Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Rabu, 28 Februari 2018

Mencermati Artikel Zet Malelak: “Nuh, Yusuf dan Musa”



(kritik terhadap cara berpikir orang modern)

Oleh: A. G. Hadzarmawit Netti


Catatan pendahuluan

Sebelum mencermati opini Zet Malelak berjudul “Nuh, Yusuf dan Musa [kritik terhadap cara berpikir orang modern]” (Timor Express, Senin, 7 Desember 2015, hlm.4), ada dua hal yang ingin saya catat sebagai bagian pendahuluan dari tulisan ini.

Pertama, saya ingin memperhatikan  latar belakang pendidikan dan profesi Zet Malelak yang menyebut dirinya sebagai akademisi dan motivator. Ketika melacak di internet, saya temukan petunjuk bahwa Zet Malelak menyandang gelar Insinyur (sarjana teknik sipil pertanian) dan gelar M.Si (Master of Science). Ia adalah Dekan Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang dan juga sebagai Direktur Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Mardika NTT.

Kedua, saya ingin mengemukakan garis besar peta sejarah Alkitab berkenaan dengan zaman kehidupan Nuh, Yusuf dan Musa, yang menjadi judul sekaligus pokok bahasan Zet Malelak.  Untuk hal ini, saya merujuk pada data dalam Good News Bible, halaman 355 dan Harper’s Bible Dictionary. Berkenaan dengan pembabakan kurun waktu [tahun] dalam garis besar peta sejarah Alkitab yang disebutkan dalam tulisan ini hanya merupakan kira-kira atau dugaan semata-mata yang ditetapkan oleh para ahli sejarah Alkitab. Adapun pembabakan garis besar peta sejarah Alkitab  berkenaan dengan zaman kehidupan Nuh, Yusuf dan Musa  adalah sebagai berikut:

1. Permulaan [Zaman Prasejarah]:  Kejadian-kejadian pada zaman prasejarah [kurun waktu/tahunnya tak dapat diperkirakan dan/atau ditentukan]. Beberapa kejadian utama yang dapat ditonjolkan dalam kurun waktu ini yaitu Penciptaan; Adam dan Hawa di Taman Eden; Kain dan Habel; Nuh dan Air Bah; Menara Babel. Mengenai Nuh, baca Kejadian pasal 6 sampai pasal 9, dyb.

2. Zaman Praleluhur Israel: Kurun waktu kira-kira mulai tahun 2000 Sebelum Masehi [SM] sampai tahun 1800 SM. Abraham datang ke Palestina kira-kira pada tahun 1900 SM; kurun waktu ketika Isak dilahirkan untuk Abraham;  kurun waktu ketika Yakub dilahirkan untuk Ishak; kurun waktu Yakub memiliki dua belas anak yang kemudian menjadi leluhur dua belas suku Israel; kurun waktu di mana Yusuf menjadi anak yang paling menonjol dan/atau paling utama di antara kedua belas anak Yakub yang menjadi  Penasihat Raja Mesir dan Kuasa atas seluruh tanah Mesir, kira-kira pada tahun 1800 SM.  Mengenai Yusuf, baca Kejadian pasal 37 sampai Kejadian pasal 50, dyb.

3. Zaman Perbudakan di Mesir: orang-orang Israel keturunan-keturunan Yakub diperbudak di Mesir, kira-kira antara tahun 1700 SM sampai kira-kira tahun 1250 SM. Dalam kurun waktu tersebut, kira-kira pada tahun 1250 SM Musa memimpin orang-orang Israel keluar dari Mesir.  Dan selama 40 tahun, yaitu antara kira-kira tahun 1250 SM sampai kira-kira tahun 1210 SM Musa dan orang-orang Israel mengembara /berkelana di gurun. Dalam kurun waktu itu pula Musa menerima Sepuluh Hukum di Gunung Sinai. Setelah Musa meninggal, maka  Yosua, yang menggantikan Musa, memimpin orang-orang Israel melakukan invasi (penyerangan/serbuan)  dan pendudukan atas Kanaan kira-kira pada tahun 1210 SM. Mengenai Musa, baca Keluaran pasal 2 sampai Keluaran pasal 25; dan pasal-pasal dalam kitab Ulangan. Demikianlah garis besar peta sejarah Alkitab yang terkait dengan Nuh, Yusuf dan Musa.

Mencermati opini Zet Malelak
Pada alinea pertama (sesuai dengan artikelnya yang dipublikasikan di Timex) Zet Malelak [selanjutnya akan saya singkatkan, ZM] katakan bahwa Nuh, Yusuf dan Musa adalah tiga tokoh ilmuwan Kitab Suci yang pernah langsung mendapat mandat dari Allah untuk mengatasi hal yang paling mendasar dalam kehidupan isi dunia atau ciptaan-Nya. Dan pada alinea terakhir, ZM tegaskan lagi bahwa Nuh sebagai ahli bencana, Yusuf ahli pertanian dan ekonomi, dan Musa ahli pembebasan. Pernyataan ini tidak benar. Nuh, Yusuf dan Musa bukan tokoh ilmuwan Kitab Suci atau tokoh ahli seperti yang dikatakan ZM. Mereka adalah orang-orang yang berkenan di hati Allah, dipilih dan ditugaskan oleh Allah untuk mengemban misi Allah dalam konteks kehidupan pada zaman mereka masing-masing.

Mengenai Nuh
ZM mengatakan bahwa Nuh seorang Expert Disaster. Dia merupakan ahli penanganan bencana yang super hebat yakni bencana hujan lebat selama lebih kurang 40 hari… Nuh membuat sebuah proyek penyelamatan yang sangat terencana, berbasiskan ilmu pengetahuan dengan tingkat ketelitiannya yang tinggi. ZM takjub bahwa pada zaman itu sudah ada seorang yang berpikir preventif jangka panjang dan sangat tersistem di mana suatu masa yang mengandalkan hal-hal yang tidak modern. Lebih lanjut ZM mengemukakan ketakjubannya terhadap Nuh berkenaan dengan konsep, teori dan praksis; perhitungan-perhitungan ilmiah (ontologis, epistemologis dan aksiologis)…; bagaimana Nuh menghitung besarnya kapal, ruang dalam kapal, jumlah makanan dan minuman untuk persediaan selama kurang lebih 40 hari sehingga cukup, dan yang menarik tidak ada laporan terjadi bencana dalam kapal, kekurangan makanan dan lainnya…

Apa yang dikatakan oleh ZM tentang Nuh sebagaimana dikutip di atas ini tidak sesuai dengan kesaksian Alkitab. Yang sebenarnya ialah “Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah” (Kejadian 6:9). Bahtera yang Nuh buat dari kayu gofir dengan konstruksi serta ukuran sebagaimana tertulis dalam Kejadian 6:14—16 itu bukan berdasarkan keahlian/ilmu pengetahuan dengan tingkat ketelitian yang tinggi yang dimiliki oleh Nuh, melainkan berdasarkan petunjuk Allah. Jadi, Nuh mengerjakan bahtera itu sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Allah kepadanya. Nuh tidak mengetahui samasekali perhitungan-perhitungan ilmiah (ontologis, epistemologis dan aksiologis). Nuh juga tidak tahu tentang konsep plasma nutfah (ekologi). Nuh bukan seorang tokoh ilmuwan (Kitab Suci) atau akademisi seperti ZM. Nuh hanya melakukan petunjuk Allah. Dalam pasal 6:22 dikatakan: “Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya.” Dalam pasal 7:5 sekali lagi dikatakan: “Lalu Nuh melakukan segala yang diperintahkan TUHAN kepadanya.” Dengan demikian, “Allah adalah Perancang ‘proyek penyelamatan yang sangat terencana, fantastis dengan tingkat ketelitian yang tinggi berbasis ilmu pengetahuan’ [frasa dalam tanda petik tunggal berasal dari ZM]. Jadi, bukan Nuh yang menjadi perancang. Nuh hanya melaksanakan atau mengerjakan rancangan yang ditetapkan oleh Allah. Dengan demikian, ZM telah menyingkirkan kemahakuasaan dan peranan Allah berkenaan riwayat Nuh dan  Air bah.

Mengenai Yusuf
 ZM mengatakan bahwa Yusuf juga seorang tokoh ilmuwan (Kitab Suci); ahli pertanian dan ekonomi. Pertanyaan saya: apakah benar demikian?

Mau tahu tentang siapa itu Yusuf, silakan baca Kejadian 37:1-36; 39:1-23; Kejadian pasal 42 sampai pasal 51, dyb. Dalam Kejadian 39:2 dikatakan, “TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya” (baca juga ayat 3). Dalam pasal 39:21 dikatakan bahwa “TUHAN menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya…” Dalam ayat 23 dikatakan pula bahwa TUHAN menyertai dia [Yusuf] dan apa yang dikerjakannya dibuat TUHAN berhasil. Berkenaan dengan karunia menafsirkan/mengartikan mimpi, Yusuf berkata kepada Firaun: “Bukan sekali-kali aku, melainkan Allah juga yang akan memberitakan kesejahteraan kepada Tuanku Firaun” (pasal 41:16). Yusuf berakal budi dan bijaksana, serta seorang yang penuh dengan Roh Allah (pasal 41:37-39). Karena itu Firaun melantik Yusuf menjadi kuasa atas seluruh tanah Mesir, agar Yusuf  (yang penuh dengan Roh Allah, serta berakal budi dan bijaksana) dapat mengatur strategi pemerintahan bagi kesejahteraan rakyat Mesir dalam menghadapi tujuh tahun bencana kelaparan setelah mengalami masa kelimpahan tujuh tahun (baca pasal 41:14-57, dyb).

Berdasarkan tinjauan di atas ini, maka ZM seharusnya tidak perlu berpikir dan bertanya-tanya keheranan, “bagaimana Mesir yang tidak ada hujan atau hanya < 200mm, dapat menghasilkan pangan yang hebat pada zaman itu…” Sebab, kejadian kelimpahan selama tujuh tahun kemudian berganti dengan kelaparan selama tujuh tahun (baca pasal 41:17-36; 37-57) itu adalah ketentuan Allah bagi Mesir di bawah kekuasaan Firaun, yang diberitahukan oleh Allah melalui mimpi Firaun dan yang ditafsirkan atau diartikan oleh Yusuf berdasarkan hikmat dari Allah (perhatikan ayat 25 dan 32).

Selain itu, orang yang cerdas dan kritis akan bertanya kepada ZM, dari sumber manakah ZM tahu bahwa pada zaman Yusuf dan Firaun di Mesir tidak ada hujan atau hanya < 200 mm saja? Dan juga tidak masuk akal sehat jika ZM membandingkan keadaan musim dan aktivitas pertanian di Mesir pada zaman Yusuf dan Firaun dengan keadaan musim dan aktivitas bercocok tanam di negara kita. Perhatikan pernyataan ZM yang saya kutip: “Dan, juga Yusuf menentukan hanya ada tiga musim di Mesir yakni musim banjir, musim tanam dan musim panen. Pada saat musim banjir maka tidak boleh ada aktivitas pertanian. Tetapi negara kita memutuskan musim tanam pada saat musim banjir dan ini salah.” Pernyataan ZM ini sangat konyol… Coba ZM sebutkan atau tunjukkan: dengan undang-undang  dan/atau peraturan pemerintah nomor berapa, tahun berapa, pemerintah memutuskan musim tanam di Indonesia pada saat musim banjir. Bukankah bagi kita di Indonesia, kecuali di daerah pertanian beririgasi teknis, para petani kita niscaya selalu bercocok tanam pada musim hujan [bukan pada musim banjir]?

Berkenaan dengan kisah Yusuf, sama halnya dengan riwayat Nuh dan air bah, ZM menyingkirkan peranan Allah dalam kehidupan Yusuf.

Mengenai Musa
Untuk mengetahui siapa itu Musa serta mengapa dan bagaimana Musa diutus TUHAN untuk melepaskan orang-orang Israel dari perbudakan di Mesir, bacalah kitab Keluaran mulai pasal 2 dan pasal-pasal selanjutnya, dan juga pasal-pasal lain dalam kitab Ulangan. Musa adalah tokoh yang diutus Allah kepada Firaun untuk membawa orang-orang Israel keluar dari Mesir (Keluaran 3:10) ke negeri yang berlimpah  susu dan madu, yaitu ke tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus (3:8,17), Untuk misi itulah Allah menyertai Musa (3:12,14). Namun ZM lupa, dan karena itu salah, ketika ZM tidak menyebut Harun, kakak Musa, yang pandai bicara sebagai pendamping dan/atau penyambung lidah  Musa (4:10-17). 

Benar, seperti kata ZM, Musa adalah penerima sepuluh perintah Allah. Akan tetapi ZM salah ketika menulis sebutannya dalam bahasa Inggris: The Ten Commandaman. Sebutan/penulisan yang benar ialah The Ten Commandment. Selanjutnya, ZM berkata, “Musa dengan konsep ‘Mari ke Kanaan’ ajakan spektakuler, mari kita tinggalkan negeri perbudakan, penindasan Mesir.” Pernyataan ini pun salah. Membawa keluar orang-orang Israel dari perbudakan di Mesir ke Kanaan itu bukan konsep dari Musa, melainkan konsep dari Allah (Keluaran 3:8,10,17; Ulangan 32:49, dyb); dan untuk merealisasikan konsep itu, Allah mengutus dan memberi tugas kepada Musa yang didampingi oleh Harun sebagai penyambung lidah, karena Musa tidak pandai bicara (4:10, 14-16). Akan tetapi ZM salah: Musa hanya memimpin orang-orang Israel keluar dari Mesir dan mengembara selama 40 tahun di gurun, kemudian Musa mati (Ulangan 32:48-52; 34:1-8) Sesudah Musa mati, Allah berfirman kepada Yosua untuk memimpin orang-orang Israel menyeberangi sungai Yordan, menuju ke negeri perjanjian [Kanaan] yang akan Allah berikan kepada orang-orang Israel (Yosua 1:1, dyb). Mengenai Yosua, Musa [sebelum mati] telah meletakkan tangan ke atasnya (Ulangan 34:9).

Namun, ada suatu pernyataan yang sangat konyol, ketika ZM berkata: “Yang menjadi menarik bagi saya mengapa harus tinggalkan Mesir? Dan mengapa ke Kanaan tidak ke NTT, tidak ke Kupang…?” Terhadap pertanyaan ini orang-orang cerdas yang berpikiran sehat akan bertanya: apakah pada zaman Musa memimpin orang-orang Israel keluar dari Mesir pada kira-kira tahun 1250 sampai tahun 1210 Sebelum Masehi, sudah ada suatu daerah kepulauan yang disebut Nusa Tenggara Timur, dan apakah sudah ada pula suatu kota bernama Kupang di Pulau Timor? Apakah Nusa Tenggara Timur dan khususnya Kupang berdekatan dengan Kanaan, dan termasuk ke dalam daerah tujuan orang-orang Israel yang Musa pimpin untuk keluar dari Mesir berdasarkan perintah Allah ? Ah, rupanya ZM sedang mengigau!

Pada alinea ke-22 artikel ZM sebagaimana termuat di Timex edisi Senin, 7 Desember 2015, ZM berkata begini: “Apa yang ingin saya sampaikan kepada publik dari tulisan ini apa yang menjadi benang merahnya, yakni; zaman maju era moderen, segudang politikus dan bergudang-gudang para ahli, ratusan universitas dengan berbagai teknologi dan peralatan yang canggih. Tetapi Indonesia, NTT masih dililit kemiskinan, krisis pangan dan gizi, bencana banjir dan asap, pengangguran, kerusakan lingkungan hidup, krisis air bersih, gelombang tenaga kerja ke luar negeri yang tinggi baik yang legal maupun ilegal dan berbagai persoalan sosial yang semakin menjadi-jadi.”

Pernyataan ZM sebagaimana dikutip di atas ini sangat lebih dari keadaan sebenarnya. Meskipun demikian, bolehlah kita terima sebagai realitas di mana ZM sebagai seorang akademisi dan motivator pertanian yang punya panggilan dan tanggung jawab untuk menawarkan upaya-upaya penanggulangan berbagai masalah dan/atau persoalan yang dikeluhkan, terhisab juga di dalamnya. Yang ingin saya koreksi berkenaan dengan pernyataan ZM di atas ialah ungkapan “benang merah” yang dipergunakan oleh ZM. Arti kiasan ungkapan “benang merah” yaitu “sesuatu yang menghubungkan beberapa hal (faktor) sehingga menjadi suatu kesatuan”. Yang menjadi pertanyaan ialah: “apakah gerangan sesuatu (hal/faktor) yang terjadi pada zaman Nuh [dalam zaman prasejarah], Yusuf [kira2 pada tahun 1800 SM] dan Musa [kira2 antara tahun 1250 SM sampai tahun 1210 SM] yang menghubungkan sesuatu (hal/faktor) yang terjadi pada masa kini [tahun 2015, 2016, dst.] di Indonesia dan NTT sehingga menjadi suatu kesatuan?” Kelihatannya ZM mengusut “benang merah” yang sangat “absurd” (tidak masuk akal; mustahil; menyebabkan tertawa). Karena itu saya mengajak ZM untuk melihat realitas masa kini untuk membangun masa depan. Menoleh kembali ke masa lalu untuk merenungkan peristiwa masa lalu itu tidak salah, malah penting, namun sebatas memungut nilai-nilai moral yang positif dan bermartabat dalam rangka membangun masa depan yang berpengharapan.

ZM mengeluhkan, “Segumpal persoalan tidak terselesaikan persoalannya mengapa kita tidak mampu menyelesaikannya, atau paling kurang menguranginya? Jawabannya adalah sederhana dan hanya satu yakni kita mengalami krisis kepemimpinan, bukan kita tidak memiliki sumber daya baik manusia maupun alam dan jaringan tetapi sepertinya kepemimpinan terjebak dalam arus politik yang tidak politik.”  Menurut ZM, “kita mengalami krisis kepemimpinan”. Akan tetapi ZM tidak menyingkapkan “faktor apa yang menyebabkan kita mengalami krisis kepemimpinan, dan bagaimana menanggulangi krisis kepemimpinan”. ZM menduga, “sepertinya kepemimpinan terjebak dalam arus politik yang tidak politik”. Akan tetapi ZM tidak menunjukkan jalan keluar dari arus politik yang tidak politik ke arus politik yang politik!

Sebagai seorang akademisi dan motivator, seharusnya ZM memberikan petunjuk dan jalan keluar bagi kita yang sedang dikepung berbagai krisis, teristimewa krisis kepemimpinan yang dikatakan oleh ZM sendiri. Namun ternyata—sebagai ganti saran dan/atau petunjuk sebagai jalan keluar dari krisis—ZM menyindir para pemimpin kita berdasarkan pengetahuan dan pemahamannya yang sempit dan dangkal mengenai Nuh, Yusuf dan Musa, sebagai berikut: “Firaun bermimpi tujuh tahun kelimpahan tujuh tahun kesengsaraan, Yusuf menyelesaikannya dengan baik. Pak Jokowi bermimpi Nawacita. Pak Frans Lebu Raya bermimpi provinsi jagung, ternak, cendana, koperasi pariwisata. Pak Ayub Titu  Eki bermimpi tanam paksa, paksa tanam dan kami semua bermimpi negara adil makmur tetapi sayangnya tetapi setelah kami terbangun kami semua kehilangan identitas” (alinea terakhir atau alinea ke-25).

Berkenaan dengan sindiran ZM yang tidak lurus sebagaimana dikutip di atas ini, saya ingin meluruskannya sebagai berikut: “Firaun bermimpi [makna tersembunyi] tujuh tahun kelimpahan dan tujuh tahun kelaparan] yang tak dapat ditafsirkan oleh siapa pun, tetapi Yusuf [yang berakal budi dan bijaksana karena dipenuhi dengan Roh Allah] dapat menafsirkan makna mimpi Firaun, sehingga Firaun mengangkat Yusuf menjadi kuasa atas Mesir untuk berikhtiar menanggulangi krisis kelaparan  tujuh tahun setelah mengalami masa kelimpahan tujuh tahun; dan Yusuf berhasil karena Allah memberkati pekerjaan Yusuf.” Mimpi Firaun dan arti mimpi yang disingkapkan oleh Yusuf itu harus dipahami berdasarkan perkataan Yusuf dalam Kejadian 41:25: “…Kedua mimpi tuanku Firaun itu sama. Allah telah memberitahukan kepada tuanku Firaun apa yang hendak  dilakukannya.”  Perhatikan pula ayat 28: “…Allah telah memperlihatkan kepada tuanku Firaun apa yang hendak dilakukan-Nya.” Dan ayat 32: “Sampai dua kali mimpi itu diulangi bagi tuanku Firaun berarti: hal itu telah ditetapkan oleh Allah dan Allah akan segera melakukannya.”

“Pak Jokowi bermimpi Nawacita,” itu adalah cita-cita dan rencana pembangunan Pak Jokowi sebagai Presiden RI. “Pak Frans Lebu Raya bermimpi provinsi jagung, ternak, cendana, koperasi, pariwisata,” itu adalah rencana/program pembangunan Pak Frans Lebu Raya sebagai Gubernur NTT. “Pak Ayub Titu Eki bermimpi tanam paksa, paksa tanam,”  itu adalah rencana/program kerja Pak Ayub Titu Eki sebagai Bupati Kabupaten Kupang. Cita-cita Pak Jokowi, Pak Frans Lebu Raya dan Pak Ayub Titu Eki tidak sama dengan mimpi Firaun dan peranan Yusuf dalam menanggulangi mimpi Firaun. Dan berkenaan dengan program  pertanian di Provinsi NTT sebenarnya ZM tidak pantas melontarkan kritik dan sindiran, karena ZM adalah seorang akademisi pertanian sekaligus seorang motivator pertanian, yang seyogianya menawarkan solusi yang visible.

“… dan kami semua bermimpi negara adil makmur tetapi sayangnya… setelah kami terbangun kami semua kehilangan identitas.” Keprihatinan yang dikemukakan oleh ZM sebagaimana dikutip  ini benar-benar memprihatinkan. Kenapa? Karena kata “bermimpi” yang ZM pergunakan dalam kalimat tersebut bukan berarti “melihat [mengalami] sesuatu dalam mimpi pada waktu tidur”, melainkan menyarankan arti “berkhayal” atau “berangan-angan yang bukan-bukan”.

Dengan demikian saya mau mengatakan: janganlah berkhayal atau berangan-angan yang bukan-bukan tentang negara adil  makmur tanpa kesadaran dan tanggung jawab untuk bekerja keras! Sangat banyak faktor yang turut menentukan keberhasilan perjuangan untuk mencapai keadilan dan kemakmuran. Jadi, janganlah bermimpi: janganlah berkhayal! Janganlah berangan-angan yang bukan-bukan!

Bekerjalah sebaik-baiknya dan bersandarlah pada Allah. Wujud-nyatakanlah dalam kehidupan dan karyamu “Iman, harap, dan kasih” seraya ingatlah selalu bahwa yang terbesar di antara ketiganya itu ialah “kasih” seperti kata rasul Paulus dalam 1 Korintus 13:13: “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih”; maka dewasa ini banyak orang telah menganut moto (semboyan, pedoman, prinsip) dalam hidup dan kerja mereka: “Demikianlah ada empat hal dalam hidup ini, yaitu  iman, pengharapan,  kasih dan uang, dan yang terbesar di antaranya adalah  uang”.

Dan oleh karena “uang” yang disuperprioritaskan maka muncullah ketamakan akan uang  atau cinta akan uang. Menurut rasul Paulus, inilah akar segala kejahatan (1 Timotius 6:10). Ayat utuhnya berbunyi begini: “Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka”. Surat 1Timotius ditulis kira-kira menjelang akhir abad pertama. Kini, di abad kedua puluh satu, 1Timotius 6:10 itu dapat dikontekstualisasikan sebagai berikut: “Karena akar segala kejahatan ialah serakah [loba, tamak, rakus] akan uang. Dan oleh sebab perbuatan mencuri, merampok, dan mengorupsi uanglah banyak orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa diri mereka dengan berbagai-bagai duka dirumah tahanan dan rumah penjara.” Inilah sesungguhnya krisis identitas (krisis jati diri; krisis spiritualitas; krisis moral)! ***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar