Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Selasa, 11 Februari 2014

TAO TENTANG PENYELAMATAN OLEH ALLAH MELALUI KELAHIRAN, KEMATIAN DAN KEBANGKITAN YESUS (2)



BAGIAN PERTAMA

Tao

       Beberapa ratus tahun sebelum Masehi orang-orang Tionghoa telah menganut suatu sistem kepercayaan yang disebut, yang diajarkan oleh Lao-tze (lahir pada tahun 604 sebelum Masehi). Tao tidak diungkapkan, disebutkan, dan dilukiskan dengan kata-kata (Sacret Book of the East [SBE], 14:1-3; 32:1: 37:3. Dalam: The World’s Living Religions). Namun demikian, demi pemahaman, orang mengartikan dan menjelaskan Tao secara etimologis dan secara teknis.

     
 Berdasarkan etimologi, Tao diartikan secara sederhana untuk menyatakan “jalan/peredaran alam, tata aturan fisik dunia, atau hukum alam”. “Tao adalah keadaan alam semesta yang teratur baik” (SBE, 2:3). “Tao adalah kesederhanaan keadaan alam yang menyenangkan, memuaskan, tanpa perang..., tanpa takut terhadap kematian/maut” (SBE, 80:1-5). Berdasarkan sistem kepercayaan ini, orang-orang Tionghoa sadar benar akan adanya “hukum alam” dalam universum (alam dunia) ini. Segala sesuatu dalam alam semesta ini dikuasai dan dikendalikan oleh “hukum alam”. Peredaran planet, gerakan bintang-bintang di langit, pasang surut air laut, peredaran musim dan lain-lain, bahkan manusia pun terikat benar oleh hukum alam. Itulah sebabnya manusia harus menyelidiki dan menghormati hukum alam. Orang yang tidak menyelidiki dan menghormati hukum alam adalah orang yang tidak menghormati dirinya sendiri, sesama manusia, dan universum. Akibatnya, orang itu akan hidup dalam ketidakselarasan dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dan dengan universum.
      
Secara teknis, Tao berarti “pandangan hidup dan/atau filsafat agama yang bersifat absolut. Tao adalah yang awal, yang mula-mula, yang terdahulu, ada sebelum langit dan bumi. Tao adalah yang terakhir, yang penghabisan, hening, tanpa bentuk, tak bernama (SBE, 25:1-4). Singkatnya, Tao adalah yang awal dan yang akhir (alfa dan omega). Sama seperti dalam Wahyu 1:8, Allah disebut Alfa dan Omega, yang juga disebutkan untuk Yesus dalam Wahyu 22:13, yang berarti bahwa Yesus hadir sejak awal penciptaan dan akan memerintah pada akhir zaman. Tao adalah sumber yang berkelimpahan yang menopang segala sesuatu (SBE, 51:3-4). Tao adalah “jalan surga” yang tenteram, tenang, lembut, tidak mementingkan diri, siap menjalankan tugas demi kebaikan (SBE, 7:1-2; 9:1-2; 47:1; 68:1-2; 73:2; 81:3). Tao adalah “Jalan Tuhan” seperti yang dimaksudkan dalam Kisah Para Rasul 9:2; 19:9, 23; 22:4; 24:14, 22. Barangsiapa mengenal Tao (Jalan Tuhan) ia sabar, tenang dan tahan menanggung penderitaan (SBE, 16:4; 39:60). Orang yang hidup menurut Tao (Jalan Tuhan) selalu membalas kebaikan terhadap orang yang melakukan kejahatan terhadapnya (Tao-Teh-King, 49:2; 63:1-2; SBE, 39:91, 106). Orang yang hidup menurut Tao (Jalan Tuhan) berpegang kepada ajaran: “Apa yang engkau tidak kehendaki orang lain perbuat terhadap dirimu, janganlah engkau lakukan itu terhadap orang lain” (Doctrin of the Mean, 13:3). Inilah “kaidah emas” yang merupakan asas etik yang paling umum menurut Tao, sedangkan Yesus berkata, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” (Matius 7:12; Lukas 6:31).
      
Selain arti Tao secara teknis sebagaimana dijelaskan di atas, Tao juga berarti “ilah, dewa, Yang Mahakuasa, Tuhan, Allah”; dan dalam konsep agama Kristen Tionghoa, Tao berarti “Firman” atau Logos”. Terjemahan Injil Yohanes 1:1 dalam bahasa Tionghoa jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, berbunyi sebagai berikut: “In the beginning was the Tao, and the Tao was with God, and the Tao was God” (R. E. Hume, 1933:137,138); dan dalam bahasa Indonesia, berbunyi sebagai berikut: “Pada mulanya adalah Tao; Tao itu bersama-sama dengan Allah dan Tao itu adalah Allah”. Dengan demikian, Injil Yohanes 1:14 berbunyi: “Tao itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.”

Tao dan metamorfosa

Berdasarkan sekelumit uraian mengenai Tao di atas ini, orang-orang Tionghoa mengatakan bahwa apabila kita mau jujur maka sesungguhnya kita harus mengatakan bahwa hidup kita di dunia ini tidak terlepas dari Tao. Apabila kita mengamati alam dan hukum-hukum alam yang berhubungan dengan konservasi zat dan energi, dan berpendapat bahwa tiada suatu benda pun yang sungguh-sungguh hilang di dalam alam ini, maka keterkaitan kita dengan Tao tidak dapat disangkali. Tao mengajarkan bahwa suatu benda (bentuk atau susunan) tidak pernah hilang atau musnah, melainkan mungkin diubah atau diganti ke dalam sesuatu yang lain lagi.

Dengan demikian, Tao mengajarkan tentang adanya metamorfosa di sekitar kita, yang tidak pernah hancur atau musnah sama sekali. Apabila kemusnahan total pernah terjadi, maka hal itu ada hubungannya dengan kejadian atau peristiwa khusus. Mengenai kemusnahan total orang-orang Tionghoa yang beragama Kristen merujuk kepada Alkitab yang mengatakan bahwa Allah mempunyai kuasa untuk menghancurkan secara total (2 Petrus 3:10, 11; Wahyu 20:14, 15), sama seperti Allah mempunyai kuasa untuk mencipta.

Asas Tao yang dijelaskan di atas ini berlaku pula terhadap kematian. Kematian bukanlah merupakan suatu kehancuran atau kemusnahan total, melainkan merupakan suatu metamorfosa. Dan metamorfosa yang bertalian dengan kematian merupakan suatu kejadian yang niscaya, sekalipun kita belum mengetahui ke dalam bentuk atau wujud apa kehidupan kita akan dijelmakan/diubahkan. Berdasarkan asas pemikiran Tao, ajaran materialistis-darwinisme yang mengatakan bahwa kematian adalah akhir dan hidup sesudah kematian adalah khayal serta kebangkitan adalah suatu mitos, sesungguhnya merupakan suatu ajaran/pemikiran yang berada di luar Tao. Konsep metamorfosa berkenaan dengan Tao dapat dijelaskan pula sebagai berikut.

       Apabila satu ovum (sel telur) terlepas dari ovary (indung telur), maka ia bergerak untuk bertemu dengan sel sperma. Dan bila kedua sel ini bertemu dan menyatu, maka terjadilah suatu proses yang memungkinkan terwujudnya suatu metamorfosa yang luar biasa. Salah satu sel sperma yang berhasil menembus sel telur dengan kepalanya akan membuat kedua sel tersebut menyatu dan membentuk satu sel baru, yaitu “telur yang dibuahi”. Dengan terbentuknya “telur yang dibuahi” ini, maka sel telur dan sel sperma tidak lagi berada dalam kekhasannya masing-masing melainkan keduanya telah “mati” dalam menghasilkan suatu perwujudan yang sama sekali baru. “Matinya kekhasan masing-masing sel” inilah yang menjadi dasar utama bagi terjadinya suatu perwujudan baru dan bagi metamorfosa yang membentuk perwujudan baru tersebut.

       Tanpa mengalami proses ”kematian”, maka sel telur akan tetap sebagai sel telur dan sel sperma pun tetap sebagai sel sperma. Namun apabila kedua sel tersebut mengalami proses “kematian” dalam pertemuan dan penyatuannya, maka keduanya akan memulai suatu “kehidupan”  yang sama sekali baru; keduanya akan mengalami suatu tipe kehidupan yang lebih lengkap yang tidak terbayangkan sama sekali, jika dibandingkan dengan keadaan masing-masing sel tersebut saat sebelum menyatu dan mengalami proses “kematian”.

       Berdasarkan uraian di atas ini maka kita dapat membuat sebuah simpulan sebagai berikut: “Bahwasanya makna kehidupan dari sel sperma terletak dalam pertemuannya dan penyatuannya dengan sel telur, dan makna kehidupan dari sel telur pun terletak dalam pertemuannya dan penyatuannya dengan sel sperma.” Inilah Tao dalam dunia biologis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar