hamil dan melahirkan anak tanpa bersebadan dengan seorang laki-laki (suami).  Ini memberi petunjuk: bahwa dengan terjadinya sel jantan dari pihak laki-laki (suami) membuahi sel telur dari pihak perempuan (isteri) ketika persebadanan dilakukan, barulah terjadi proses kehamilan yang berujung pada proses melarikan anak! Dengan demikian, proses melahirkan anak bagi perempuan (isteri) merujuk pada arti butir 1, yakni mengeluarkan anak dari kandungan (rahim); sedangkan bagi laki-laki (suami) merujuk pada arti butir 3, mengadakan atau menjadikan, karena laki-laki (suami) itulah yang membuat perempuan (isteri)-nya hamil atau mengandung setelah melakukan persebadanan. Demikianlah amanat prokreasi itu dilaksanakan, sehingga dalam Alkitab kita baca: “Set memperanakkan Enos…; Enos memperanakkan Kenan…; Kenan memperanakkan Mahalaeel; Mahalaeel memperanakkan Yared; Yared memperanakkan Henok…(Kejadian 5:6 -- 20 dyb); “Abraham memperanakkan Ishak, Ishak memperanakkan Yakub, Yakub memperanakkan Yehuda….,” (Matius 1:2 - 3  dst.).

Berbeda dengan ALLAH sebagai KREATOR, dalam rancangan karya penyelamatan dan penebusan, Roh-Nya  yakni Roh Kudus ‘turun ke atas seorang perempuan muda yang bernama Maria, sehingga terjadi proses kehamilan yang berujung pada kelahiran Yesus (Lukas 1:26–35)….

Saya batasi pembahasan sampai di sini  untuk kembali ke topik tulisan ini: “HANYA ADA SATU ALLAH  YANG DISEBUT BAPA – TIDAK ADA  ALLAH LAIN YANG DISEBUT IBU”. Berdasarkan kesaksian Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) sebagaimana diwedarkan pada bagian pertama dan bagian kedua tulisan ini, maka dapat ditegaskan bahwa hanya ada satu Allah yang disebut  Bapa—Pencipta langit dan bumi; pencipta manusia (laki-laki dan perempuan); pencipta makhluk-makhluk lain sebagaimana dikisahkan dalam kitab Kejadian pasal 1 dan 2, dyb. Dengan demikian, tidak ada Allah lain yang disebut Allah Ibu! Dan Allah yang disebut Bapa itu bukan saja Allah yang transenden di surga, melainkan serentak Allah yang imanen di bumi!

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar