Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Jumat, 14 Februari 2014

TAO TENTANG PENYELAMATAN OLEH ALLAH MELALUI KELAHIRAN, KEMATIAN DAN KEBANGKITAN YESUS (5)



BAGIAN KEEMPAT

Tao dalam kebangkitan Yesus

            Dalam uraian tentang Tao dan metamorfosa  kita ketahui bahwa Tao mengajarkan tentang adanya metamorfosa. Menurut kesaksian Injil, metamorfosa pernah terjadi pada Yesus, sebelum Ia mati disalibkan di Golgota dan dikuburkan oleh Yusuf, orang Arimatea (Matius 27:57 – 60, par.). Metamorfosa yang pernah terjadi pada Yesus itu disaksikan dalam Matius 17:2 yang berbunyi: “Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka; wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang”.  Transkripsi teks bahasa Yunani berbunyi sebagai berikut: kai metemorphōthē emprosthen auton, kai elampsen to prosōpon autou hōs ho hēlios, ta de himatia autou egeneto leuka hōs to phōs. Perhatikan kata yang dicetak dengan huruf tebal, metemorphōthē, dari kata metamorphōmai, artinya “berubah rupa”. Penulis Injil Markus mempergunakan kata yang sama seperti yang terdapat dalam Matius 17:2. Berdasarkan kesaksian teks ini, untuk beberapa saat, Yesus berubah rupa dan pakaian-Nya pun berubah rupa: wajah Yesus bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang. Metamorfosa yang terjadi pada Yesus, dilihat oleh tiga orang murid-Nya yaitu Petrus, Yakobus dan Yohanes. Selain itu, bukan saja terjadi metamorfosa pada Yesus, tetapi juga terjadi penampakan yang dilihat oleh ketiga murid itu, yaitu penampakan Musa dan Elia sedang berbicara dengan Yesus sebagaimana telah diuraikan di atas.


            Lalu, bagaimanakah Tao dalam kebangkitan Yesus? Dalam Yohanes 10:17,18, Yesus (ketika masih hidup) pernah berkata kepada para murid-Nya: “Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku agar menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya dari Aku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah perintah  yang Kuterima dari Bapa-Ku.”

            Perkataan Yesus sebagaimana dikutip di atas ini terpenuhi pada hari ketiga setelah kematian-Nya. Yesus memperoleh kembali nyawa-Nya. Yesus bangkit, bukan saja bangkit dari kubur Yusuf, orang Arimatea, melainkan bangkit dari antara orang mati sebagaimana dirumuskan dalam Pengakuan Iman Rasuli. Ia bangkit dari antara orang mati, setelah selama kematian-Nya, Ia “turun” ke alam maut (Hades). Ia bangkit, tidak saja bangkit dalam arti “rising from the death” dan “come back to life”, melainkan juga bangkit dalam arti “come into being”, yaitu “kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh anugerah dan kebenaran” (Yohanes 1:14). Inilah Tao dalam kebangkitan Yesus: pada hari ketiga setelah Yesus mati dan dikuburkan di kuburan Yusuf, orang Arimatea, Yesus mengalami metamorfosa. Tubuh jasmani Yesus yang terletak sebagai jenazah di liang kubur Yusuf, orang Arimatea itu tidak terlihat dan tidak ditemukan lagi pada hari ketiga. Tubuh jasmani Yesus yang telah menjadi jenazah itu bukannya hilang lantaran dicuri orang, melainkan telah “bangkit”.

            Rasul Paulus menjelaskan tentang kebangkitan tubuh sebagai suatu metamorfosa dalam 1 Korintus 15:35 – 52. Paulus memulai penjelasannya dengan kalimat bermajas interogasi sebagai berikut: “Bagaimanakah orang mati dibangkitkan? Dan dengan tubuh apakah mereka akan datang kembali?” Terhadap kalimat bermajas interogasi ini Paulus  memberikan uraiannya sesuai dengan Tao dan metamorfosa dalam biologi sebagai berikut: “Apa yang engkau sendiri taburkan, tidak akan tumbuh dan hidup, kalau  tidak mati dahulu. Dan yang engkau taburkan bukanlah tubuh tanaman yang akan tumbuh, tetapi biji yang tidak berkulit, umpamanya biji gandum atau biji lain.  Tetapi Allah memberikan kepadanya suatu tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya: Ia memberikan kepada tiap-tiap biji tubuhnya sendiri….”

            Dengan mengemukakan ilustrasi setiap biji tumbuh-tumbuhan mempunyai tubuhnya sendiri-sendiri, Paulus menjelaskan tentang metamorfosa tubuh manusia dan kemuliaannya pada ayat 40: “Ada tubuh surgawi dan ada tubuh duniawi, tetapi kemuliaan tubuh surgawi lain daripada kemuliaan tubuh duniawi.”  Dengan pernyataan ini Paulus menegaskan tentang perihal kematian dan kebangkitan: “Demikianlah pula halnya dengan kebangkitan orang mati. Tubuh yang ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan. Yang ditaburkan dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kemuliaan. Ditaburkan dalam kelemahan, dibangkitkan dalam kekuatan. Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah. …Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang alamiah, demikian pula kita akan memakai rupa dari yang surgawi.” Demikianlah Tao dan metamorfosa rohaniah (surgawi) yang rasul Paulus kemukakan tentang kebangkitan orang mati. Apa yang Paulus katakan: “yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah…; dan memakai rupa dari yang surgawi…”, sesungguhnya tepat seperti kata Yesus kepada orang Saduki yang bertanya tentang kebangkitan. Kata Yesus: “…mereka yang dianggap untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, …. mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan” (Lukas 20:35,36, par.).

            Berdasarkan tinjauan di atas maka tubuh Yesus yang bangkit pada hari ketiga setelah Ia mati disalibkan dan di kuburkan di kuburan Yusuf, orang Arimatea, niscaya bukan tubuh alamiah (tubuh duniawi), melainkan tubuh rohaniah atau tubuh surgawi  yang diberikan oleh Allah.

Catatan antara (bagian pertama)

            Adji A. Sutama—dalam bukunya Yesus Tidak Bangkit? Menyingkap Rekayasa Yesus Historis dan Makam Talpiot—menjelaskan tentang “tubuh Yesus-kebangkitan” pada halaman 166 – 170. Begini, penjelasan Adji A. Sutama:

  1. Tubuh-Kebangkitan – Paradoks Positif
1.      Tubuh-Kebangkitan yang Jasmaniah sekaligus Rohaniah

a.       Tubuh-kebangkitan yang Jasmaniah
Tubuh Yesus-kebangkitan adalah tubuh jasmani atau jasmaniah. Hal ini lebih ditekankan atau lebih tampak misalnya dalam kisah Yesus makan ikan goring (Luk. 24:42) dan dalam kisah perjumpaan Yesus dengan para murid-Nya saat Ia mengatakan, “Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan Lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku” (Luk. 24:39; Yoh. 20:20), dan kepada Tomas, “Taruhlah jarimu di sini dan Lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah” (Yoh. 20:27).
  
b.      Tubuh-kebangkitan yang Rohani
Tubuh Yesus-kebangkitan adalah tubuh rohani atau rohaniah. Hal ini lebih ditekankan atau lebih tampak misalnya dalam hal penampakan Yesus secara tiba-tiba, sebagaimana Ia pun dapat menghilang tiba-tiba (Luk. 24:31,36; Yoh. 20:19,26).

Paulus juga menjelaskan, “Yang ditabur adalah tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah. Jika ada tubuh alamiah, maka ada pula tubuh rohaniah” (1 Kor. 15:44). Dalam hal ini, tubuh rohaniah dibedakan dari tubuh alamiah. Dengan perkataan lain, tubuh rohaniah tampaknya tidak dipertentangkan dengan tubuh jasmaniah. Mungkin karena di dalam istilah “tubuh” sudah ada pengandaian jasmaniah.  Atau, tubuh selalu bersifat jasmaniah. Demikian pula, metafora “dibangkitkan” (harafiah: dibangunkan) juga mengandaikan kebangkitan badan (band. 2 Mak. 7:14).  Gambaran harafiah “dibangunkan” adalah orang yang dibangunkan dari keadaan tidur atau berbaring. Jadi, “orang mati yang dibangkitkan” berarti orang yang secara tubuh (jasmaniah) dibangunkan (bnd. Dan. 12:2, 13).

Perbedaan dasar antara tubuh rohaniah dan tubuh alamiah tampaknya terdapat pada sifat kefanaannya (mortalitas). Tubuh rohaniah bersifat immortal atau tidak dapat mati lagi. Sedangkan tubuh alamiah bersifat fana atau dapat mati. Kefanaan inilah yang tampaknya ingin ditekankan Paulus dalam frase daging dan darah, “Saudara-saudara, inilah yang hendak kukatakan kepadamu, yaitu bahwa daging dan darah tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah dan bahwa yang binasa tidak mendapat bagian dalam apa yang tidak binasa (1 Kor. 15:50). Tubuh alamiah binasa, sedangkan tubuh rohaniah tidak binasa. Jadi, frase “daging dan darah” dalam konteks ini tidak dapat dipertentangkan dengan ide tubuh jasmaniah. Dalam konteks ini, Paulus ingin menekankan bahwa tubuh alamiah akan binasa.
         
2.      Tubuh-Kebangkitan yang Sinambung sekaligus Tak-sinambung

a.       Tubuh-kebangkitan yang Sinambung (kontinu)
Hal ini lebih ditekankan atau lebih tampak misalnya dalam hal Yesus makan ikan goring; penunjukan ke tangan, kaki dan lambung-Nya;  serta penegasan perihal “daging dan tulang”-Nya (Luk. 24:39, 43; Yoh. 20:20, 27).

Ada hal yang sinambung antara tubuh Yesus sebelum kematian-Nya dan tubuh Yesus sesudah kebangkitan-Nya, sehingga para murid dapat mengenali Yesus-kebangkitan (Mat. 28:9, 17; Luk. 24:36-41; Yoh. 20:20, 24-31).

b.      Tubuh-kebangkitan yang Tak-sinambung (diskontinu)
Hal ini lebih ditekankan misalnya dalam hal penampakan Yesus yang tidak langsung dikenali oleh para murid-Nya sendiri (Yoh. 20:15; 21:4; Mat. 28:17; Luk. 24:16) dan juga dalam penampakan Yesus secara tiba-tiba, sebagaimana Ia pun dapat menghilang tiba-tiba (Luk. 24:31, 36; Yoh. 20:19, 26).

Dalam uraian di atas, saya sengaja menggunakan ungkapan “lebih ditekankan” atau “lebih tampak”. Tujuannya supaya dipahami bahwa semua paradoks itu – jasmaniah sekaligus rohaniah; sinambung sekaligus tidak sinambung – atau “sama sekaligus berbeda” sebaiknya dibiarkan saja atau diterima apa adanya.

Jika kita perhatikan bahwa semua itu terdapat di dalam teks PB, tampaknya semua itu memang sengaja dibiarkan “apa adanya” oleh jemaat awal. Mereka tampaknya tidak bermaksud untuk “menyelesaikan” paradoks itu, misalnya dengan menyingkirkan salah satu segi supaya tampak lebih logis atau lebih mudah dipahami dengan rasio. Bagi orang moderen dengan rasionalitas dalam oposisi biner: “ini yang benar atau itu yang benar” dan “tidak mungkin keduanya benar sekaligus”, paradoks itu mungkin sulit diterima. Apa boleh buat kalau memang sulit diterima oleh rasionalitas moderen. Namun, sebaiknya apa yang sulit diterima rasio moderen tidak ditolak begitu saja, apalagi dengan kesimpulan melompat bahwa semua hal itu menunjukkan kebohongan atau ketidakhistorisan kebangkitan Yesus. Biarlah paradoks tetap menjadi paradoks.


            B.   Tubuh-Kebangkitan – Paradoks Negatif
                 1. Tubuh-Kebangkitan Bukan Tubuh Jasmaniah

  Oleh karena tubuh-kebangkitan adalah tubuh rohaniah, istilah “jasmaniah” untuk tubuh-kebangkitan kurang tepat. Tubuh-kebangkitan tidak lagi sepenuhnya tepat bila diungkapkan dengan istilah jasmaniah, sebagaimana  yang kita kenal dalam bahasa sehari-hari.
     
  Jika kita perhatikan bahwa tubuh-kebangkitan yang jasmaniah itu parallel         dengan tubuh-kebangkitan yang sinambung (1a dan 2a), pemaknaan dari “jasmaniah” terkait dengan “sinambung”. Namun, apabila dihubungkan dengan tubuh-kebangkitan yang rohani yang parallel dengan tubuh-kebangkitan yang tak-sinambung (1b dan 2b), istilah jasmaniah menjadi kurang tepat dan perlu ditulis “jasmaniah” (dalam tanda petik). Singkatnya, tubuh-kebangkitan bukan tubuh jasmaniah seperti yang kita kenal saat ini.

 Mungkin pembaca akan bertanya: “Jika kurang tepat, mengapa istilah jasmaniah masih digunakan di atas?” Jawabnya: Terpaksa digunakan sebab bahasa kita terbatas. Istilah itu berguna sebagai titik berangkat pemahaman. Istilah itu berguna sebagai prapaham atau bahan perbandingan. Jika pemahamannya sudah diraih, istilah itu sebaiknya ditulis dalam tanda petik (“jasmaniah”).

2. Tubuh-kebangkitan Bukan Tubuh Rohaniah
    
  Demikian pula halnya dengan istilah rohaniah, yang berakar pada kata roh.          Dalam bahasa sehari-hari, kita biasanya menggunakan istilah ini dalam pertentangannya dengan tubuh. Sedemikian rupa pertentangan keduanya sehingga ada tubuh dan ada roh. Hal ini tidak berlaku pada tubuh-kebangkitan.
 
  Jika kita perhatikan bahwa tubuh-kebangkitan yang rohaniah itu parallel dengan tubuh-kebangkitan yang tak-sinambung (1b dan 2b), pemaknaan dari “rohaniah” terkait dengan “tak-sinambung”. Namun, apabila dihubungkan dengan tubuh-kebangkitan yang jasmaniah yang parallel dengan tubuh-kebangkitan yang sinambung (1a dan 2a), istilah rohaniah menjadi kurang tepat dan perlu ditulis “rohaniah”. Singkatnya, tubuh-kebangkitan bukan tubuh rohaniah seperti yang kita kenal saat ini.

  Tanda petik pada istilah “jasmaniah” maupun “rohaniah” berguna untuk mengungkapkan bahwa bahasa atau definisi kita tidak cukup untuk mengungkapkan makna tubuh-kebangkitan yang paradoks: tubuh sekaligus roh sekaligus utuh.

  Sampai di sini kita dapat kembali ke langkah pertama namun dengan tanda petik. Tubuh-kebangkitan adalah tubuh yang “jasmaniah” sekaligus “rohaniah.

 Demikianlah pandangan Adji A. Sutama tentang tubuh-kebangkitan Yesus dalam bukunya, Yesus Tidak Bangkit? Menyingkap Rekayasa Yesus Historis dan Makam Talpiot.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar