Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Selasa, 18 Juni 2024

Beberapa Catatan &Penjelasan tentang Hēmera dalam Yohanes 11:9 dan yang berkaitan

 


Oleh: A. G. Hadzarmawit Netti

Catatan pendahuluan

Artikel ini merupakan penjelasan saya atas pertanyaan seorang pengusaha (anggota majelis gereja) yang berdomisili di Surabaya, Jawa Timur. Sahabat tersebut saya singkatkan namanya (ASP), yang meminta penjelasan mengenai hēmera (kata Yunani) dalam Yohanes 11:9 (Kitab Perjanjian Baru Bahasa Yunani). Sebenarnya ASP telah meminta penjelasan tentang hemera (Yohanes 11:9) kepada Pendeta (YTH), namun ASP merasa kurang puas atas penjelasan yang diberikan oleh YTH. ASP kemudian meminta penjelasan kepada saya melalui email. Dan inilah penjelasan saya:

Beginilah bunyi Yohanes 11:9: Jawab Yesus, “Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk. Karena ia melihat terang dunia ini.”  Transkripsi teks Perjanjian Baru Bahasa Yunani, sebagai berikut:  apekrithē  Iēsous, Ouchi dōdeka hōrai eisin tēs hēmeras; ean tis peripatē(i) en tē(i) hēmera, ou proskoptei, hoti to phōs tou kosmou toutou blepei. (Perjanjian Baru Indonesia – Yunani . LAI. Jakarta 2002)

Terjemahan PB bahasa Indonesia Masa Kini yang Pak Sani kutip: “Bukankah siang hari lamanya dua belas jam?  Kata Yesus. “Orang yang berjalan di waktu siang, tidak tersandung sebab ia melihat terang dunia ini.” Terjemahan ini tidak salah. Terjemahan  ini sering dinamakan prinsip terjemahan “dinamis” yang mengutamakan makna, sepanjang tidak menyimpang dari makna teks dalam konteksnya.

Dalam Yohanes 11:9 itu, kata Yunani, hēmera, patut dipahami dengan baik . Untuk itu, saya kutip arti/makna kata hēmera selengkapnya dari  A Pocket Lexicon To The Greek New Testament  by Alexander Souter, M.A.  Oxford University Press 1943, halaman 107, sebagai berikut:

hēmera (dies), a day, the period from sunrise to sunset; () hēmera kriseōs, hē hēmera ekeinē, hē hēmera tou kuriou, the judgement day, coinciding with the end of the world, according to the late Jewish belief; (i) tritē(i) hēmera, &C., on the third day, after two days, so dia tritōn hēmerōn, Mt. xxvi 61, &C. ; nukta kai hēmeran, by night as well as day, imply merely before  dawn as well as during the day; (to) kath’ hēmeran, day by day, each day;  pasas tas hēmeras (vernacular phrase), perpetually, Mt.xxviii 20.

Memperhatikan arti/makna kata Yunani, hēmera, sebagaimana dikutip di atas ini, maka penjelasan Pendeta YTH yang mengatakan, “Kata Yunani hēmera bisa berarti 12 jam (dari pukul 6 pagi sampai pukul 6 petang) maupun siang”, pada dasarnya “sangat tidak benar”. Kata  hēmera  dalam Yohanes 11:9 sesungguhnya harus dipahami sebagai “hari” (kurun waktu dari matahari terbit [subuh] sampai [waktu] matahari terbenam). Dalam “hari”  (kurun waktu dari matahari terbit sampai [waktu] matahari terbenam) ini memang  “ada dua belas jam”. Namun  kurun waktu yang disebut  hēmera ini menyarankan arti “siang” (bagian hari yang terang, yaitu dari matahari terbit sampai terbenam). Oleh karena arti seperti inilah maka hēmera dapat diartikan “siang hari” menurut konsepsi kita (yaitu  bagian hari yang terang; waktu siang) , sebagai lawan kata dari  “malam”, atau “malam hari” menurut konsepsi kita (yaitu waktu setelah matahari terbenam hingga matahari terbit).  Dalam bahasa Yunani, nux, nuktos, artinya night  (= malam), atau  malam hari menurut konsepsi kita);  dia nuktos, artinya by night, sometimes during the night. Dengan demikian, pernyataan Pendeta YTH yang mengatakan, “Karena itu,  hēmera sebaiknya diterjemahkan ‘sehari’ …”  juga tidak benar.  Imbuhan “se-“ harus ditiadakan (tidak boleh dipakai),  karena “se-“  dalam konteks ini menyarankan arti “satu” (= kata bilangan: Yunani, eis, mia, hēn) yang dipakai sebagai keterangan untuk menentukan atau membatasi  jumlah hari. Sehingga  “sehari” sama artinya dengan “satu hari”, yang menyarankan arti/makna “satu siang”, atau “satu siang hari”  (yaitu kurun waktu dari matahari terbit sampai matahari terbenam). Itulah sebabnya, dalam teks Yohanes 11:9 tertulis, “Siapa yang berjalan pada siang hari …,  setelah kalimat yang berbunyi, “Bukankah ada dua belas jam  dalam satu hari,” (yang menyarankan arti/makna dalam “satu siang”, atau “satu siang hari”, yang dihitung mulai dari matahari terbit sampai matahari terbenam “ada dua belas jam”).   

Berkenaan dengan catatan-catatan dan penjelasan tentang  hēmera (= hari, yang menyarankan arti/makna siang, atau siang hari, yaitu kurun waktu dari matahari terbit sampai matahari terbenam), maka di bawah ini saya mengutip beberapa penjelasan tentang “The Calendar” (cara untuk menentukan permulaan, panjang, dan  bagian-bagian dari waktu satu tahun,), ditulis oleh T.W. Manson, D.Litt., D.D., yang terdapat dalam buku A Companion To The Bible, diterbitkan oleh Morrison And Gibb Limited Great Britain.

“For the purpose of measuring time we may use natural divisions (day, lunar month, year) or artificial (minute, hour, week, calendar month). The difficulties of time-measurement arise from the incommensurability of the natural periods. The lunar month is not a whole number of days, but rather more than 29 ½; the year is not a whole number of days, but rather less than 365 ¼; the number of lunar month in a year is rather less than 12.37.

The natural unit is the day. In the earliest parts of the Bible this usually means the period from sunrise to sunset, the period of daylight, as distinguished from night. The day is roughly divided into periods: daybreak, midday, afternoon, evening; but there is no exact division  into hours. The night is divided into three watches (Lam. 2:19; Judg. 7:19; Ex. 11:4; 14:24; 1 Sam. 11:11). In the post-exilic period the Jews adopted the Babylonian system of reckoning the civil day from  sunset to sunset. In the New Testament and Talmud we find the division of the day into temporal hours. In this system, probably borrowed from the Babylonian, the period from sunrise to sunset is divided into twelve equal parts; and the “hour” may vary from 49 to 71 minutes according to the time of  the year. A similar division is in use for the night (Acts 23:23).  In the New Testament the Roman division of the night into four watches is found (Mark 6:48; 13:35),  though the older Jewish three-watches system to survive in Luke 12:38 (Q). …..”

Berdasarkan keterangan di atas ini, jelaslah bahwa yang dimaksudkan dengan  hēmera adalah kurun waktu dari matahari terbit sampai matahari terbenam (yaitu kurun waktu  siang [hari] dari jam 6 pagi sampai jam 6 petang menurut cara pembagian jam kita). Arti hēmera seperti ini sama dengan arti (butir 2) dari kata “hari” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi keempat tahun 2008, yaitu “waktu selama matahari menerangi tempat kita dari matahari terbit sampai matahari terbenam” .  Dengan demikian, hēmera  tidak boleh diartikan sebagai “kurun waktu dari pagi sampai pagi lagi (yaitu satu edaran bumi pada sumbunya, 24 jam)”, sebagaimana arti (butir 1) kata “hari”  dalam KBBI. Mengapa ? Karena orang-orang Yahudi pada zaman Yesus maupun sebelumnya, sama sekali tidak mengetahui tentang konsepsi waktu 24 jam berdasarkan edaran bumi pada sumbunya.

Mengenai pembagian waktu 12 jam dalam kurun waktu matahari terbit sampai matahari terbenam, orang-orang Yahudi memungutnya dari bangsa Babilonia. Bagi orang Yahudi pada zaman Yesus, pembagian waktu 12 jam antara matahari terbit sampai matahari terbenam adalah sebagai berikut: jam pertama = jam 7 waktu kita; jam kedua = jam 8 waktu kita; jam ketiga =jam 9 waktu kita; jam keempat = jam 10 waktu kita; jam kelima = jam 11 waktu kita; jam keenam = jam 12 waktu kita; jam ketujuh = jam 1 waktu kita; jam kedelapan = jam 2 waktu kita; jam kesembilan = jam 3 waktu kita; jam kesepuluh = jam 4 waktu kita; jam kesebelas = jam 5 waktu kita; jam kedua belas = jam 6 waktu kita. Pembagian waktu seperti ini terdapat petunjuk-petunjuknya dalam Injil, antara lain penyebutan-penyebutan jam, misalnya dalam Matius 20. Di sini saya pergunakan Perjanjian Baru Bahasa Yunani, dan sebagai perbandingan saya pergunakan Perjanjian Baru dalam The Holy Bible Revised Standard Version. Perhatikan petunjuk penyebutan jam  dalam Injil atau Perjanjian Baru yang saya kutip di bawah ini.

·         peri tritēn hōran (Matius 20:3 PB Yunani), diterjemahkan dalam bahasa Inggris, about the third hour (RSV), jika diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa Indonesia, kira-kira jam ketiga; akan tetapi dalam Perjanjian Baru Bahasa Indonesia (PBBI) yang mengikuti metode terjemahan dinamis fungsional, terjemahannya dikontekstualisasikan  sesuai dengan penyebutan jam (pembagian waktu) universal sehingga terjemahannya berbunyi, kira-kira pukul sembilan pagi, atau kira-kira jam sembilan pagi.

·         peri hektēn kai enantēn hōran (Matius 20:5 PB Yunani); about the sixth hour and the ninth hour (RSV); terjemahan harafiah¸ kira-kira jam keenam dan jam kesembilan; sedangkan terjemahan  PBBI dikontekstualisasikan menjadi kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang, atau kira-kira jam dua belas dan jam tiga petang.

·         peri de tēn hendekatēn (Matius 20:6 PB Yunani); about the eleventh hour (RSV); terjemahan harafiah, kira-kira jam kesebelas; sedangkan terjemahan PBBI dikontekstualisasikan menjadi kira-kira pukul lima petang, atau kira-kira jam lima petang.

·         Hē de hōra tritē kai estaurōsan auton (Markus 15:25 PB Yunani); And it was the third hour, when they crucified him (RSV);  terjemahan harafiah, pada jam ketiga, ketika mereka menyalibkan Dia; sedangkan terjemahan PBBI dikontekstualisasikan menjadi Pada jam sembilan pagi mereka menyalibkan Dia.

·         Kai genomenēs hōras hektēs  skotos egeneto eph holēn tēn gēn heōs hōras enatēs (Markus 15:33 BP Yunani); And when the sixth hour had come, there was darkness over the whole land until the ninth hour; terjemahan harafiah,  dan ketika jam keenam, kegelapan meliputi seluruh daerah itu hingga jam kesembilan; sedangkan terjemahan PBBI dikontekstualisasikan menjadi¸ Pada jam dua belas, kegelapan meliputi seluruh daerah itu dan berlangsung sampai jam tiga.

Pembagian waktu atas 12 jam sebagaimana dijelaskan di atas tidak hanya berlaku untuk siang hari, yaitu hēmera, melainkan berlaku pula untuk  malam, yaitu  nuktos. Dalam Kisah Para Rasul 23:23 kita memperoleh petunjuk pada frasa ayat yang berbunyi, tritēs hōras tēs nuktos (PB Yunani); at the third hour of the night (RSV); terjemahan harafiah, pada jam ketiga malam itu; sedangkan terjemahan PBBI dikontekstualisasikan menjadi, pada jam sembilan malam itu.

Selain itu, dalam Perjanjian Baru terdapat petunjuk bahwa pada waktu malam (nuktos) dilakukan pula pembagian waktu  dalam “empat jam jaga” (four watches hour). Dalam Markus 6:48 kita memperoleh petunjuk tentang “jam jaga malam keempat”  pada frasa ayat yang berbunyi, … peri tetartēn phulakēn tēs nuktos (PB Yunani); about the fourth wacht of the night (RSV); terjemahan harafiah, kira-kira pada jam jaga malam keempat; sedangkan terjemahan PBBI dikontekstualisasikan menjadi, kira-kira jam tiga malam.

Dalam Markus 13:35 disebutkan tentang waktu berjaga-jaga yang menunjuk kepada “empat jam jaga”.  Markus 13:35 berbunyi sebagai berikut: gregoreite oun ouk oidate gar pote ho kurios tēs oikias erchetai, ē opse  ē mesonuktion  ē alektorophōnias  ē prōi (PB Yunani); Watch therefore—for you do not know when the master of the house will come, in the evening, or at midnight, or at cockcrow, or in the morning… ; terjemahan harafiah, Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu kapan tuan rumah itu akan pulang: atau menjelang malam, atau tengah malam, atau bunyi kokok ayam, atau pagi [dini hari]. Berdasarkan  ayat ini, maka “empat jam jaga malam”  dibagi sebagai berikut: jam jaga pertama (menjelang malam), antara jam 6 petang sampai jam 9 malam waktu kita;  jam jaga kedua (tengah malam), antara sesudah jam 9 malam sampai jam 12 tengah malam waktu kita;  jam jaga ketiga (bunyi kokok ayam), antara sesudah jam 12 tengah malam sampai jam 3 dinihari waktu kita;  jam jaga keempat (pagi [dinihari]), antara sesudah jam 3 dinihari sampai jam  6 pagi waktu kita.

Lalu bagaimanakah konsepsi tentang waktu berkenaan dengan kematian dan kebangkitan Yesus, teristimewa dalam hubungannya dengan Matius 12:40, yang mengatakan, “Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan besar tiga hari dan tiga malam, demikianlah juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari dan tiga malam”?

Pertama-tama saya ingin mengatakan terlebih dahulu bahwa kalimat (ayat) dalam Matius 12:40 itu adalah kalimat yang dibangun dengan gaya bahasa yang disebut simile. Pada umumnya kalimat yang dibangun dengan gaya bahasa simile menggunakan kata-kata:  “Seperti …, demikianlah…”  yang berfungsi untuk merangsang perhatian terhadap kesamaan-kesamaan yang dibandingkan. Kesamaan-kesamaan yang dibandingkan itu pada hakikatnya tidak sama betul secara faktual. Meskipun demikian, perhatian akan terangsang oleh kesamaan-kesamaan yang dibandingkan itu.

Perhatikanlah contoh kalimat (ayat) yang dibangun dengan gaya bahasa simile yang saya kutip dari Yesaya 66:13 yang bunyinya sebagai berikut; “Seperti seorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku ini akan menghibur kamu;” Seorang yang disebut dalam ayat ini, berbeda (tidak sama persis secara faktual) dengan kamu yang disebut dalam ayat itu. Sebab seorang yang dimaksudkan dalam ayat itu adalah seorang anak, dan kamu yang dimaksudkan dalam ayat itu adalah umat Israel. Begitu pula ibu yang disebutkan dalam ayat itu berbeda (tidak sama persis secara faktual) dengan Aku (kata ganti persona pertama) yang dalam ayat itu digunakan untuk mem-personifikasi-kan Allah. Demikian pula rasa terhibur yang dialami seorang anak yang memperoleh hiburan dari ibunya, niscaya tidak sama persis dengan rasa terhibur yang dialami umat Israel yang akan memperoleh hiburan dari Allah. Namun demikian, terdapat kesamaan yang dibandingkan: seorang anak yang dihibur ibunya dan/atau seorang ibu yang menghibur anaknya; serta umat Israel yang akan dihibur Allah dan/atau Allah akan menghibur umat Israel. Kesamaan  tentang hal peng-hibur-an itulah yang dibandingkan dalam pelukisan  untuk merangsang perhatian pembaca atau pendengar, melalui kalimat yang dibangun dalam gaya bahasa simile  dengan menggunakan kata-kata: “Seperti…., demikianlah….

Saya kutip lagi satu contoh kalimat dari Yesaya 31:5 yang bunyinya sebagai berikut: “Seperti burung yang berkepak-kepak melindungi sarangnya, demikianlah TUHAN semesta alam akan melindungi Yerusalem,”  Burung tidak sama dengan TUHAN. Upaya dan cara burung melindungi sarangnya, berbeda  (tidak sama persis secara  faktual) dengan  “cara dan kuasa TUHAN” melindungi Yerusalem. Namun demikian, terdapat kesamaan yang dibandingkan: burung yang melindungi sarangnya dengan caranya; serta TUHAN semesta alam yang akan melindungi Yerusalem dengan “cara dan kuasa-Nya”. Kesamaan tentang hal pemberian perlindungan itulah yang dibandingkan dalam pelukisan untuk merangsang perhatian pembaca atau pendengar, melalui kalimat yang dibangun dalam gaya bahasa simile dengan menggunakan kata-kata: “Seperti….., demikianlah ….

Begitu pula dengan Matius 12:40 yang berbunyi: “Sebab seperti Yunus  tinggal di dalam perut ikan besar tiga hari dan tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari dan tiga malam.”  

Yunus berbeda (tidak sama persis secara faktual) dengan Yesus yang menyebut diri-Nya Anak Manusia, sebab Yesus lebih dari pada Yunus (ayat 41). Peristiwa Yunus tinggal dalam perut ikan besar tiga hari dan tiga malam juga berbeda (tidak sama persis secara faktual) dengan Yesus yang mati disalibkan, dikuburkan dan berada dalam kuburan Yusuf orang Arimatea kemudian bangkit pada hari yang ketiga.  Namun demikian, terdapat kesamaan yang dibandingkan: setelah tiga hari tiga malam Yunus berada dalam perut ikan besar, atas firman TUHAN, ikan itu pun memuntahkan Yunus ke darat, merupakan sebuah mukjizat yang dibuat oleh TUHAN; serta  pada hari ketiga Yesus bangkit dari kematian, adalah merupakan sebuah mukjizat  yang dilakukan oleh TUHAN. Kesamaan mukjizat  yang TUHAN  lakukan melalui Yunus yang hidup walaupun sebelumnya ia berada dalam perut ikan tiga hari tiga malam , dan mukjizat  kebangkitan Yesus pada hari ketiga yang dilakukan oleh TUHAN  itulah yang dibandingkan. Dan untuk membandingkan kesamaan mukjizat itu, Yesus berbicara dengan gaya bahasa simile sebagaimana tertulis dalam Matius 12:40 itu untuk merangsang perhatian beberapa ahli Taurat dan orang Farisi yang memaksakan keinginan mereka kepada Yesus, sebagaimana tertulis dalam ayat 38: “…. Guru, kami ingin melihat suatu tanda dari Engkau.”

Patut diperhatikan bahwa apa yang Yesus katakan sebagaimana dicatat dalam Matius 12:40 itu  hanyalah merupakan suatu  tanda. Cermati  apa yang Yesus katakan kepada beberapa ahli Taurat dan orang Farisi dalam Matius 12:39 itu.  “Tanda”  dalam ayat itu adalah  terjemahan dari kata Yunani, sēmeion, yang selain berarti tanda, juga berarti tanda ajaib, mukjizat, ciri khas, petunjuk, isyarat, ramal. Pada hakikatnya semua arti/makna dari kata Yunani, sēmeion, ini tersirat di dalam Matius 12:40 itu.

Dengan memperhatikan penjelasan di atas ini, kita tidak perlu bersikukuh untuk mempertanyakan: benarkah Yesus berada dalam kuburan selama tiga hari dan tiga malam baru bangkit, seperti halnya Yunus berada dalam perut ikan besar selama tiga hari dan tiga malam, ternyata tetap  hidup, setelah  dimuntahkan  oleh ikan itu ke darat. Mengapa kita tidak perlu bersikukuh?  Karena “tiga hari dan tiga malam” itu  bukan “core” (= bagian yang terpenting; inti;  pokok isi) berita dari Matius 12:40. Yang jelas/pasti, dan menjadi peristiwa yang penting dan yang menjadi inti atau pokok isi berita ialah: pada hari ketiga Yesus bangkit dari antara orang mati. Atau, Yesus bangkit dari kematian pada hari yang ketiga.

Perhatikanlah ini: Yesus disalibkan pada hari (hēmera) persiapan, yaitu hari menjelang Sabat; lalu menjelang hari mulai malam Ia dikuburkan. Itulah hari (hēmera) yang pertama kematian Yesus, lalu  dikuburkan. Keesokan harinya, yaitu hari Sabat, adalah hari (hēmera) yang kedua  sehubungan dengan kematian Yesus pada hari sebelumnya, yaitu hari persiapan, hari  menjelang Sabat. Pada hari Sabat semua orang beristirahat menurut hukum Taurat. Setelah lewat hari Sabat,  pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu, adalah hari (hēmera) yang ketiga.  Yesus bangkit dari kematian. Atau, Yesus bangkit dari antara orang mati.

Berkenaan dengan penjelasan yang dikemukakan oleh Pendeta YTH tentang perhitungan 40 hari setelah kebangkitan dan pencurahan Roh Kudus yang terjadi pada hari ke-50 (Pentakosta), dapat saya jelaskan secara selayang pandang sebagai berikut.

(1). Yesus disalibkan dan mati pada masa Paskah orang Yahudi, yang dalam Injil disebut  hari persiapan, yaitu hari menjelang Sabat. Karena latar belakang ini, maka hari kematian Yesus pada masa Paskah orang Yahudi itu disebut oleh gereja sebagai “Jumat Agung”; dan banyak gereja yang mengadakan Perjamuan Kudus pada masa Paskah orang Yahudi, yang gereja menyebutnya “Jumat Agung” itu. Kebangkitan  Yesus  setelah hari Sabat lewat, menjelang menyingsingnya fajar pada hari pertama minggu itu adalah hari Ahad atau hari Minggu. Gereja Kristen kemudian merayakan Paskah pada hari Minggu, sehingga hari Minggu disebut  “Hari Paskah” , dan/atau “Hari Tuhan”.

(2). Hari Kematian (Jumat Agung) pada mulanya tidak merupakan hari raya atau hari peringatan Kristen yang berdiri sendiri. Yang paling penting ialah hari raya Kebangkitan (Paskah) yang sudah dirayakan dalam gereja sejak abad kedua. Berhubungan dengan itu, maka hari Kematian (Jumat Agung) terutama dianggap sebagai hari-duka dan persiapan untuk hari raya yang sebenarnya, yaitu hari raya Kebangkitan (Paskah). Mengapa hari raya Kebangkitan baru dirayakan pada abad kedua?  Karena gereja purba tidak mementingkan perayaan-perayaan tahunan, melainkan perayaan-perayaan mingguan. Gereja purba hidup dalam harapan dan keyakinan, bahwa Tuhan Yesus akan segera datang kembali. Hidup yang demikian tidak menghitung dengan tahun, tetapi dengan hari dan minggu.

(3). Reformasi mula-mula tidak membawa perubahan dalam merayakan hari Kematian (Jumat Agung) lepas dari hari Kebangkitan (Paskah). Synode di Dordrecht pada tahun 1584 telah merasa puas dengan perayaan pada hari Minggu saja. Juga Synode Dordrecht pada tahun 1618, tetap belum menetapkan hari Kematian (Jumat Agung) sebagai hari raya Kristen. Dalam tata gereja (= jemaat-jemaat)  yang pertama tahun 1624) di Indonesia, hanya disebutkan beberapa hari raya Kristen yaitu: Natal, Paskah, dan Pentakosta. Hari raya lain termasuk hari raya Kematian (Jumat Agung) tidak disebutkan. Dalam tata gereja yang kedua tahun 1643, jumlah hari raya Kristen yang disebut bertambah yaitu: Natal, Paskah, Pentakosta, Tahun Baru, Sengsara Tuhan Yesus (pada hari Kamis sebelum Paskah), dan Kenaikan Tuhan Yesus. Hari raya Kematian (Jumat Agung) tetap tidak disebutkan (G.D.J. Schotel, De openbare eeredienst der Nederlansche Hervorm de Kerk in de 16e, 17e en 18e eeuw, 1870, blz.241;  C.W.Th. Baron van Boetzelaer van Asperen en Dubbeldam, De Protestansche Kerk in Nederlandsch-Indie, 1947, blz.39). Hari raya Kematian (Jumat Agung) baru diterima di Indonesia pada abad ke-18 dan/atau abad ke-19.

(4). Hari raya Kenaikan pada mulanya tergolong pada hari raya Kebangkitan (Paskah), dan telah dirayakan oleh gereja pada abad ke-2 dan permulaan abad ke-3.  Dalam abad-abad pertengahan, perayaan hari raya ini tetap dipertahankan oleh gereja, kemudian ditetapkan sebagai hari raya resmi untuk memuliakan kenaikan Tuhan Yesus ke surga. Diterimanya perayaan ini dalam tata gereja (jemaat-jemaat) di Indonesia, telah saya singgung di atas.

(5). Hari raya Keturunan Roh Kudus disebut juga hari raya Pentakosta. Kata Pentakosta berasal dari kata Yunani, pentēkostē,  yaitu Hari Raya Yahudi yang dirayakan  pada hari kelima puluh setelah Hari Paskah (catatan: kata Yunani, pentēkonta, artinya lima puluh; dan pentēkostē, artinya hari yang kelima puluh).  Dalam Perjanjian Baru, hari raya ini dikenal dan disebut beberapa kali. Pertama, Paulus menyebutnya dalam 1 Korintus 16:8; kedua, dalam Kisah Para Rasul 20:16. Latar belakang penyebutan berkaitan erat dengan Imamat 23:10-22 dan Ulangan 16:9-17.  Berdasarkan latar belakang ini, hari raya Pentakosta sebenarnya  adalah  akhir dari hari raya Paskah Yahudi.  Mengingat hubungan historis ini, maka hari raya Pentakosta (= Keturunan Roh Kudus) mula-mula oleh jemaat-jemaat pertama dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dari hari raya Paskah (= Kebangkitan Yesus). Dari Eropa, hari raya Pentakosta dimasukkan oleh Badan-badan Sending ke Gereja-gereja di Indonesia, sebagaimana telah dikatakan di atas.

(6). Lalu, bagaimana cara menetapkan “lama waktu 40 hari”  setelah Yesus bangkit baru naik ke surga?  Berdasarkan hubungan historis antara hari raya Paskah dan hari raya Pentakosta orang Yahudi dengan hari raya Paskah (= kebangkitan Yesus) dan hari raya Pentakosta (= keturunan Roh Kudus) jemaat-jemaat Kristen sebagaimana dikemukakan di atas, maka cara menetapkan  “lama waktu 40 hari Yesus masih di dunia dan berulang-ulang menampakkan diri kepada murid-murid-Nya sebelum naik ke surga”   diperhitungkan mulai dari hari Paskah (Kebangkitan Yesus) sampai 40 hari ke depan. Dan penetapan hari raya Pentakosta (keturunan Roh Kudus) diperhitungkan mulai dari hari Paskah (Kebangkitan Yesus) sampai 50 hari ke depan. Jadi, penetapan hari raya Kenaikan Yesus ke surga dan penetapan hari raya Pentakosta bukan diperhitungkan dari Paskah orang Yahudi, melainkan diperhitungkan dari hari Paskah (hari Kebangkitan Yesus).

(7). Dalam Kisah Rasul 1:3 dikatakan begini: “Kepada mereka Ia menunjukkan diri-Nya setelah penderitaan-Nya selesai, dan dengan banyak tanda Ia membuktikan, bahwa Ia hidup. Sebab selama empat puluh hari Ia berulang-ulang menampakkan diri dan berbicara kepada mereka tentang Kerajaan Allah.” Kemudian pada pasal 2:1-4, dikatakan: “Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat. Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.”  Pentakosta (keturunan Roh Kudus) ini terjadi 50 hari kemudian dihitung mulai dari hari Paskah (Kebangkitan Yesus).

(8). Sehubungan dengan Kalender Hari-hari Raya Gerejawi, perhatikanlah Almanak Tahun 2014. Hari Jumat, tanggal 18 April ditetapkan sebagai hari Kematian Yesus .  Hari dan  tanggal ini disebut “Hari Jumat Agung”.  Hari ketiga, hari Kebangkitan Yesus ialah hari Minggu, 20 April. Hari ini disebut “Hari Paskah” (Hari Kebangkitan). Empat puluh hari kemudian dihitung dari tanggal 20 April, jatuh pada tanggal 29 Mei. Menurut kisah Injil, selama 40 hari Yesus berulang-ulang menampakkan diri kepada murid-muridnya, baru Yesus naik ke surga. Tanggal 29 April 2014, ditetapkan sebagai “Hari Kenaikan Yesus ke Surga”.  Hari Pentakosta (keturunan Roh Kudus) terjadi 50 hari kemudian, dihitung mulai dari hari Paskah (Kebangkitan Yesus),  jatuh pada Hari Minggu, 8 Juni 2014, sehingga Hari Minggu,  8 Juni 2014 dirayakan sebagai hari raya Pentakosta (Keturunan Roh Kudus).

Demikianlah beberapa catatan dan penjelasan selayang pandang yang dapat saya sampaikan kepada Pak Sani berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan yang Pak ajukan kepada Pendeta YTH. Semoga catatan dan penjelasan yang saya sampaikan ini bermanfaat. Shalom. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar