Deskripsi

“Lengkung SPEKTRUM FAJAR SENJA aneka warna KASIH SETIA ALLAH yang mengayomi JEJAK LANGKAH KEHIDUPAN bertanda nama 'BELUM'!"

Minggu, 25 Februari 2018

Tentang Mukjizat dan Pengalaman Spiritual: Tanggapan terhadap Ioanes Rakhmat Bagian III Delta

 
Oleh: A. G.Hadzarmawit Netti


SETELAH mengalami pengalaman spiritual dan beberapa kejadian yang saya yakini sebagai “mukjizat” sebagaimana telah diwedarkan dalam tulisan berjudul, “Tentang Mukjizat dan Pengalaman Spiritual (Tanggapan terhadap Ioanes Rakhmat) Bagian III Beta” (halaman 10 - 18), maka pengalaman spiritual selanjutnya yang saya alami antara bulan Oktober 2001 sampai  9 Desember 2001 akan saya kisahkan di bawah ini.

Pada 9 Oktober 2001 saya memasuki gerbang usia 61 tahun. Pada malam harinya, saya membaca lagi Mazmur 90:10-12 yang saya baca dan renungkan pada 1 Februari 2001, ketika istri saya [Maria] memasuki gerbang usia 59 tahun, dan ketika pernikahan saya dan Maria  memasuki usia 32 tahun. “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap. Siapakah yang mengenal kekuatan murka-Mu dan takut kepada gemas-Mu? Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.”  Demikianlah bunyi Mazmur 90:10-12.  Ayat-ayat ini saya baca beberapa kali, kemudian saya renungkan. Dan setelah tenggelam dalam renungan yang cukup lama, saya berkata: “Ya ALLAH, tujuh puluh tahun ke depan bagi hamba-Mu yang saat ini genap berusia enam puluh tahun hanyalah tujuh langkah ke depan. Karena itu, sekarang ini, pada saat hamba telah memasuki gerbang usia enam puluh tahun, hamba mohon—sesuai syair lagu tema kehidupan  [Tahlil 76:3]: Kuminta pakai aku – sehingga ajalku; Di dalam pekerjaan – yang akan hormat-Mu; Di mazbah kutertaruh – imam dan Penebus; Kunanti akan dikau –dan api yang kudus”.
 
Setelah tenggelam dalam kontemplasi yang khusyuk [penuh penyerahan dan kebulatan hati], saya mengalami suatu pengalaman spiritual yang sangat menakjubkan [very marvelous], ajaib [weird; miraculous], yang saya sifatkan sebagai suatu mukjizat. Pengalaman spiritual yang saya alami itu begini:  
 
Tiba-tiba saya mendengar suara yang menuntun saya berkata: “Almodat Godlief Hadzarmawit Netti. Sekarang aku akan menuntun engkau ke tempat kesudahan, agar engkau dapat menyaksikan kehidupan yang berlangsung di sana.”  Maka seketika itu juga saya pun berangkat bersama suara yang menuntun saya [entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, tetapi saya menyadari bahwa tubuh saya tetap tergolek di lantai kamar tidur]. Perjalanan ke tempat kesudahan itu sungguh menakjubkan. Hanya dalam beberapa helaan napas saja, saya dibawa ke pinggiran suatu tempat yang kelam. Di situ, suara yang menuntun saya berkata: “tempat ini adalah tempat tangis dan kertak gigi. Jiwa orang-orang yang hidup tidak sesuai dengan kehendak ALLAH dicampakkan ke situ. Juga jiwa orang-orang yang melakukan dosa yang tidak dapat diampuni, jiwa mereka pun dicampakkan ke situ.”

Kemudian, saya dibawa ke suatu tempat lain yang luas. Tempat itu dibatasi dengan dinding-dinding kristal  yang tembus pandang. Dan pada dinding-dinding kristal itu terdapat sangat banyak lubang-lubang komunikasi.  Ada cahaya yang menerangi tempat itu, tetapi pengaruh cahaya itu merangsang kegelisahan dan kerinduan.  Ada sangat banyak deretan tempat duduk yang terbuat dari kristal, dan di setiap tempat duduk kelihatan sosok-sosok seperti malaikat yang duduk di situ; semuanya kelihatan berjubah keputih-putihan; sosok-sosok itu hidup dalam kerinduan dan pengharapan yang teramat sangat untuk segera beralih ke tempat kesenangan abadi, yaitu serambi kerajaan surga, yang dapat dipandang melalui dinding-dinding kristal yang layaknya sebagai suatu tembok pemisah. Suara yang menuntun saya mengatakan: “Itulah tempat purgatory. Itulah tempat jiwa orang-orang yang telah mati menjalani proses pembersihan dari dosa atau kesalahan yang dapat diampuni. Ketika masih hidup berbadan di dunia, mereka percaya akan Yesus dan berbuat baik, tetapi sering melakukan dosa yang dapat diampuni. Di purgatory, jiwa-jiwa yang telah menggenapi proses pembersihan, akan segera melejit melalui lubang-lubang komunikasi ke serambi kerajaan surga untuk bergabung bersama-sama dengan jiwa orang-orang saleh yang menikmati kesenangan surgawi.”  Kemudian, suara  yang menuntun saya berkata: “Jiwa ayahmu, Hanok Netti, juga ada di purgatory, dikungkung kerinduan yang teramat sangat untuk dapat melejit ke serambi kerajaan surga.”  Lalu tiba-tiba saya mendengar suara ayah berkata kepada saya: “Lief, doakan papa, agar papa cepat berpindah ke serambi kerajaan surga.”

Dari tempat yang bernama purgatory,  suara yang menuntun saya menyuruh untuk memandang ke serambi kerajaan surga yang dapat dilihat dari dinding kristal  yang tembus pandang. Alangkah indahnya serambi kerajaan surga! Terlihat sosok-sosok seperti malaikat berjubah putih meta (putih sekali) duduk berkelompok-kelompok, penuh suka cita dan  kedamaian. Suara yang menuntun saya menjelaskan bahwa sosok-sosok itu adalah jiwa orang-orang saleh yang ketika masih hidup berbadan di dunia, mereka sungguh-sungguh taat dan beriman kepada Yesus, dan senantiasa hidup dalam rahmat pengampunan Yesus, Juruselamat. Kemudian saya melihat sebuah istana yang kemegahannya tidak dapat dibandingkan, tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Istana itu dikelilingi oleh lapisan-lapisan aura keemasan. Lalu suara yang menuntun saya berkata: “Itulah Istana Kerajaan Surga! Yesus, yang engkau imani ada di dalam istana kerajaan surga; berada di sisi ALLAH yang mahakuasa! Di dalam istana kerajaan surga ada malaikat-malaikat kudus yang senantiasa memuliakan ALLAH dan Yesus yang telah dinobatkan oleh ALLAH sebagai penguasa.”  Tiba-tiba seberkas cahaya berwarna violet (ungu lembayung) memancar ke wajah saya, dan cahaya itu sangat menyilaukan. Saya pejam-pejamkankan mata beberapa saat, dan ketika saya membuka mata, saya telah berada di ruang kamar saya yang sepi….

Demikianlah pengalaman spiritual yang saya alami pada malam hari Selasa, 9 Oktober 2001 memasuki dini hari Rabu, 10 Oktober 2001. Pengalaman spiritual itu membuat saya panik: bingung, gugup, takut dengan mendadak sehingga tidak dapat berpikir dengan tenang.  Berulang-ulang kali timbul pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran  saya: pertanda apakah ini? Apakah ini merupakan alamat kematian yang bakal saya alami segera dalam bulan Oktober 2001 setelah saya genap berusia 61 tahun pada 9 Oktober 2001?  Apakah kematian akan terjadi atas diri saya dalam bulan November atau Desember 2001, sehingga pengalaman spiritual yang saya alami itu merupakan suatu alamat agar saya berbenah diri dan berserah kepada ALLAH yang saya imani di dalam Yesus, Juruselamat?
Sebagai manusia yang memiliki ambisi untuk memperoleh atau meraih cita-cita sesuai dengan pilihan hidup, saya benar-benar merasa galau. Pikiran saya sungguh-sungguh kacau, dan lebih dari itu saya mengalami cemas hati (merasa sangat gelisah, takut dan khawatir). Hasrat hidup dalam diri saya angkat suara, menolak kematian, sebab cita-cita belum tercapai. Pada detik-detik tertentu, ada suara terbersit dalam kalbu saya: “Ya,  ALLAH, jikalau hamba-Mu ini harus mati pada hari-hari mendatang menjelang akhir tahun 2001 ini, hamba pasrah saja kepada-Mu, tetapi perkenankanlah hamba untuk menempati salah satu tempat di serambi kerajaan surga yang telah hamba saksikan keindahan dan kesenangannya dengan perantaraan suara yang menuntun hamba-Mu ini !”

Perasaan galau dan cemas hati semakin mencengkam hidup saya dari hari ke hari, antara dini hari Rabu, 10 Oktober 2001 sampai dengan hari Sabtu malam, 10 November 2001. Pada hari Sabtu malam, 10 November 2001 saya mengalami keresahan yang luar biasa. Sekitar jam sebelas malam, saya bangunkan istri saya (Maria) yang tidur di kamar sebelah. Saya minta dia untuk tolong mendukung saya dalam doa. Saya katakan: “Maria…, tolong dukung saya dalam doa agar saya dapat kuat bertahan, karena saya mengalami pergumulan spiritual yang sangat berat, antara hidup dan mati…” Setelah berkata demikian, saya kembali ke kamar saya. Berselang beberapa menit kemudian, suara yang menuntun saya berkata: “Almodat Godlief Hadzarmawit Netti…! Maria salah berdoa! Lantaran panik, Maria tidak mendukungmu dalam doanya, melainkan ia melakukan doa penyerahan begini: Ya, ALLAH Bapa…! Hamba sesungguhnya enggan berpisah dengan suami hamba dalam menempuh hidup ini. Tetapi jikalau Engkau hendak memanggil pulang suami hamba melalui kematian, berikanlah ketabahan dan kekuatan batin bagi hamba dan anak-anak hamba….”

Berdasarkan pemberitahuan suara yang menuntun saya sebagaimana dikisahkan di atas, saya segera memanggil istri saya. “Maria, kemari sebentar. Ada sesuatu yang ingin saya tanyakan dan beri tahukan kepadamu.”  Maria segera datang menemui saya, dan saya langsung berkata kepadanya: “Maria, kausalah berdoa. Saya harapkan dukungan doamu kepada Tuhan agar saya diberi ketabahan dan kekuatan batin dalam menghadapi pergumulan spiritual berat yang saya sedang alami ini; bukan doa penyerahan yang saya mintakan seolah-olah saya segera akan mati.”  Maria menjawab dengan suara tergagap-gagap:  “Pa, saya bingung, pa…! Saya tidak tahu mau berdoa bagaimana, pa! Terpaksa saya berdoa begitu…” “Ya, kembalilah ke kamarmu, dan berdoa; minta Tuhan kuatkan saya yang sedang mengalami pergumulan spiritual yang sangat berat sekarang ini.” Lalu, Maria segera kembali ke kamarnya….

Menjelang jam 03.00 dini hari Minggu, 11 November 2001, setelah berpikir ulang-alik antara hidup dan mati, saya membulatkan hati untuk bersedia menerima kematian. Dengan mantap saya berkata: “Ya, ALLAH dalam Yesus, Juruselamat! Sekarang hamba siap menyambut kematian. Jikalau sekarang ini juga hamba mati meninggalkan istri dan anak, hamba bangga, karena Engkau telah memberikan kesempatan hamba hidup di dunia ini enam puluh tahun, satu bulan, sepuluh hari. Karena itu, ya ALLAH, sekarang ini, pada dini hari Minggu, 11 November 2001 ini juga, cabutlah nyawa hamba…!”

Setelah mengalami kesenyapan beberapa saat, suara yang menuntun saya berkata begini: “Almodat Godlief Hadzarmawit Netti…! Jangan berpikir tentang mati! Belum tiba saatnya engkau mati. Engkau masih diperkenankan untuk hidup bersama istri dan anak-anakmu. ALLAH mengetahui cita-cita dan harapanmu. Tenangkanlah pikiran dan batinmu. Dan besok pagi, hari Minggu, 11 November 2001, engkau harus pergi menghadiri kebaktian pertama di gereja Paulus di bilangan Kelurahan Naikoten 1 Kupang. Pembacaan firman Tuhan pada kebaktian pertama hari Minggu besok, akan menjawab pergumulanmu.”

Pada hari Minggu, 11 November 2001, pagi-pagi benar, saya pergi berbakti di gereja Paulus di bilangan Kelurahan Naikoten 1 Kupang. Suara yang menuntun saya menyuruh saya untuk mengambil Warta Pelayanan Jemaat untuk disimpan sebagai dokumen pribadi, karena dalam Warta Pelayanan Jemaat itu tercantum pembacaan Alkitab yang di dalamnya terdapat ayat-ayat  yang dapat dikenakan terhadap pergumulan spiritual yang sedang dialami. Saya mengikuti kebaktian dengan penuh khusyuk. Nats pembimbing terambil dari Mazmur 133:1; pembacaan Mazmur terambil dari Mazmur 34:2-11; dan pembacaan Alkitab terambil dari Mazmur 133:1-3. Suara yang menuntun saya berkata: “Camkan baik-baik. ALLAH menjawab pergumulan spiritualmu dalam Mazmur 34:5-9 : ‘Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku. Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu. Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya. Malaikat TUHAN berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan mereka. Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!’.”  Kemudian, suara yang menuntun saya berkata lebih lanjut: “Ingat, mulai hari ini, engkau tidak usah berpikir tentang mati. ALLAH mengasihi engkau, dan masih memberikan engkau kesempatan hidup untuk mengeluarkan buah demi kemuliaan Nama ALLAH. Sebab pada tahun 1967 di Papela, Kecamatan Rote Timur, ALLAH pernah memakai engkau untuk membela harkat keilahian dan kemanusiaan Yesus yang dinista dalam suatu upacara keagamaan.”  {Mengenai peristiwa ini, bacalah kesaksian yang saya wedarkan dalam tulisan “Tentang Mukjizat dan Pengalaman Spiritual” (Tanggapan terhadap Ioanes Rakhmat) Bagian III Alfa), halaman 11 – 17}.

            Setelah selesai kebaktian saya kembali ke rumah dengan suka cita. Segala kebimbangan  dan kepanikan sirna.  Pada tanggal 11 November 2001 malam saya memperoleh anjuran dan petunjuk dari suara yang menuntun saya untuk berdoa pada setiap jam 9, 12, dan jam 3, baik pada waktu siang maupun pada waktu malam. Dan apabila ada sesuatu aral sehingga pada jam-jam doa (9, 12, 3) itu tidak dapat berdoa, maka cukuplah melakukan doa batin, dengan cara “membatin” yaitu memikir dalam hati, atau memikirkan sampai meresap ke dalam hati kalimat doa singkat: “Ya ALLAH yang maha kasih di dalam Yesus (Kurios dan Juruselamat), kasihanilah hamba-Mu Almodat Godlief Hadzarmawit Netti yang lemah dan berdosa ini!”  Demikianlah saya melakukan  doa batin, entah di rumah atau di luar rumah, jika pada jam 9, 12, dan jam 3 saya berhalangan sehingga tidak sempat berdoa. Suara yang menuntun saya berkata: “Itulah jam doa Yesus dan murid-murid-Nya:  Jam 9 adalah jam ketiga; jam 12 adalah jam keenam; dan jam 3 adalah jam kesembilan. Pada jam-jam itulah Yesus dan murid-murid-Nya berdoa.”

Pada hari Sabtu malam, 17 November 2001 saya memperoleh petunjuk dari suara  yang menuntun saya untuk mengikuti kebaktian pertama di gereja Paulus pada hari Minggu, 18 November 2001. “Pembacaan Alkitab pada kebaktian pertama itu akan memberikan arahan bagimu dalam menjalani kehidupan,” demikianlah suara yang saya dengar. Keesokan harinya, Minggu, 18 November 2001, saya bergegas ke gereja Paulus untuk menghadiri kebaktian pertama. Warta Pelayanan Jemaat yang di dalamnya terdapat petunjuk tentang pembacaan Alkitab saya ambil dan simpan sebagai dokumentasi. Nats pembimbing terambil dari Filipi 1:21-22; dan pembacaan Alkitab terambil dari Filipi 1:12-26.”

            Selanjutnya, pada hari Sabtu, 24 November, setelah berdoa pada jam 00.00 atau jam 12.00 tengah malam, suara yang menuntun saya berkata: “Besok, Minggu, 25 November 2001 engkau harus memakai celana putih dan kemeja putih, setelah itu tunggu saja di rumah, karena akan datang utusan dari gereja OE MAT HONIS  menjemput engkau untuk berbakti dan dibaptis di sana.” Pagi-pagi sekali saya segera bangun, lalu mandi, dan berpakaian serbaputih sesuai petunjuk yang saya terima semalam. Setelah itu saya duduk di kamar untuk menunggu kedatangan utusan dari gereja OE MAT HONIS yang akan menjemput saya untuk berbakti dan dibaptis di sana. Sementara duduk menunggu, terdengar suara berkata: “Sementara menunggu kedatangan utusan dari gereja OE MAT HONIS, bacalah  Injil Yohanes 3:16.”
           
Saya segera membuka Alkitab, lalu membaca Injil Yohanes 3:16. Setelah berulang-ulang kali membaca Injil Yohanes 3:16, suara berkata: “Sekarang, bacalah ayat itu, tetapi kata “dunia” dan kata “supaya setiap orang” yang terdapat dalam ayat itu diganti dengan nama lengkapmu. Bacalah berkali-kali.” Saya segera membaca Injil Yohanes 3:16 sesuai petunjuk dari  suara yang menuntun saya.  “Karena begitu besar kasih Allah akan Almodat Godlief Hadzarmawit Netti, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya Almodat Godlief Hadzarmawit Netti yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”

Berkali-kali saya baca Yohanes 3:16 menurut versi yang dianjurkan suara yang menuntun saya. Tiba-tiba, saya merasa ubun-ubun (bagian kepala dekat dahi) saya seolah-olah terbuka, kemudian terasa seperti udara sejuk menyusup masuk, meresap perlahan-lahan  ke seluruh organ kepala, kemudian meresap ke rongga dada, perut;  meresap ke organ tangan, paha dan kaki, sampai ke telapak kaki. Saya merasa kaget dan bertanya-tanya dalam hati: “pertanda apa gerangan ini?”  Lalu, saya melihat jam dinding: Ternyata hari sudah jam 12.00 siang.

Lalu suara yang menuntun saya berkata: “Almodat Godlief Hadzarmawit Netti! Engkau telah dibaptis di OE MAT HONIS!” Serta-merta saya bergumam: “Bagaimana saya telah dibaptis di OE MAT HONIS, sementara saya masih berada di rumah sambil menunggu utusan yang akan menjemput saya ke OE MAT HONIS? Spontan  saya dengar suara berkata: “Bukankah engkau ini etnis Timor, yang sepatutnya mengerti arti kata OE MAT HONIS? Bukankah OE MAT HONIS artinya, AIR SUMBER  HIDUP, yaitu Yesus yang telah kaubaca dalam Injil Yohanes 3:16 itu?”  Spontan saya berujar: “Terima kasih, ya ALLAH! Terima kasih, ya Yesus! Kuminta pakai aku, sehingga ajalku; di dalam pekerjaan, yang akan hormat-Mu….!”  

Setelah saya berujar demikian, suara menimpali: “Sebagai tanda, maka mulai saat ini engkau harus berhenti merokok dan berhenti minum bir. Ingat, ini semata-mata sebagai suatu tanda; bukan karena rokok dan bir itu dosa!” Maka mulai siang hari itu juga, Minggu, 25 November 2001 saya tidak lagi berselera untuk merokok dan minum bir hingga kini. Pada hal, sejak tahun 1963 sampai dengan  bulan Februari 2001, saya merokok lima bungkus sehari, dan sejak tahun 1992 hingga Februari 2001  saya minum bir empat botol sehari.

Pada hari Sabtu, 01 Desember 2001, setelah selesai berdoa pada jam 09.00  malam, suara yang menuntun saya berkata: “Almodat Godlief Hadzarmawit Netti! Besok, hari Minggu, 02 Desember 2001, engkau harus mengikuti kebaktian pertama di gereja Paulus. Ingat, Warta Pelayanan Jemaat harus kauambil untuk jadikan dokumentasi. Pembacaan Alkitab pada kebaktian besok akan menjadi pedoman bagimu untuk senantiasa berjaga-jaga.”

Keesokan harinya, Minggu, 02 Desember 2001 saya mengikuti kebaktian di gereja Paulus. Pembacaan Alkitab terambil dari Injil Lukas 12:35-48. Dan benar, tema pembacaan Alkitab ini memperingatkan saya agar senantiasa berjaga-jaga. “Menanti-nantikan kedatangan tuan” dalam pembacaan ini saya pahami bukan dalam arti “menanti-nantikan kedatangan Tuhan Yesus”, melainkan “menanti-nantikan kedatangan kematian, entah pada tengah malam atau dinihari”. Pembacaan ini menyadarkan saya untuk menjalani hidup yang berpatutan dengan kehendak Tuhan, dan senantiasa harus berjaga-jaga.

Selanjutnya, pada hari Sabtu, 08 Desember 2001 malam setelah selesai berdoa pada jam 00.00 (jam 12.00) tengah malam, saya dianjurkan oleh suara yang menuntun saya  agar mulai hari Minggu, 09 Desember 2001 dan seterusnya, saya harus mengikuti kebaktian minggu di gereja Imanuel Oepura Kupang. Saya diwajibkan untuk mengikuti acara kebaktian pertama yang dimulai pada jam 06.00 pagi. Saya tidak diperkenankan untuk mengikuti acara kebaktian kedua maupun acara kebaktian ketiga.

Dengan demikian, mulai dari hari Minggu, 09 Desember 2001 sampai dengan hari Minggu, 11 Desember 2011 [selama sepuluh tahun], saya mengikuti kebaktian pertama di gereja Imanuel Oepura tanpa mengalami sesuatu apa pun yang menghalangi. Pada musim hujan, sekali pun pada malam hari dan/atau dini hari Minggu hujan turun lebat, saya tidak khawatir. Pada saat saya telah mempersiapkan diri ke gereja untuk berbakti, hujan berhenti, sehingga saya leluasa berjalan ke gereja yang jaraknya lebih-kurang seribu meter dari rumah saya, tanpa mempergunakan payung; dan setelah tiba di gereja baru hujan turun.. Apakah ini bukan sebuah mukjizat yang ALLAH  lakukan buat saya?

Ioanes Rakhmat berkata: “… bagi orang modern, mustahil hukum-hukum alam dilanggar oleh suatu kekuatan apapun…” dan, “Sekali lagi perlu ditegaskan, jika hukum-hukum alam dilanggar, jagat raya akan tergoncang dan ambruk, dus menghukum si pelanggarnya dan semua isi jagat raya.” (2013:45). Ternyata dalil yang Ioanes Rakhmat kemukakan ini tidak benar! Selama sepuluh tahun [mulai hari Minggu, 09 Desember 2001 sampai hari Minggu, 11 Desember 2011], ketika setiap hari Minggu saya mengikuti kebaktian pertama pada jam enam pagi, hujan berhenti, sekalipun beberapa menit sebelumnya terjadi hujan lebat. ALLAH berkenan menghentikan curah hujan, sama artinya dengan ALLAH melanggar dan/atau meniadakan hukum-hukum alam. Dan ternyata, jagat raya tidak tergoncang dan ambruk! Kawasan sekitar gereja Imanuel Oepura di Kupang tidak tergoncang dan ambruk. Ternyata, Ioanes Rakhmat-lah yang pada akhirnya mengalami kegoncangan iman [mungkin pada tahun 2011]dan ambruk lantaran dibius oleh roh sains modern yang fana.

Begitu pula dengan suara yang menuntun saya  sebagaimana diwedarkan di atas maupun yang disaksikan dalam “Tanggapan Bagian III Beta”, halaman 10-18. Apakah suara yang menuntun dan mendisiplinkan saya itu bukan suatu mukjizat yang telah ALLAH lakukan dalam hidup saya?  Pengalaman spiritual ini bukan pengalaman perithanatos atau pengalaman “dekat kematian” atau “menjelang kematian” seperti yang dikatakan oleh Ioanes Rakhmat dalam bukunya (2013:153-155). Pengalaman spiritual yang saya alami adalah suatu  pengalaman tuntunan “disiplin keselamatan”  atau pengalaman tuntunan “disiplin pembebasan”  (dari kata Yunani paideia  sōteria) yang ALLAH  sendiri lakukan dengan perantaraan Roh Kudus. Paulus [si penganiaya jemaat mula-mula] mengalami pengalaman spiritual seperti ini (Kisah Para Rasul 9:3-9; 26:12-15); Ananias, seorang murid Tuhan di Damsyik, juga mengalami pengalaman spiritual seperti ini (Kisah Para Rasul 9:10-17); dalam 2 Korintus 12:1-4, Paulus mengisahkan pengalaman spiritualnya seperti ini; dalam Kisah Para Rasul 10, Petrus mengalami pengalaman spiritual seperti ini; dan Yohanes mengalami pengalaman spiritual seperti ini juga di pulau Patmos (Wahyu 1:9-20, dyb).

Tuntunan “disiplin keselamatan atau” tuntunan “disiplin pembebasan” yang saya alami sebagai suatu pengalaman spiritual sebagaimana diwedarkan di atas ini sangat istimewa. Selama sepuluh tahun [genap]—sejak minggu kedua bulan Desember 2001, tanggal sembilan, sampai dengan minggu kedua bulan Desember 2011, tanggal sebelas—saya dituntun dan didisiplinkan untuk berbakti di gereja Imanuel Oepura, Kupang. Setelah itu, pada tanggal 18 Desember 2011 saya ditahbiskan menjadi penatua di Jemaat Gunung Sinai Naikolan, Kupang. Sebenarnya penahbisan penatua Jemaat Gunung Sinai Naikolan—sesuai ketetapan Pendeta sebagai Ketua Majelis Gereja setempat—dilaksanakan pada kebaktian  hari Minggu kedua, tanggal 11 Desember 2011. Ketika saya menerima pemberitahuan seperti itu, saya langsung berdoa dalam kamar saya: “Ya, ALLAH yang mahakasih dalam Yesus Kristus. Hamba-Mu ini belum genap sepuluh tahun berbakti di gereja Imanuel Oepura, jika pada hari Minggu, 11 Desember 2011 hamba-Mu ini akan ditahbiskan menjadi penatua di Jemaat Gunung Sinai Naikolan. Karena itu hamba berserah diri kepada-Mu, ya ALLAH, seraya memohon perkenanan-Mu, agar acara penahbisan penatua di Jemaat Gunung Sinai Naikolan dapat diundurkan pelaksanaannya pada hari Minggu, 18 Desember 2011; sehingga dengan demikian hamba-Mu ini dapat berbakti genap sepuluh tahun di gereja Imanuel Oepura pada hari Minggu, 11 Desember 2011.”

Ternyata doa dan perhohonan saya ALLAH  kabulkan. Begitu selesai berdoa, saya peroleh pemberitahuan bahwa acara penahbisan penatua Jemaat Gunung Sinai Naikolan tidak jadi dilaksanakan pada kebaktian Minggu, 11 Desember 2011 melainkan baru akan dilaksanakan pada kebaktian Minggu, 18 Desember 2011. Dengan demikian, saya dapat mengikuti kebaktian hari Minggu, 11 Desember 2001 di gereja Imanuel Oepura, genap sepuluh tahun, barulah saya pindah ke gereja Gunung Sinai Naikolan, terhitung mulai hari Minggu, 18 Desember 2011, karena saya ditahbiskan menjadi penatua untuk masa pelayanan 2011 – 2015. Dan kini, saya terpilih lagi sebagai penatua Jemaat Gunung Sinai Naikolan untuk masa pelayanan 2015 – 2019. Apakah dalam peristiwa ini tidak terdapat kejadian yang bersifat mukjizat?

Berkenaan dengan pengalaman spiritual yang intens yang saya alami sebagaimana dikisahkan di atas, saya ingin mengutip suatu asumsi sains modern yang dikemukakan oleh Ioanes Rakhmat dalam bukunya (2013:162), sebagai berikut: “Jadi, pengalaman-pengalaman spiritual yang intens, seperti pengalaman perjumpaan dengan Yesus yang mengubah kehidupan seseorang (yang umum diklaim oleh orang Kristen “lahir baru”), khususnya yang dialami orang yang sudah berusia lanjut, ternyata memperkecil volume sirkuit hippokampus dalam otaknya, dan keadaan ini tentu akan makin mempercepat kehilangan daya ingat (= pikun) dan makin mempermudah dirinya jatuh ke dalam stres dan depresi….”  Bagi saya, asumsi sains modern yang dikemukakan oleh Ioanes Rakhmat yang saya kutip ini, sangat omong kosong! Sekali lagi: omong kosong! Dengan demikian, Ioanes Rakhmat hanyalah seperti peribahasa ini: “A cat with a silver color is none the better mouser”.

Sejak saya mengalami pengalaman spiritual yang intens pada tahun 2001 [ketika itu saya memasuki usia 60 tahun], sampai sekarang, tahun 2016 [saya memasuki usia 75 tahun], saya tidak mengalami kehilangan daya ingat atau pikun, dan saya tidak mengalami stres atau depresi! Sebaliknya, daya ingat saya semakin baik; saya semakin tajam otak [cerdas. pandai, mudah mengerti]; tajam pikiran; tajam tilik [sangat teliti]; membaca buku apa saja yang tebal-tebal, termasuk buku gado-gado Ioanes Rakhmat berjudul Beragama dalam Era Sains Modern  (2013) tebal:  i-xv hlm.; bab 1 – 14 [hlm.1 – 413]; lampiran 1 – 3 [hlm.427 – 443]; biografi, indeks, tentang penulis [hlm. 447 – 493], saya hanya membaca satu kali saja; dalam tempo dua hari selesai, langsung mengetahui isinya dan langsung membuat catatan-catatan tanggapan.

Selain itu, setelah mengalami pengalaman spiritual yang intens sejak tahun 2001, saya mengalami kemajuan luar biasa dalam aktivitas membaca buku-buku, menulis naskah-naskah buku dan artikel-artikel berkenaan dengan sastra, teologi, filsafat, dan lain-lain.

Artikel-artikel saya dapat dibaca di blog:  www.bianglalahayyom.blogspot.com. Mengenai buku saya, Vibrasi Sejarah Pergerakan Kemerdekaan dan Vibrasi Eksistensi Bangsa Indonesia (B You Publishing Surabaya 2010), nama saya dikagumi dan dikomentari  oleh reviewer luar negeri dalam 24 bahasa bangsa-bangsa/negara, yang dapat diselisik dan dibaca melalui http://literat.org/en/netti-almodat-godlief-hadzarmawit-vibrasi-sejarah... Sejak pertengahan tahun 2013 laman ini sudah dinonaktifkan, sehingga tidak dapat lagi diselisik di internet. Tetapi datanya telah saya unduh dan simpan di laptop saya.

Berikut ini saya kutip komentar dalam dua bahasa: “Netti, Almodat Godlief Hadzarmawit Zeigt natürlich die Aufklärung eines einsamen, betrachten Einsiedler und das Flair eines Rockstar in der gleichen Zeit…” (bahasa Jerman). “Netti, Almodat Godlief Hadzarmawit Parousiazei phusika tēn phōpsē tou monachikos, to endechomeno  erēmitēs kai ē klisē tēs rockstar tēn idia stigmē…” (bahasa Yunani). Saya terjemahkan: “Netti, Almodat Godlief Hadzarmawit  secara alamiah [dengan wajar] memberikan pencerahan dari kesunyian [keterpencilan], perenungan pertapa, dan bakat seorang [pengarang]  rockstar pada saat yang sama…”

Buku berikutnya, Sajak-Sajak Chairil Anwar dalam Kontemplasi (B You Publishing Surabaya 2011), saya dikomentari dalam empat bahasa: “According to Timorese scholar of Indonesian literature A. G. Hadzarmawit Netti…” (Inggris); “Gemäss dem Timorese Gelehrten der indonesischen Literatur betonen A. G. Hadzarmawit Netti…” (Jerman); “Selon le savant Timorese d’A. G. Hadzarmawit Netti de littérature indonésien…” (Prancis); “Secondo studioso Timorese di litteratura indonesiana A. G. Hadzarmawit Netti…” (Italia). Saya terjemahkan: “Menurut orang Timor ahli [pandai] sastra Indonesia, A. G. Hadzarmawit Netti…”   Di sini, “scholar” saya tidak terjemahkan “sarjana”, karena pendidikan formal saya hanya sebatas SMA Negeri Bagian A [Jurusan Sastra] di Kupang, Timor, tamat [lulus ujian] tahun 1963.

Ada empat karya tulis saya tercatat (terdapat) di Virtual International Authority File [VIAF], dan lima bendera di belakang nama saya, yaitu: International Security Number Identification (ISNI); Library of Congress NACO (Amerika Serikat); National Library of the Netherlands (Belanda); National Library of Australia (Australia); dan Sudoc (ABES) France (Prancis). Empat karya tulis saya tercatat (terdapat) juga di WorldCat’Identities, tersimpan di 45 perpustakaan (library holdings).

Dan lebih dari itu, nama saya tercatat sebagai Author di BookerWorm.com: The Home of Great Writing. Sebagai Author yang tercatat di BookerWorm.com, nama saya pernah berada dalam urutan nama para Authors dunia sebagai berikut:  Author Profile – A. G. Hadzarmawit Netti – BookerWorm.com;  Author Profile – Charles Dickens – BookerWorm.com;  Author Profile Harbans Lal Badhan – BookerWorm.com;  Author Profile – Delfin Fresnosa – BookerWorm.com;  Author Profile – Anna Maria Rose Wright – BookerWorm.com; Author Profile – Diane Dunwell-Hoffman – BookerWorm.com; Author Profile – Abdessaid Cherkaoui – BookerWorm.com; Author Profile – Stephen King – BookerWorm.com: Author Profile – Karl Barth – BookerWorm.com; Author Profile – William Shakespeare – BookerWorm.com (Sumber: author profile bookerworm.com – Google Search 12/11/2014  17:50).

Semua yang saya singkapkan di atas ini adalah realitas faktual yang melekat pada diri saya lantaran kasih ALLAH  di dalam Yesus Kristus (Kurios dan Juruselamat) yang saya imani, serta tuntunan dan bimbingan ALLAH dengan perantaraan Roh Kudus. Berdasarkan realitas faktual yang dilatarbelakangi pengalaman spiritual intens yaitu tuntunan “disiplin keselamatan” dan/atau tuntunan “disiplin pembebasan” yang  ALLAH perkenankan saya alami pada tahun 2001 itu, maka saya mengamini Wahyu 14:13: Kemudian aku mendengar suara dari surga berkata: “Tuliskan: Berbahagialah orang-orang mati yang mati di dalam Tuhan, sejak sekarang ini.”’ “Sungguh,” kata Roh, “supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka.”

Berdasarkan pengalaman spiritual intens yang saya alami pada tahun 2001 hingga kini (tahun 2016), ALLAH telah memperkenankan saya untuk mengetahui tempat di mana saya berada jika kematian saya alami pada hari ini dan/atau hari esok. Tempat itu, ialah tempat yang Yesus janjikan kepada murid-murid-Nya (Yohanes 14:1-3). Lalu, bagaimanakah pengalaman spiritual Ioanes Rakhmat setelah ia dituntun oleh roh sains modern? Ternyata  Ioanes Rakhmat  menemukan dirinya sebatas level paling fundamental, setara dengan kecoak, simpanse, tanah liat, batu kali, cacing, kubis, pisang, pohon beringin, toge, debu bintang, abu gosok… (2013:419). Dengan demikian, Ioanes Rakhmat sudah mengetahui tempatnya apabila ia mati dan otaknya membusuk, yaitu tempat kemusnahan, kehampaan, dan ketiadaan.***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar