Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Kamis, 22 Februari 2018

Tentang Mukjizat Dan Pengalaman Spiritual: Tanggapan Terhadap Ioanes Rakhmat Bagian Ketiga Alfa




Oleh: A.G. Hadzarmawit Netti


Catatan pengantar
Tentang mukjizat dalam kitab-kitab suci, Ioanes Rakhmat mengatakan sebagai berikut: “Semua kisah mukjizat dalam kitab-kitab suci adalah kisah-kisah imajiner yang disusun post actum atau post eventum, disusun jauh sesudah fakta atau kejadian yang sebenarnya yang tidak sensasional, dengan tujuan-tujuan apologetik keagamaan atau tujuan-tujuan propaganda politis keagamaan, bukan tujuan-tujuan melapurkan fakta-fakta sejarah apa adanya (2013:44). “Jadi, kalau bagi para penulis kitab-kitab suci kuno suatu mukjizat adalah sebuah realitas faktual (tentu saja, realitas faktual yang ada hanya dalam imajinasi subjektif mereka!) yang terjadi karena Allah bebas melakukannya kendatipun sang Allah ini harus melanggar hukum-hukum alam yang sudah ditetapkannya, maka bagi kita yang hidup dalam zaman di mana sains modern menjelaskan segala sesuatu yang terdapat dalam dunia material, kisah-kisah tentang mukjizat dalam kitab-kitab suci adalah fiksi. The story world kisah-kisah ini fiktif, meskipun kisah-kisah ini dikarang untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan historis kontekstual si pengarangnya dan komunitas keagamaannya pada zamannya di tempatnya sendiri” (2013:45). Dan pada halaman 47 buku tersebut, Ioanes Rakhmat membuat simpulan: “Jadi, menurut hukum-hukum sains, mukjizat sama sekali tak dimungkinkan terjadi.”
 
Tentang mukjizat
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, cetakan pertama, edisi ke-4, hal.936), mukjizat diartikan sebagai “kejadian (peristiwa) ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia”. Dalam The Lexicon Webster Dictionary, Vol. I, 1978, hal. 609), “miracle” (mukjizat) adalah “a wonder” (suatu keajaiban; suatu keheranan); “a marvelous thing” (sesuatu [hal] yang menakjubkan); “something which seems to go beyond the known laws of nature and is held to be the act of a supernatural being” (sesuatu yang kelihatannya melampaui hukum alam yang diketahui dan dianggap merupakan perbuatan makhluk supernatural); “a supernatural event” (suatu kejadian [peristiwa] supernatural). Lihat juga, Chambers Twentieth Century Dictionary (1972:836). Dengan mengutip arti mukjizat dan “miracle” dari tiga kamus sebagaimana disebutkan di atas ini, saya ingin menyaksikan tentang  beberapa pengalaman realitas faktual saya sebagai berikut.

Pertama, pada tahun 1964 di Kecamatan Rote Timur, di kampung O’oli, saya menyaksikan suatu peristiwa yang mengherankan. Pada waktu itu, bapa Manekale (ayah Jakob Run, sahabat saya), meninggal dunia. Sementara semua famili berkumpul di rumah duka, dan melek-melekan pada malam pertama di bawah tenda yang terbuat dari daun nyiur,  tiba-tiba seorang pria berusia sekitar 45 tahun [bernama Soleman Kai] terangkat naik menembus tenda ke angkasa seraya berteriak-teriak seolah-olah mengejar sesuatu. Semua orang berhamburan keluar tenda untuk menyaksikan pria yang dilarikan di angkasa itu, namun ia telah menjauh. Hanya suaranya saja yang sayup-sayup terdengar, kemudian senyap. Semua famili di rumah duka dan yang di bawah tenda dicengkam perasaan heran sambil bertanya-tanya: apa gerangan yang telah terjadi dengan pria yang tiba-tiba dilarikan secara ajaib itu. Berselang sekitar lima belas menit kemudian, suara pria yang dilarikan tersebut kembali terdengar di angkasa dari arah barat, dan  mendekat ke atas tenda. Kami semua bergegas keluar untuk menyaksikan pria tersebut, dan tiba-tiba pria itu diturunkan di atas tenda, langsung ke bawah, persis di tempat duduknya semula. Orang-orang mengerumuni pria tersebut. Semua senyap, membisu. Akan tetapi selang beberapa saat kemudian pria itu mulai berkata dalam dialek subetnis Rote Ringgou: “Besi naa lahenda mamatesa somanena mai nala au fo natudu papa Manekalea somanena madae leleona”. Terjemahan harafiahnya: “Tadi, nyawa  orang-orang yang sudah mati  datang jemput saya untuk tunjukkan  bapa Manekale punya nyawa punya tempat…..”  

Apakah kejadian yang disebutkan di atas ini tergolong mukjizat atau miracle (supernatural event)? Seorang pria tiba-tiba terangkat ke angkasa, lalu dilarikan oleh nyawa orang-orang yang sudah mati ke suatu tempat lain yang jauh, setelah itu pria itu dilarikan kembali dan diturunkan di tempat semula! Kejadian itu sungguh mengajaibkan! Sungguh marvelous! Saya adalah saksi mata atas peristiwa ajaib tersebut, karena ketika menjadi guru (Kepala SMP Trikora Papela, Kecamatan Rote Timur), saya tinggal di rumah bapa Manekale yang meninggal dunia itu.

Pada waktu itu, kejadian tersebut mengingatkan saya pada kisah yang tertulis dalam Kisah Para Rasul 8:39: “Dan setelah mereka keluar dari air, Roh Tuhan tiba-tiba melarikan Filipus dan sida-sida itu tidak melihatnya lagi…”   Saya sangat yakin, kesaksian yang tertulis dalam Kisah Para Rasul 8:39 itu bukan fiksi, bukan kisah imajiner, melainkan realitas faktual yang dikisahkan! Sebab, jikalau roh penguasa kegelapan, atau nyawa orang-orang yang sudah mati bisa melarikan orang kemudian mengantarnya kembali ke tempat semula seperti dikisahkan di atas, maka Kuasa Roh TUHAN niscaya lebih perkasa!  Kejadian itu pun mengingatkan saya akan kesaksian Kisah Para Rasul 1:9 tentang Yesus: “Sesudah Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka.” Kesaksian ini bukan fiksi, bukan kisah imajiner, melainkan realitas faktual yang dikisahkan!

Kedua, pada tahun 1964 dan 1965 saya masih tetap tinggal  di rumah bapa Manekale (almarhum) di kampung O’oli, Kecamatan Rote Timur. Pada waktu itu, pencurian ternak, dan buah-buahan (pisang, kelapa, pinang, sirih, sukun, nangka) sangat sulit diatasi. Ada satu kebun buah-buahan yang luas, kira-kira 1000 m², mamar Ni’ioen (begitu nama kebun itu), milik beberapa warga kampung. Bertahun-tahun mereka tidak bisa menikmati hasil kebun buah-buahan tersebut karena pencuri merajalela pada waktu siang maupun malam. Saya mengajak para pemilik kebun untuk “memagari kebun mereka dengan telapak kaki sendiri”. Saya katakan kepada mereka: “Pagar yang paling sakti untuk melindungi kebun, sehingga pencuri takut memasuki kebun untuk mencuri, adalah telapak kaki sendiri!” Mereka merasa heran, dan tidak yakin. Tetapi saya meyakinkan mereka, dan akhirnya mereka sepakat untuk bersama-sama dengan saya, memagari kebun seluas itu dengan telapak kaki sendiri. Kami berjalan mulai dari sisi pintu pagar kebun sebelah kanan, saya di depan dan mereka berjalan beriring-iringan mengikuti saya untuk  mengitari kebun seluas lebih kurang 1000 m² itu sampai pada finisnya di sisi pintu pagar kebun sebelah kiri. Kemudian, pintu pagar saya tutup dengan seutas tali fepak terbuat dari irisan tangkai daun lontar, yang diikat pada tiang pintu pagar sebelah kanan dan kiri.

Sesuai kesepakatan, tali pintu pagar itu akan dibuka dua kali dalam seminggu, yaitu pada setiap hari Senin dan Kamis, agar para pemilik kebun dapat masuk untuk memanen hasil kebun. Dan ternyata mereka sangat takjub! Selama dua tahun saya tinggal di kampung itu, pencuri tidak berani memasuki kebun buah-buahan itu untuk mencuri hasilnya! Peristiwa ini pasti dapat diklaim oleh Ioanes Rakhmat sebagai sebuah keberhasilan sugesti. Tetapi pertanyaannya ialah: kalau para pemilik kebun termakan sugesti, dapatkah pengaruh sugesti itu berlaku pula secara massal terhadap orang-orang pencuri, dan penduduk empat kampung yang berada di sekitar lokasi kebun itu? Saya, sebagai tokoh utama berkenaan dengan peristiwa tersebut, merasakan dan mengakui, bahwa peristiwa tersebut berasal dari suatu supernatural power, dan saya hanyalah perantara bagi tersalurnya supernatural power yang menimbulkan miracle, keajaiban, yang dialami dan dirasakan oleh banyak orang pemilik kebun dan warga masyarakat kampung sekitarnya!

Ketiga, pada bulan Juli 1965, sebuah perahu layar milik seorang saudagar di Papela, Kecamatan Rote Timur, yang dinakhodai juragan bernama Aitio, tenggelam diperairan tanjung Mondo di Pulau Usu, ujung timur Pulau Rote, setelah menyeberangi selat Pukuafu pada waktu malam. Istri seorang saudagar bernama Ahmad Djailani dan dua putrinya tewas, dan jasad mereka dapat ditemukan dalam pencarian pada keesokan harinya. Tetapi seorang anak perempuan bapak Muhammad Azhari, tidak berhasil ditemukan, sekalipun belasan  nelayan telah melakukan pencarian selama tiga hari. Mereka bertekad terus melakukan pencarian pada hari berikutnya. Pada malam harinya, ketika melek-melekan di rumah Muhammad Azhari, saya minta kepada seorang nelayan untuk membuat sketsa lokasi perairan tempat perahu layar itu tenggelam. Setelah mengamati sketsa tersebut, saya langsung menentukan posisi di mana jasad anak perempuan Muhammad Azhari yang tenggelam itu dapat ditemukan.  

Pada pencarian hari keempat, saya ikut dalam rombongan pencari yang mempergunakan dua perahu. Ketika tiba di lokasi perairan terjadinya musibah, saya arahkan para nelayan ke sebuah tebing karang yang terjal di bagian barat lokasi musibah. Setelah mendekati tebing karang yang terjal, kira-kira tiga puluh meter, saya suruh mereka menyelam ke dasar laut dekat tepi tebing karang. Setelah melakuan penyelaman beberapa menit, mereka melapurkan bahwa yang ada di dasar laut hanyalah rumput laut yang mereka sebut enggak. Lalu saya anjurkan kepada mereka untuk menyibak rumput-rumput laut itu, karena saya katakan bahwa jasad korban tertimbun di bawah rumput laut.  Mereka lakukan seperti apa yang saya anjurkan, dan mereka berhasil menemukan jasad korban di bawah timbunan rumput laut.

Jikalau peristiwa yang dikisahkan di atas ini bukan mukjizat, bukan miracle, setidak-tidaknya ajaib, marvel (hal yang menakjubkan), sebab mereka bertanya-tanya keheranan: bagaimana saya bisa menetapkan secara tepat lokasi penemuan jasad korban. Saya yakin bahwa ada peranan supernatural power melalui diri saya sebagai perantara  untuk memberikan sedikit penghiburan bagi orang tua dan keluarga yang berduka lantaran musibah tersebut.

Keempat, masih pada tahun 1965, ada seorang janda yang biasa dipanggil mama Daeng, berusia sekitar 58 tahun  tinggal di Papela, Kecamatan Rote Timur. Janda itu memiliki seorang anak laki-laki bernama Daeng, berusia 26 tahun. Anak muda itu menderita penyakit ayan (epilepsi) sejak berusia tujuh tahun. Dalam sehari ia bisa jatuh pingsan dan kejang-kejang sampai lima, atau enam kali. Karena penyakit itu, ia tidak dapat bekerja apapun juga. Itulah yang membuat ibunya sangat sedih.

Pada suatu hari, mama Daeng meminta tolong pada saya, sambil menangis terisak-isak, agar sekiranya bisa, saya menyembuhkan anaknya yang menderita epilepsi berat itu. Hati saya pun tergerak dan merasa kasihan. Akhirnya, suara hati saya membisikkan sesuatu untuk saya katakan kepada ibu janda itu: “Mama, anak mama, Daeng, bisa sembuh hanya dalam tempo tiga hari. Mulai besok pagi, sebelum matahari terbit, Daeng harus datang di rumah saya untuk minum obat. Daeng harus minum obat berturut-turut selama tiga pagi sebelum matahari terbit. Dan, Daeng pasti sembuh. Daeng pasti sembuh. Daeng pasti sembuh.”

Keesokan harinya, sebelum fajar merekah di ufuk timur, Daeng datang ke rumah saya. Kepadanya saya berikan segelas air dingin yang telah dicampuri sedikit garam dapur, seraya menyuruhnya minum. Saya katakan kepadanya: “Daeng, kaupasti sembuh! Kaupasti sembuh! Kaupasti sembuh. Besok, datang lagi untuk minum obat; dan lusa, datang lagi. Cukup tiga kali minum saja, kau pasti sembuh dan bebas dari penyakit yang telah menyusahkan engkau, dan ibumu, bertahun-tahun.” Lalu, apa yang terjadi selanjutnya? Daeng sembuh total dari penyakit epilepsi. Ia dapat beraktivitas sebagai nelayan tanpa mengalami gangguan epilepsi, sampai ia meninggal dunia secara normal pada tahun 1980-an.

Daeng yang sembuh dari penyakit ayan yang dideritanya hampir dua puluh tahun sebagaimana disaksikan di atas ini, mengingatkan saya akan kisah Yesus menyembuhkan seorang anak muda yang sakit ayan (Matius 17:14-18). Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa penulis Injil Matius tidak mengisahkan sebuah fiksi, atau kisah imajiner, melainkan ia menuliskan sebuah realitas faktual!  Apabila saya, seorang anak manusia yang berdosa dan bersahaja, bisa menyembuhkan Daeng yang menderita epilepsi berat di Papela, Kecamatan Rote Timur pada tahun 1965, maka Yesus yang saya imani sebagai Juruselamat, dan Kurios niscaya sangat-sangat luar biasa power-Nya untuk menyembuhkan penyakit apa saja!

Kelima, masih dalam tahun 1965, di Papela, Kecamatan Rote Timur, ada seorang laki-laki tua bernama Ua’ Saleman. Anak perempuannya bernama Bugis, mengalami suatu penyakit yang aneh. Terasa seperti ada suatu benda seperti jarum yang menusuk-nusuk dari kedua telapak kakinya, kemudian,  perlahan-lahan tusukan itu bergerak dari telapak kaki ke betis, dari betis ke paha, dari paha ke organ perut, dari organ perut terus ke organ dada, dari dada ke leher, dari leher ke kepala,  kemudian tusukan itu  terasa keluar dari  melalui ubun-ubun. Ketika  tusukan itu terjadi mulai dari telapak kaki sampai keluar dari ubun-ubun, Bugis mengalami rasa sakit yang luar biasa, sehingga ia mengerang dan berteriak-teriak minta tolong. Berselang beberapa jam kemudian, tusukan seperti jarum dan terasa sangat menyakitkan itu terulang kembali, mulai dari ubun-ubun, kemudian ke leher, ke organ dada, ke organ perut, ke paha, ke betis, kemudian ke telapak kaki, dan terasa keluar dari telapak kaki. Selama penyakit aneh itu terjadi dan berlangsung seperti itu, Bugis senantiasa mengerang kesakitan, dan berteriak-teriak minta tolong. Sudah hampir sebulan Bugis menderita penyakit aneh itu, sehingga sangat menggelisahkan orang tua dan familinya. Kata orang, Bugis disihir oleh seorang laki-laki asal Makassar, lantaran pinangannya ditolak oleh orang tua dan keluarga Bugis, padahal laki-laki itu telah memberikan banyak oleh-oleh.

Upaya pengobatan dari mantri kesehatan satu-satunya di Kecamatan Rote Timur, yaitu mantri Poyk, telah dimintakan, namun mantri Poyk tidak bisa berbuat apa-apa, sebab ia sendiri merasa heran dengan gejala penyakit aneh yang diderita Bugis.  Orang tua dan famili beralih ke dukun setempat yang  mengandalkan mantra-mantra. Ada tiga orang dalam masyarakat muslim di Papela pada waktu itu, yang terkenal sebagai dukun pengusir bala (malapetaka) dan penyembuh penyakit karena santet. Ketiga dukun itu bertekun dan saling mendukung dalam upaya menyembuhkan penyakit aneh yang diderita oleh Bugis. Namun setelah memasuki minggu keempat, ketiga orang dukun terkenal itu menyerah. Bugis terus mengerang kesakitan siang dan malam, serta orang tua dan famili semakin gelisah dan panik.

Pada suatu hari, Ua’ Saleman datang menemui saya. Ia menceritakan ihwal penyakit yang dialami anaknya, seraya memohon bantuan saya untuk menyembuhkan  anaknya. Saya merasakan ada sesuatu yang menggerakkan suara hati saya, lalu saya berkata kepada Ua’ Saleman: “Iya, bapa Ua’. Jikalau Tuhan berkenan pakai saya sebagai perantara untuk menyembuhkan anak bapa, besok siang, pas matahari di atas kepala (kira-kira jam 12 siang), saya datang ke rumah bapa. Katakan kepada semua famili untuk hadir.” Ua’ Saleman berkata: “Terima kasih  pak guru. Terima kasih. Insya Allah…, saya yakin Tuhan pakai pak guru untuk menyembuhkan anak saya.”  

Keesokan harinya, pas matahari di atas kepala (kira-kira jam 12 siang), saya tiba di rumah Ua’ Saleman. Semua famili sudah berkumpul, sekitar belasan orang. Tiba-tiba terdengar suara rintihan dan teriakan Bugis, karena rasa sakit tertusuk-tusuk seperti jarum yang dialaminya kumat. Menurut Ua’ Saleman, siang dan malam, Bugis terserang penyakit aneh itu lebih dari sepuluh kali, sehingga mereka hampir-hampir tidak bisa tidur. Dan sampai siang itu, Bugis sudah tiga kali  terserang sakit. Saya dan orang tua Bugis serta beberapa anggota famili masuk ke kamar, di mana Bugis terbaring dan mengerang kesakitan.  Semua diam membisu, kecuali Bugis yang masih terus mengerang kesakitan dan berteriak-teriak. Setelah hilang rasa sakit tertusuk-tusuk, dan Bugis terbaring tenang, saya berkata kepada orang tua serta famili yang ada di situ, sesuai dengan suatu kepastian yang timbul di hati saya: “Mulai siang hari ini sampai malam, dan terus sampai dini hari, Bugis akan tidur dalam keadaan tenang. Penyakit yang dialaminya tidak akan meggaggunya sampai dini hari. Dan ketika menjelang fajar terbit di timur, barulah Bugis akan mengalami lagi penyakit itu. Namun itu merupakan serangan yang terakhir. Dan setelah itu, penyakit itu akan pergi untuk selama-lamanya!” Orang tua dan semua famili serentak mengatakan: “Insya Allah…!” Selesai mereka berkata demikian, saya meletakkan telapak tangan kanan saya di ubun-ubun  Bugis, setelah itu, pada kedua telapak kakinya…  Cut!

Apa yang saya katakan di atas terbukti! Mulai keesokan harinya, Bugis mengalami kesembuhan total. Penyakit aneh yang dialaminya pergi untuk selamanya. Bugis kemudian dinikahi seorang pria asal Butung bernama Muhammad Lamaraji. Apakah penyembuhan penyakit aneh yang saya lakukan sebagaimana dikisahkan di atas ini bukan mukjizat, bukan miracle? Apakah penyembuhan penyakit yang dikisahkan di atas ini semata-mata lantaran pengaruh sugesti? Saya sebagai tokoh utama dalam kejadian penyembuhan yang dikisahkan di atas ini yakin seyakin-yakinnya akan supernatural power yang bertindak melalui diri saya, sehingga terjadi kesembuhan atas diri Bugis dengan cara yang ajaib, miraculous.

Keenam, Pada tahun 1967 terjadi ketegangan antara umat Islam dan Kristen di tanah air (Indonesia). Terjadi pengrusakan gereja-gereja di Makassar, dan dampaknya sampai di dusun Papela (pada waktu itu) yang seratus persen warganya beragama Islam. Suatu peristiwa yang sangat unik dan mencengangkan terjadi ketika maulid Nabi Muhammad saw dirayakan di halaman depan Masjid Papela. Tamu-tamu nonmuslim yang diundang untuk menghadiri acara tersebut yaitu: Pendeta Kristen dari denominasi Gereja Masehi Injili di Timor (Pendeta B. J. Jakob), tokoh-tokoh masyarakat beragama Kristen, dan guru-guru serta pegawai kantor kecamatan yang beragama Kristen, dan Kepala Pemerintahan Kecamatan Rote Timur (Bapak Camat John. Ch. Tokoh).

Terlampir bersama surat undangan, acara perayaan maulid Nabi Muhammad saw yang disusun sebagai berikut: (1) berkasidah, yang dilakukan oleh sekelompok muslimin; (2) Kata Sambutan Ketua Panitia Hari Raya Besar Islam Papela, Kecamatan Rote Timur (Bapak Lolin Tata); (3) Kata Sambutan Imam Masjid Papela (Bapak Haji Muhammad Azhari); (4) Kata Sambutan Pendeta  B.J. Jakob, yang mewakili umat Kristen di Kecamatan Rote Timur; dan terakhir (5) Kata Sambutan Bapak Camat Rote Timur (John Ch. Tokoh); (6) Acara Istirahat. Yang menjadi pewara (pembawa acara dalam upacara) maulid Nabi pada malam itu, yakni Laing Abdurrachman (muslim) seorang guru SD Negeri di Papela.

Hal unik yang terjadi pada waktu acara maulid Nabi Muhammad saw diselenggarakan, yaitu penghinaan terhadap Yesus yang diimani sebagai Tuhan dan Juruselamat oleh umat Kristen, yang dikemukakan panjang-lebar oleh Ketua Panitia Hari Raya Besar Islam Papela, Kecamatan Rote Timur (Bapak Lolin Tata). Ketika kata-kata penghinaan terhadap Yesus diucapkan secara berapi-api dari mimbar, tiba-tiba saya merasa seperti ada suatu tenaga yang sangat kuat mengguncang seluruh tubuh saya. Tubuh saya, dan kursi yang saya duduki rasanya hendak dipentalkan oleh guncangan yang begitu kuatnya. Rekan-rekan guru yang duduk di samping kanan dan kiri saya berusaha menahan kursi dan tubuh saya yang berguncang agar jangan sampai terpental. Mereka heran dan bertanya-tanya: apa gerangan yang sedang terjadi atas diri saya. Sementara itu, kata-kata penghinaan terhahap Yesus masih terus dilontarkan. Tiba-tiba terdengar suara berucap dalam hati saya, dengan menyebut nama lengkap saya, begini: “Almodat Godlief Hadzarmawit Netti! Bersiaplah untuk melakukan pembelaan iman terhadap Yesus, Tuhan dan Juruselamat, yang telah dinista dan dihina itu…!” Mendengar suara dalam hati saya seperti itu, secara spontan saya berkata dalam hati: “Tuhan.., hamba rela untuk dirajam, atau mati dipanah dengan panah ikan pada malam ini, apabila ada kesempatan untuk hamba bersaksi…!” Tiba-tiba, guncangan yang terjadi pada tubuh saya pun hilang, dan saya mengalami suatu ketenangan batin yang sangat lain dari biasanya.

Setelah Ketua Panitia Hari Raya Besar Islam Papela (Bapak Lolin Tata) selesai memberikan kata sambutan dan turun dari mimbar, pewara (Laing Abdurrachman) mempersilakan Bapak Imam Masjid Papela (Haji Muhammad Azhari) untuk menyampaikan kata sambutan kedua. Suasana di bawah tenda perayaan maulid Nabi di halaman depan Masjid Papela, terasa kurang nyaman dan sangat kurang bersahabat pada malam itu. Camat Rote Timur, John Ch. Tokoh, terlihat tunduk lesu, kurang bersemangat. Begitu pula dengan Pendeta B.J. Jakob, tokoh-tokoh masyarakat, guru-guru dan pegawai kantor kecamatan yang beragama kristen, semuanya sepertinya tak bergairah lagi untuk terus berada di bawah tenda upacara perayaan maulid Nabi.

Imam Masjid Papela (Haji Muhammad Azhari) tidak banyak memberikan-kata-kata sambutan. Hanya sekitar empat atau lima menit saja ia berbicara di atas mimbar. Setelah turun dari mimbar, kata sambutan ketiga, sesuai dengan yang tertulis dalam acara, seharusnya dari Pendeta B.J. Jakob, mewakili umat Kristen di Kecamatan Rote Timur. Namun, ketika pewara (Laing Abdurrachman) membaca acara selanjutnya, mata acara kata sambutan ketiga dari Pendeta B.J. Jakob dilangkaui. Pewara  mempersilakan Bapak Camat Rote Timur memberikan kata sambutan. Semua undangan kaget dan bertanya-tanya keheranan: mengapa kata sambutan dari Pendeta B.J. Jakob dilangkaui? Sebab sesuai formalitas, pemberian kata sambutan yang terakhir dalam suatu upacara adalah dari pemerintah; sehingga dengan demikian berarti kata sambutan dari Pendeta B.J. Jakob telah ditiadakan atau dibatalkan oleh panitia hari raya secara mendadak.

Ketika bangun dari kursi dan berjalan menuju mimbar untuk menyampaikan kata sambutan, Camat Rote Timur, Bapak John Ch. Tokoh tampak tidak bersemangat. Dan ternyata nada kata sambutannya pun tidak bersemangat. Sebagai pemerintah, ia hanya meminta dan mengharapkan agar umat beragama di Kecamatan Rote Timur bisa hidup saling berdampingan dengan aman dan damai, saling menjaga kerukunan; dan jangan terprovokasi oleh kejadian-kejadian di daerah lain. Kata sambutan Camat Rote Timur pun tidak panjang, hanya sekitar lima atau enam menit saja. Pada saat Camat turun dari mimbar dan menuju ke tempat duduknya, semua orang beranggapan bahwa acara resmi telah selesai, sehingga acara selanjutnya adalah acara istirahat. Akan tetapi kenyataannya lain, sekaligus mencengangkan semua orang yang menghadiri acara maulid Nabi pada malam itu.

Setelah Camat Rote Timur duduk di kursinya yang bersampingan dengan Pendeta B.J. Jakob, dan Imam Masjid Papela (Haji Muhammad Azhari), pewara (Laing Abdurrachman) membaca acara yang dipegangnya sebagai berikut: “Acara selanjutnya, yaitu  kata sambutan terakhir, kami minta kesediaan Bapak A. G. Hadzarmawit Netti untuk menyampaikan kata sambutan mewakili umat Kristen di Kecamatan Rote Timur. Kepada Bapak, kami persilakan.” Mendengar pewara membacakan acara demikian, semua undangan terperanjat. Camat Rote Timur (John Ch. Tokoh) dan Pendeta B. J. Jakob juga kelihatan terperanjat, karena dalam acara sama sekali tidak tercantum seperti yang dibacakan oleh pewara (Laing Abdurrachman). Namun saya lihat, Camat John Ch. Tokoh dan Pendeta B.J. Jakob saling memandang dan menganggukkan kepala.

Pada saat itu, saya merasakan ada suatu supernatural power memenuhi dan menguasai diri saya. Dan supernatural power itu  tidak lain dan tidak bukan: Kuasa Roh ALLAH sendiri! Ketika saya berdiri dan melangkah menuju mimbar, di depan Camat Rote Timur (John Ch. Tokoh) dan Pendeta B.J. Jakob, saya memberi hormat dengan cara mengangguk, dan keduanya pun mengangguk;   kemudian saya naik ke mimbar untuk menyampaikan kata-kata sambutan. Suasana sekeliling tiba-tiba senyap…

Setelah mengucapkan terima kasih kepada panitia yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk memberikan kata sambutan, dan juga setelah mengucapkan penghormatan saya kepada Bapak Camat Rote Timur, dan Pendeta B.J. Jakob, serta Imam Masjid Papela, saya berkata kepada para undangan dan hadirin: “Assalamualaikum” (keselamatan untukmu); dan  “Rahimakumulah” (semoga Allah Swt memberikan belas kasihan kepada kamu sekalian). Demikianlah dua kata sapaan pendahuluan yang saya ucapkan di atas mimbar pada waktu itu. Dan para undangan pun bertepuk tangan. Setelah itu apa yang terjadi…? 

Saya mulai menguraikan dan menyaksikan tentang  kebesaran dan kemuliaan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat yang diimani oleh umat Kristen! Pada awal sampai pertengahan sambutan, saya tidak menjelaskan kebesaran dan kemuliaan Yesus menurut Injil  (kitab Perjanjian Baru), melainkan menurut kesaksian Alquran terjemahan Mahmud Junus dan Tafsir Alfurqan terjemahan A. Hasan, yang telah saya baca dua kali. Dan sesudah paruh sambutan sampai akhir sambutan barulah saya merujuk pada kitab Injil (Perjanjian Baru). Sungguh mengherankan! Marvelous! Tepuk tangan riuh rendah dilakukan oleh para undangan dari kalangan umat Kristen!

Jikalau pada acara kata sambutan pertama yang disampaikan oleh Ketua Panitia Hari Raya Besar Islam Papela (Bapak Lolin Tata) semua undangan dari kalangan umat Kristen lesu dan menundukkan kepala ketika Yesus dihina dan direndahkan, maka ketika A.G. Hadzarmawit Netti menyaksikan tentang kebesaran dan kemuliaan Yesus menurut Alquran dan Injil, semua wajah terangkat, ceria, dan semua tangan bertepukan. Sebagai gantinya, muslimin dan muslimat di Papela pada malam itu bingung dan dicengkam rasa heran yang luar biasa…. Dan untuk semuanya itu, ALLAH yang patut dupuji dan dimuliakan, sebab tidak terjadi kekacauan atau kerusuhan…!

Setelah selesai acara istirahat, Panitia Hari Raya Besar Islam di Papela mengumumkan bahwa para undangan yang beragama kristen dipersilakan  kembali, tetapi kepada muslimin dan muslimat diminta tetap tinggal di Masjid untuk melakukan takbiran. Apa yang terjadi? Pada malam itu, di Masjid Papela, bukan acara takbiran yang dilakukan, melainkan para tua-tua muslimin mengajukan pertanyaan kepada Iman Haji Muhammad Azhari berkenaan dengan penjelasan dan uraian saya tentang Isa alaihisalam yang saya kutip dari Alquran. Lalu Imam Haji Muhammad Azhari menjelaskan bahwa ayat-ayat Alquran yang saya kutip dan jelaskan tentang Isa alaihisalam  itu benar. Maka marahlah para tua-tua muslimin kepada Imam: “Kalau begitu, mengapa selama ini Bapa Imam tidak jelaskan kepada kami bahwa Isa alaihisalam begitu adanya di dalam Alquran seperti yang diterangkan oleh Pak Netti?” Cut!  Demikianlah perkembangan di Masjid Papela pada malam setelah usai upacara maulid Nabi, yang dituturkan kepada saya oleh beberapa pemuda muslim pada keesokan harinya.

Apakah event (kejadian; peristiwa) yang dikisahkan di atas ini dapat disebut mukjizat kecil-kecilan, atau mukjizat yang luar biasa?  Ioanes Rakhmat berulang-ulang kali mengatakan dalam bukunya bahwa “hukum-hukum alam tidak dapat dibatalkan”; “hukum-hukum alam tidak dapat dilanggar”. Akan tetapi dalam event upacara maulid Nabi Muhammad saw di Papela, Kecamatan Rote Timur pada tahun 1967 sebagaimana dikisahkan di atas, “hukum-hukum alam dalam konteks protokol [tata cara upacara] keagamaan formal, yang ditetapkan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh Panitia Hari Raya Besar Islam” diporak-parik oleh suatu supernatural power, yaitu Kuasa Roh ALLAH yang saya imani, sehingga saya yang bukan seorang pendeta dan/atau pemimpin agama Kristen, memperoleh kesempatan untuk bersaksi tentang Yesus Juruselamat saya, yang dihina dan direndahkan di atas mimbar upacara peringatan maulid Nabi, tanpa terjadi kekacauan dan/atau kericuhan.

Catatan akhir
Mengakhiri tanggapan bagian ketiga alfa ini, dengan penuh perasaan iba saya mau berkata kepada Ioanes Rakhmat begini: dalam dunia pendidikan teologi Anda telah melewati tahapan strata satu, strata dua, dan strata tiga. Dan dalam dunia sains modern Anda telah bertualang tanpa kompas, sehingga Anda kehilangan arah perjalanan; terjebak dalam suatu labirin; tersesat dalam kesesatan yang menyesatkan; sehingga Anda pada hakikatnya tidak lebih dari:  A blind man does not see himself in a looking glass; and a cat with a silver collar is none the better mouser. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar